07

3K 382 178
                                        

Irene melangkah tergesa-gesa menuju kantin fakultasnya. Ia baru saja mendapat kabar dari seorang teman kalau kekasihnya kini sedang membuat keributan di sana. Bukan sebuah perkelahian, namun kekasihnya itu melabrak seseorang yang belum diketahui siapa sosoknya. Maka dari itu, Irene harus segera datang untuk melerai. Dia tidak ingin So Hee mendapat masalah dari tindakan cerobohnya itu.

Tidak sulit untuknya menemukan sosok So Hee di tempat tersebut, karena dia dan kelompoknya berkumpul di satu meja hingga menutupi orang yang menjadi sumber amarahnya. Irene mendekat dan membuat ucapan-ucapan sang kekasih bisa ia dengar dengan jelas. Ia terkesiap saat menyadari siapa dan apa yang tengah diperdebatkan kekasihnya itu.

“Lo bisa nggak, nggak usah caper sama pacar orang?” So Hee menghardik gadis di hadapannya. Tidak ada perkataan apapun yang keluar dari gadis itu untuk membela diri, hanya mata monolidnya saja yang menatap So Hee tajam.

“Lo ke sini pasti mau nyamperin Irene kan? Move on dong lo!” Dampratan kembali ia layangkan karena merasa kesal tidak mendapat respon apapun dari lawan bicaranya.

“So Hee, apa-apaan sih kamu? Malu tau nggak jadi tontonan gini.” Irene datang untuk menengahi. Dia menarik tubuh kekasihnya agar menjauh. Dirinya menoleh pada Seulgi yang tidak menatapnya. Gadis itu kini fokus pada ponselnya seakan dirinya tidak sedang menjadi pusat perhatian saat ini.

“Ya biarin aja. Sekalian mereka tau kalau ada orang yang selalu caper sama kamu cuma karena nggak bisa move on. Ngejar-ngejar kamu terus, selalu ada dimana kamu pergi, kamu nggak takut emang punya mantan kayak stalker gitu?” cerca So Hee, tangannya tidak berhenti menunjuk-nunjuk Seulgi. Beberapa orang di sekitar mulai saling berbisik. Mereka akhirnya paham siapa gadis yang tengah menjadi bulan-bulanan So Hee itu. Sebagian dari mereka bahkan ada yang berani mengomentari.

“Oh itu mantan legendnya Irene? Yang pacaran dari SMA bukan?”

 “Pantes kayak nggak asing. Dia tuh terkenal banget tau di ITS, sepupu gue adik tingkatnya dia. Namanya Seulgi deh kalo nggak salah, Kapten Voli yang langganan bawa timnya juara.”

“Wajar sih kalo dijulukin couple goals waktu sama Irene, orang dua-duanya berprestasi.”

“Gue jadi Irene sih nggak bakal milih So Hee deh. Mending balik sama mantannya.”

Seulgi menunduk, menyembunyikan senyum kemenangannya. Bahkan di luar lingkup keluarga dan pertemanan, dia tetap mendapat dukungan. Tapi berbeda dengan So Hee, mendengar seluruh mahasiswa di sana yang cenderung memuji Seulgi, ia semakin naik pitam. Dirinya sudah siap untuk melontarkan kalimat provokatif lainnya, berharap Seulgi akan terpancing dan mengeluarkan sisi buruknya.

“Kak Seulgi?”

Namun seluruh perhatian teralihkan pada seorang gadis muda yang datang menghampiri Seulgi. Si Monolid, untuk pertama kalinya, tersenyum saat melihat gadis itu datang. Ia pun berdiri dari duduknya.

“Minju udah kelasnya?” tanyanya dengan lembut.

“Udah kak.” Jawab gadis itu. Dia memerhatikan sekitar lalu kembali menoleh pada Seulgi dengan bingung, “Ini kenapa rame-rame kak?” tanyanya.

Senyum Seulgi semakin lebar, “Biasa.. orang caper.” Jawabnya.

Dia mengalihkan pandangan ke arah So Hee dan dalam sekejap senyumnya menghilang. Mata monolid itu sangat tajam dan terlihat dingin.

SR - MANTAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang