“Kenapa Papah sama Mama ngelakuin ini? Kenapa kalian ngelanjutin perjodohan itu tanpa persetujuan aku?”
Langkah keduanya terhenti mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh putranya. Satya membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Darka, sedangkan Liana lebih memilih menghampiri Darka dan berdiri di sampingnya.
“Kamu hanya perlu menjalani perjodohan itu, Darka,” ucap Satya tidak memberikan alasan yang jelas.
“Sebelumnya Papah sendiri yang tanya apa aku mau melanjutkan perjodohan itu atau enggak, tapi kenapa sekarang Papah lanjutin itu semua secara tiba-tiba?”
“Kamu tidak dengar ucapan Papah? Kamu hanya perlu menjalani perjodohan itu, dan keluarga Arisha sudah setuju untuk memulai semuanya dari awal kan? Lalu apa lagi yang harus dipermasalahkan?”
Liana segera menyentuh bahu Darka karna menyadari putranya ingin membalas ucapan tersebut. “Darka, kita bisa bahas ini lagi nanti ya, nak.”
“Nanti? Nanti kapan, Ma?” tanya Darka beralih pada Liana. “Nanti setelah aku bener-bener menikah? Arisha bahkan belum bisa maafin aku, dan Mama sama Papah mau buat kesalahan lagi?”
“Perjodohan kalian bukan kesalahan, Darka,” tegas Satya.
“Papah sama Mama gak akan ngerti!” sentak Darka tanpa sadar menaikkan nada bicaranya.
“Jaga bicara kamu, Darka! Papah mendidik kamu bukan untuk menjadi anak yang melawan orang tua seperti ini!”
“Darka, sudah ya. Kamu lebih baik masuk kamar ya,” ucap Liana berusaha agar mencegah pertengkaran mereka namun Darka memilih tidak menggubrisnya.
“Apa alasannya? Pasti ada alasan kenapa kalian tiba-tiba melanjutkan perjodohan ini kan?” tanya Darka.
Keadaan menjadi hening, sangat terlihat bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang ingin memberikan jawaban pada Darka.
“Kalo Mama sama Papah gak ngasih aku jawaban, lebih baik aku pergi dari rumah.” Darka membalikkan tubuhnya berniat melangkah pergi namun langkahnya terhenti saat mendengar ucapan ayahnya.
“Perjodohan kalian tidak akan pernah bisa batal, Darka. Papah sudah berjanji akan menikahkan kalian.”
Darka mengerutkan dahinya. “Janji? Janji apa?”
“Sudah, itu bukan urusan kamu. Sekarang kamu masuk kamar, Papah perlu istirahat.”
“Pah, tapi---”
“Darka, kita bicarakan ini nanti ya? Kamu juga harus istirahat,” ujar Liana yang akhirnya dibalas anggukan oleh Darka.
“Iya, Ma.”
*****
Pagi ini Arisha tidak memiliki semangat sama sekali, gadis itu menuruni anak tangga dengan malas walaupun sudah berseragam lengkap. Arisha berjalan menuju ruang makan untuk memulai sarapan, ia memilih duduk di samping Remon dan berjauhan dengan orang tuanya. Ferdi hanya melirik putrinya, ia sangat menyadari bahwa saat ini Arisha sedang memendam amarah untuknya.
“Kamu lebih suka susu putih atau susu coklat, Arisha? Biar Mama buatkan untuk kamu,” ucap Lisa memecahkan keheningan di antara mereka.
“Enggak usah, Tante. Nanti aku buat sendiri aja,” balas Arisha tersenyum tipis.
Ferdi menghela napas karna menyadari Arisha yang masih belum bisa menerima kehadiran istrinya. “Tidak baik menolak Mama kamu seperti itu, Arisha. Lagi pula---”
“Untuk hal kecil kayak gini aku gak harus nurutin permintaan Papah kan?” potong Arisha membuat keadaan menjadi menegang.
“Arisha, Papah hanya---”
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Mine, Arisha!
Ficção Adolescente"Permohonan maaf lo, gak berlaku buat gue. Sikap lo yang kayak gini, justru nunjukkin kalo lo emang laki-laki rendahan, Darka." Bayang-bayang masa lalu membuat Arisha merasa ragu jika berdekatan dengan Darka. Tetapi sayangnya, Darka selalu mempunya...