P A R T 1 0

4.2K 379 50
                                        

“Gue bisa singkirin Darka kapanpun gue mau. Jadi kalo seandainya lo gak menjauh dari dia, gue sendiri yang turun tangan."

Arisha terdiam sesaat, ia dapat merasakan bahwa Remon tidak main-main dengan ucapannya.

“Waktu itu gue diem aja saat lo nangisin dia di Bandara. Lo tau kenapa? Karna gue tau perasaan itu cuma sesaat aja, lo gak boleh lupa gimana cara dia nyakitin lo. Gue gak akan segan buat ngingetin gimana jahatnya dia ke lo,” tegasnya tajam. Remon mendekati Arisha untuk membuat gadis itu mengerti dengan jalan pikirannya.

“Lo mungkin adik gue. Tapi kalo lo bertindak bodoh dengan cara nangisin dia, gue akan bener-bener nyingkirin dia dari hidup lo.”

“Sikap lo ... kenapa sampai segininya? Bahkan orang tua gue sendiri aja gak pernah kekang gue separah ini,” ujar Arisha parau.

“Udah gue bilang, lo seseorang yang harus gue jaga. Gue juga udah bilang kan, gue gak akan tinggal diam saat orang yang nyakitin lo ada di dekat lo,” balas Remon karna ia tidak pernah main-main dengan ucapannya.

“Saat ini gue percaya lo gak akan bertindak bodoh, gue harap lo gak pernah hancurin kepercayaan gue,” lanjutnya sebelum berjalan keluar dari kamar gadis itu meninggalkan Arisha yang hanya diam termenung.

Bertindak bodoh?

Entahlah, Arisha tidak dapat memutuskan tindakan siapa yang paling bodoh di sini. Seorang kakak yang terlalu mengekang adiknya, atau dirinya yang terkadang menangis hanya untuk laki-laki seperti Darka.

*****  

“Selamat pagi semuanya.”

“Pagi, Bu.”

“Seperti yang kalian tau bahwa ruang kelas IPA hanya ada lima kelas karna ada beberapa yang direnovasi. Jadi murid dari kelas lain akan terbagi di kelas ini. Untuk hari ini Ibu hanya membawa tiga murid.”

“Mario, kamu duduk di samping Kelvin. Yudha, kamu duduk di samping Ghina.” Mereka menuju tempat duduk masing-masing, tidak lama guru tersebut kembali bersuara.

“Dan Darka, kamu duduk di samping Arisha.”

Arisha sontak mengangkat kepalanya, saat itu juga tatapannya bertemu dengan Darka. Tanpa menunggu gadis itu bangkit dari duduknya.

“Bu, kenapa Darka duduk sama saya?” tanya Arisha tentu membuat Amara dan Celline saling pandang, hubungan mereka sangat tidak memungkinkan untuk duduk sebangku.

“Apa maksudnya, Arisha? Kan tinggal kamu yang masih duduk sendiri.”

“Tapi saya gak bisa, Bu. Saya mau ditukar sama yang lain,” ucap Arisha tatapannya lagi-lagi bertemu dengan Darka.

“Ditukar bagaimana, semuanya sudah penuh. Sudah, Darka sekarang kamu duduk di sana. Pelajaran tidak akan saya mulai kalau kalian masih membahas ini.”

Dengan pasrah Arisha kembali duduk di kursinya, gadis itu tidak menoleh sedikitpun saat Darka sudah duduk di sebelahnya. Tatapan Arisha lurus kearah Amara, ia memajukan tubuhnya dan berbisik pada gadis itu.

“Ra, lo mau kan tuker tempat duduk sama gue?” tanya Arisha dengan suara berbisik.

Amara melirik kearah Darka sebelum menjawab. “Gue? Duh, Sha. Jangan gue deh, lo tau sendiri Leo kayak apa. Kemarin aja dia nyuruh gue buat jauhin lo berdua, kalo gue tiba-tiba duduk sama Darka yang ada Leo marah besar ke gue.”

Arisha beralih pada Celline. “Lo aja deh, Cel. Lo mau kan?”

“Enggak-enggak, gue gak mau. Nanti pujaan hati gue marah,” kata Celline namun tatapannya bergidik ngeri pada Darka.

Be Mine, Arisha!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang