Pukul 9 pagi, Key sudah selesai bersih-bersih rumah milik keluarga Babeh Danang. Mbak Praja tadi pagi pamitan untuk pulang ke Lampung. Sekitar pukul 7 mereka bertiga —Mas Aryo, Alma dan Mbak Praja sendiri, berangkat naik pesawat.
Sekarang yang tersisa hanya Key yang goleran kaya pengangguran, nemenin Jaya yang sibuk sendiri sama gamenya. Babeh sudah berangkat kerja sepulang mengantar anak perempuannya tadi, sekalian biar ga wira-wiri alias bolak-balik.
"Gabut," keluh gadis itu.
"Hm? Nge-game sini. Gue ajarin," ujar Jaya yang duduk di karpet.
"Moh, nge-game ga penting ngono. Ben ngopo jal?" sarkas Key membuat cowok itu mendecak.
( Ogah, nge-game ga penting begitu. Biar apa coba? )
"Ben ra berharap terus karo sek ra pasti."
( Biar ga berharap terus sama yang ga pasti. )
Key mengubah posisinya menjadi tengkurap di atas sofa. Ia ikut-ikutan menonton game yang sedang dimainkan Jaya.
"Contone?" tanya gadis Jawa itu.
( Contohnya? )
"Kowe."
( Kamu. )
Dalam sekejap saja, Jaya sudah mendapat hadiah berupa gebukan bantal di kepalanya. Key memang benar-benar, bar-bar sekali. Untung temen sendiri. Jay merengut kesal, ia lalu berbalik dan memunggungi cewe itu.
-
Siang yang menyengat. Matahari menerjang tanpa ampun. Bagian utara provinsi dengan julukan Kota Pelajar itu full cerah.
Key berkali kali menarik narik lengan kaosnya agar menutupi seluruh lengannya. Jaya yang melirik dari kaca risih sendiri. Dia melepas jaket jeansnya dan memberikannya pada sang hawa.
"Hee? Ga usah, Joy!" Tolak Key mentah mentah.
"Uwes, nggonen wae!"
(Udah, pake aja!)
Dengan bibir yang merengut, Key akhirnya mau memakai jaket yang aromanya khas parfum Jaya. Ga berubah.
"Suwun ya!" Kata Key dengan tulus.
(Makasih ya!)
Jaya cuma ngangguk, "Sesuk maneh nek dolan ojo nganggo kaos cendak ngono kuwi, mengko gosong kowe."
(Besok lagi kalau main jangan pake kaos pendek kaya gitu, nanti gosong kamu.)
Key cuma miwir, nyinyinyi, katanya tak bersuara. Mereka ada di jalanan Jogja Solo. Niatnya mau cari seger seger gitu di tengah cuaca terik begini.
"Hash, cah wadon ki nek wes kececeg isone nyenyenye tok, untung sayang!" Ujar Jaya dengan muka innocent.
(Hash, cewek tuh kalo kehabisan kata kata bisanya nyenyenye doang,)
Key memutar matanya sebal, "Gue ga minta ya, njing! Lo yang ngasih jaketnya. Jadi kalo lo nanti gosong, jangan nyalahin gue."
"Gue cowok. Udah sepantesnya begini, codot. Mana tega liat lo nangis gara gara kulit lo belang."
Jaya menjalankan motornya kembali saat melihat lampu lalu lintas telah berubah menjadi hijau. Perempuan di boncengannya ga habis pikir.
Kalo dipikir pikir, Jaya itu emang se-sweet ini ke dia. All this time. Kaya, hmm.. kalo ada fansnya yang liat dia ditreat sebegininya sama idola mereka, pasti Key akan dapat tatapan iri dengky.
Tapi Key herannya tuh, kenapa setiap Jaya mau deketin cewek, pasti gagaaaal mulu.
Apa gara gara gue tempelin mulu ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy Days
RandomThey deserve this, right? - Rangga tidak membenci Key, dia tidak punya alasan untuk itu. Tetapi Key merasa Rangga selalu menatapnya dengan esensi mengancam.