"Belajar dari hujan ; setiap kali kau jatuh
ke tanah, hidupkanlah satu benih kehidupan.
Meski kau sakit, setidaknya itu memiliki manfaat
di kemudian hari."-Rainy Days-
Key baru saja keluar dari kamar mandi setelah berganti pakaian. Perempuan itu terlonjak karena absensi seorang pemuda di lorong depan. Tatapannya yang dingin seolah melahap seluruh protes yang hampir Key semburkan di tempat.
"A-apa?"
Rangga bergerak, tangannya menyusup ke sela jemari Key dan menariknya keluar dari koridor kamar mandi, menaiki tangga. Suasana tak lagi riuh karena jam pelajaran ke tujuh sudah dimulai sejak 15 menit lalu. Mereka berhenti di depan ruang agama Kristen yang berhadapan dengan musola sekolah.
"Kak Rangga ngapain ngajak aku ke sini?" tanya Key bingung dengan sikap Rangga yang dingin.
"Who is he?"
"That boy," jari telunjuknya menunjuk satu foto yang terpampang di jendela ruangan.
Foto Jay yang koyak. Jantung Key berdetak tak terkendali. Ia rasa Rangga salah paham. Kepalanya menunduk bersamaan dengan tangannya yang saling meremat satu sama lain.
"D-dia temen aku, Kak.." cicitnya.
"Really? Temen tapi sering nginep? Cewe macam apa kamu!"
Mendapat nada tinggi semacam itu, Key hanya bisa diam. Matanya memanas, tapi tidak ada air mata yang keluar. Hanya sesak yang terus memenuhi rongga dadanya.
"Kakak, kenapa sih?"
"Maksud kamu?" sinis si adam melirik Key yang tampak tak memiliki kekuatan.
"Kita ini bukan siapa-siapa. Aku ngga kenal kakak, kakak juga ngga kenal aku. Kita asing, bisa ngga, ga usah bertingkah kaya 'kita' ini beneran ada? Aku tau kakak mau balas dendam ke kak Rindi, tapi tolong jangan libatin aku."
Saat Key berhenti bicara, keheningan langsung menyita segalanya. Mata Key bergerak mengamati raut Rangga yang tampak kesal. Kenapa kesal? Entahlah, dia tidak bisa membaca pikiran cowok itu.
Baru saja langkahnya terayun satu kali, sebuah tangan menahan pergelangannya. Perempuan itu berbalik dan ia tenggelam dalam pelukan Rangga.
"K-kak—"
"Sst! Rindi lagi ngintipin kita," bisikan Rangga memenuhi rongga telinga.
Key menutup matanya, miris.
Selang 2 menit, pelukan itu terlepas. Dengan cepat Key berbalik dan berlari menjauh dari sana. Tak satu kata pun dia tinggalkan.
"Ngopo kowe ki?" (lo tuh kenapa?) tanya Mahisa.
Key menggeleng lalu segera menyiapkan buku untuk pelajaran selanjutnya. Beruntung, Pak Budi matematika belum masuk ke kelas mereka.
-
Sore yang bersahabat, angin sejuk ditambah mentari yang hangat adalah perpaduan sempurna yang selalu menawarkan vibes baru untuk dinikmati. Key menatap jauh ke hamparan air yang memantulkan sinar jingga matahari.
Peluhnya membanjiri pelipis, dia menghembuskan napas yang mengandung esensi beban berat. Yudha mengampirinya dengan dua botol pocari di tangannya.
"Cidro?" (Patah hati?)
"Ga duwe yang kok cidro, edan ye kowe?" (ga punya pacar kok patah hati, gila ya lo?) sinis Key lalu menerima uluran pocari dingin miliknya.
Lantas Yudha mendaratkan tangannya di kepala Key dan menepuk nepuknya lembut. Tampak sekali dia ingin menjaga adik sepupunya itu dengan sepenuh hati.
"Ngko nek ono opo opo cerito wae karo aku. Ra usah sungkan, oke?" (Nanti kalau ada apa-apa cerita aja sama gue. Ngga usah sungkan, oke?)
Hanya anggukan yang bisa Key berikan. Dia sedang dalam masalah, tapi Key rasa ia bisa melewati ini sendiri jadi batinnya memilih diam. Ia tidak mau membuat Yudha ikut kepikiran. Sepele.
Lamunan memenuhi otak, dinginnya pocari ternyata tak mampu membuat pikirannya lebih lengang. Rangga dan semuanya. Dari sekian milyar wanita di bumi, kenapa dia? Dari sederet perempuan penyandang bunga sekolah, kenapa harus dia yang dipetik? Key cuma anyelir yang letaknya berdesakan di himpitan bunga lain yang lebih indah.
"Ujan, *nduk!" seru Yudha membuyarkan imaji nya.
Tangan kanannya terulur untuk membantu Key berdiri. Kedua insan itu lantas berlari kecil menuju ke arah motor yang mereka parkirkan di bawah pohon. Yudha membuka jas hujan dan melemparkan salah satunya ke arah Key.
"KOWE LAK DIKON METUK MBAK TAMI TO, BLOK!" (Lo kan disuruh jemput Mbak Tami kan, bodoh!)
"IYO RETI!" (Iya tau!)
"LAH TRUS AKU PIYE?" (Lah terus gue gimana?)
"NGKO MUDHUN WARKOP SEK! TUNGGU KONO!" (Nanti turun warkop dulu! Tunggu sana!)
Key memukul helm yang melindungi kepala Yudha, membuat si pemilik kaget tersentak, hingga jalannya motor oleng di tengah jalan dan mendapat klakson dari pengguna jalan yang lain. Yudha menyumpahinya, sedangkan Key merajuk.
Motor berhenti di depan warkop, Key berlarian menuju ke teras depan. Sebelum menggeblas, Yudha menyempatkan diri untuk menyapa beberapa teman tongkrongannya yang sedang udud aka nyebat santai.
"Yudha mau kemana, nduk?" tanya Mas Hafidz.
"Jemput mbak Tami, Mas."
Kenthus yang juga hadir ikut mengangguk lalu mempersilahkan Key untuk bergabung. Ia bahkan dibelikan wedang jahe juga oleh Mas Hafidz. Maklum, mereka sudah kenal cukup lama dengan Key, kalau Yudha sih tidak usah ditanya. Dia preman STM.
"Eh ndhuk, temenmu ada yang jomblo ga?" tanya Kenthus.
"Akeh sih, tapi cowok." (Akeh : banyak)
Pemilik nama asli Bahtiar itu mendengus, sedangkan Mas Hafidz dan Key tertawa renyah. Niatnya mau modus eh malah dilawakin sama Key.
"Sekolahanmu neng sanding GOR Mandala Krida kae toh?" tanya Mas Hafidz. (sekolahmu di sebelah GOR Mandala Krida itu kan?)
Key menggeleng, "Uduk, Mas. Iku pas gedung lama, saiki pindah cerak Gramed. Yo area jokteng kae." (Bukan, Mas. Itu pas gedung lama, sekarang pindah deket Gramed. Ya area Jokteng itu.)
Mas Hafidz mengangguk angguk paham, ia baru ingat bahwasanya SMA Olympus sudah pindah lokasi dikarenakan tempatnya yang dulu dinilai angker oleh sebagian masyarakat dan membuatnya kekurangan murid. Mas Hafidz ini anak SMK pembangunan angkatan 2018, sudah lulus beberapa tahun silam.
Kalau dari cerita yang Key dengar, mantan pacar Mas Hafidz ini berasal dari almamater yang sama dengan dirinya. Makannya mas Hafidz suka nyari info.
Infone maszeh..
"Mesti keinget Monica," celetuk Kenthus yang sibuk bermain moba.
Kenthus ini seangkatan dengan Kak Rangga dan Yudha, tapi dia memilih keluar dari sekolah sejak kelas 11. Katanya bangku sekolah itu tidak menarik kalau tidak ada cluritnya. Maklum anggota basis.
Mas Hafidz hanya membisu, pandangan tertunduk memandangi asbak berupa kaleng gudang garam yang sudah hampir terisi setengah oleh abu dan putung rokok. Key tahu, kepergian perempuan bernama Monica itu menyisakan lara yang menyiksa untuk dia pribadi.
Mungkin jika hanya berpisah jarak, ia masih bisa tahan. Tetapi bagaimana jika yang memisahkan alam semesta? Key termenung dengan pemikiran itu.
🌬️ 🌀 🌀 🌧️🌧️🌧️
Follow for more info !

KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy Days
De TodoThey deserve this, right? - Rangga tidak membenci Key, dia tidak punya alasan untuk itu. Tetapi Key merasa Rangga selalu menatapnya dengan esensi mengancam.