05

2.3K 363 34
                                    

Seulgi terlihat sedang bersantai di ruang tengah sambil menonton pertandingan Volley di televisi. Setoples stik keju ia dekap dan sudah kosong setengahnya. Mulut yang terus mengunyah itu lah pelakunya. Selang beberapa menit, keningnya berkerut saat telinganya samar-samar mendengar seseorang memanggil namanya. Ia mengecilkan volume layar LED besar di depannya itu dan benar saja, ternyata sang mama memanggilnya dari arah dapur. Si Monolid langsung meletakan remote dan toples makanan ringannya ke meja kopi lebih dulu sebelum menghampiri mama Kang.

"Gi anterin ini ke Bunda Irene dong" Mama Kang menunjuk ke sebuah paperbag yang berada di atas meja. Benda berbahan kaca tersebut penuh dengan alat-alat dan juga bahan membuat kue yang tidak ia pahami.

"Panas ah ma. Pakai ojek online aja ya." tolaknya meski tetap mengintip untuk melihat isi dari tas kertas tersebut. Brownies, itu yang ia lihat dari bagian kotak yang transparan.

"Kamu kan naik mobil, nggak bakal lah kepanasan." sang Mama yang masih memakai apron melangkah terburu-buru menuju oven bakery kesayangannya itu. Semenjak mamanya menekuni bisnis pastry rumahnya hampir selalu memiliki aroma yang mampu membuat liur menetes.

"Emangnya kamu nggak mau liat Irene?" pertanyaan Mama Kang membuat si Monolid yang sedang mencolek bekas adonan di wadah stainless mendelik.

"dih?" responnya sebelum menjilat adonan manis yang ada di telunjuknya.

"dah dih dah dih, tapi kemarin Irenenya baru dipulangin tengah malam. Mama marah ya kalau kamu cuma mau main-main sama dia aja. Kalau emang mau balikan yang serius, jangan putus-putus lagi." omel wanita itu sambil melepas sarung tangannya. Dia menepuk tangan anak bungsunya yang terus mencolek bekas adonan. "Jorok ih"

Seulgi menyengir dan mengelap jarinya. "Nggak ada yang balikan ma. Kita nggak sengaja ketemu dan yaudah, aku nemenin dia deh sebentar. Lagian mama tau dari mana? Kasih tau siapa biang cepunya? Si Winter nih pasti" tuduhnya.

"Orang Bundanya Irene sendiri yang bilang ke mama sih." Jawab sang mama.

Si monolid mengerutkan dahinya, "Sejak kapan Mama sama Bunda jadi suka gibahin aku gini?"

"Sejak kamu sama Irene putus. Karena punya anak sama-sama gengsi, jadi orangtuanya dulu yang akur, baru deh anak-anaknya bisa ikut akur lagi."

Kepala Seulgi terangkat dan menatap aneh sang Mama.

"Teori dari mana coba?" sinisnya.

"Teori Mama sama Bunda Bae."

Seulgi ingin kembali mengajukan perdebatan namun wanita dengan tulang pipi tinggi seperti dirinya itu langsung memotong.

"Nanti aja ih ngobrolnya. Kebiasaan banget kalau disuruh orangtua lama." omel Mama Kang lalu mendorong si Bungsu untuk cepat pergi.

Sambil menggerutu pelan, Seulgi tetap menjalankan perintah Mamanya. Ia pun mengendarai mobilnya menuju ke kediaman Yoo.

Selama di Jakarta tidak banyak kegiatan yang Seulgi lakukan. Ia hanya mengantar mamanya ke toko, lalu pergi ke Mall untuk menonton atau ke toko buku, dan jika sahabat-sahabatnya mengajak berkumpul, ia akan langsung meluncur.

Tapi yang anehnya, dalam beberapa hari yang sudah ia jalani itu, dirinya lebih sering bertemu dengan sang mantan daripada teman-temannya. Dia sendiri tidak protes, karena sejujurnya itu bisa sedikit mengobati rindunya pada si gadis, meski ia tetap harus menelan kenyataan pahit bahwa sesering apapun ia bertemu dengan Irene, gadis itu sudah menjadi milik orang lain.

Si Monolid mematikan mesin mobilnya saat tiba di rumah besar bergaya modern itu. Paperbag berwarna pink dengan logo toko pastry milik sang Mama -yang merupakan hasil karyanya- itu tidak lupa ia bawa keluar dari mobil juga. Ia pun berdiri di depan pintu utama untuk membunyikan bel, menunggu siapapun membukakan pintu untuknya.

SR - MANTAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang