eight

287 69 31
                                    

Runtuhkan egonya, maka hatinya akan jadi milikmu juga.”

-Rainy Days-

Tatapan dingin dilayangkan Rangga kepada Key yang kini duduk bersila di atas gazebo, sedangkan dirinya sendiri bersandar pada salah satu tiangnya.

“Nanti saya jemput di halte depan sekolah jam setengah empat. Jangan terlambat!”

“Yang bener aja, pulang sekolah aja udah jam 3. Kakak cuma kasih waktu setengah jam buat PP (pulang -pergi) dari Maguwo ke Kota? Ga mungkin cukuplah! Mendingan aku gausah pulang sekalian,” gerutunya.

“Terserah, itu urusan kamu. Intinya kamu harus udah di halte jam segitu.” Rangga menilik jam yang melilit tangannya, “Saya ke ruang OSIS dulu.”

Rangga beranjak, Key menahan lengannya, mereka beratatapan sejenak. “Ngapain?”

“Ngerjain tugas dari guru bahasa. Kalo ngerjain di kelas nanti diganggu lagi.”

Key melipat bibir, menyembunyikan senyum. Tangannya lepas dari lengan Rangga. Membiarkan cowok itu pergi meninggalkan tempat itu.

🌬️   🌀      🌀      

Bangunan sekolah telah kosong ditinggalkan para siswa. Hanya ada beberapa yang tinggal di lapangan untuk latihan ekstrakurikuler. Termasuk gadis Jogja ini.

Key mengencangkan sabuknya lagi sebelum bergerak menghajar kayu triplek yang ada di atas kepala salah satu temannya. Dengan sekali hentakan, kayu itu hancur berkeping-keping di lantai.

Pak Ismail tersenyum puas melihat siswinya itu selesai beraksi. Beliau lantas mengisyaratkan agar latihan diakhiri agar semuanya bisa mendapat istirahat yang cukup.

Key mengangguk dan berpamitan sebelum meninggalkan tempat itu. Kamar ganti adalah tujuannya saat ini. Dengan secepat mungkin, ia berusaha mengganti seragam pencak silatnya dengan seragam putih putih yang merupakan seragam hari senin.

Ia menyempatkan waktu untuk membasuh wajahnya agar tidak terlalu kucel akibat keringat yang timbul oleh aktivitas fisik beberapa tempo lalu. Kaca di hadapannya memuat separuh badannya, menampilkan wajah perempuan Jogja itu.

Minggu depan, ia harus mulai bergabung dengan klub judo Olympus. Sebenarnya ia tidak setuju dengan keinginan sang guru, tapi apa boleh buat. Sekolah hanya memfasilitasi ekstrakurikuler tersebut.

“Eh ada adek kelas,” seseorang menyelinap masuk.

Key menatapnya dari pantulan kaca, Jingga menampakkan diri. Perempuan itu berjalan ke arah Key seraya menatapinya dari atas ke bawah. Menilai.

“Sekarang apa lagi? Nyingkirin Rindi dengan ikut belajar kelompok di rumah Rangga? Lo ga tau malu ya!” hardiknya.

Tak ada balasan verbal dari Key, gadis berdarah Jawa campuran itu mengembuskan napas isyarat letih kemudian mengemasi barangnya yang sedikit berantakan. Berbalik dan menatap Jingga dengan santai, “Hm, kalau nggak mau kena, nonton di pinggir aja ya, Kak.”

Langkahnya kemudian terayun menuju keluar kamar mandi, Jingga berteriak kesal. Senyum Key terbit di ujung kiri bibirnya.

🌬️   🌀      🌀      

“Telat 3 menit 24 detik,” ujar Rangga dengan mata menghujam seperti elang.

Gadis bernama belakang Winola itu mendecih pelan, tapi tak urung tetap menerima uluran helm dari Rangga yang berperan sebagai pengemudi.

“Berhenti dulu ntar di warung,” ujar Key.

“Ngapain?”

“Beli roti sama Aqua. Laper,” singkatnya.

Rainy DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang