"Rene.. let's get married." Ucap So Hee.
Mata Irene melebar pada pertanyaan sang kekasih. Ia pun langsung menarik tangannya dari genggaman So Hee dan memundurkan tubuhnya, sedikit menjauh.
"So Hee.." Irene tidak bisa mengatakan apapun selain memanggil nama gadis itu dengan pelan. Ia menunduk, tidak berani menatap kekasihnya.
"Aku tau ini terlalu mendadak, tapi aku udah bicarain ini sama papa aku dan beliau setuju, Rene. Kalau kamu belum siap untuk menikah, kita bisa tunangan dulu, nggak apa-apa." Ujar gadis berambut pendek itu.
Irene menggelengkan kepalanya, "Kamu bicarain hal itu tanpa melibatkan aku, bukannya itu keputusan sepihak? Kamu pergi berhari-hari tanpa ngasih kabar ke aku dan tiba-tiba ngajak aku nikah, kamu sadar nggak sih kalau pernikahan itu hal serius, sakral, bukan kayak main rumah-rumahan."
"Ya makanya sekarang aku ngomong sama kamu, kan? Kalau kamu setuju ya kita bisa ngomongin hal selanjutnya. Sesimple itu." tukas si rambut pendek. Irene menatap tidak percaya pada sang kekasih, dia mendengus geli setelahnya.
"Nggak sesimple itu, So Hee. Kamu aja nggak bisa ngehargain aku sebagai pacar kamu dan kamu berharap aku bisa semudah itu nerima permintaan kamu?"
"Said the one who spent her days with her ex when I'm not around." Pungkas So Hee. Mata Irene membulat sempurna, bagaimana gadis itu bisa tahu.
"Kaget? Sekarang aku tanya, siapa yang nggak bisa ngehargain pasangannya?"
Irene membisu. Ia menundukan kepalanya, tidak mampu menatap mata tajam milik sang kekasih. Ucapan So Hee terasa seperti tamparan yang membuatnya tidak dapat berkutik.
"Aku tau aku kalah banget kalau dibanding Seulgi, tapi setidaknya aku nggak segampang itu nyerah untuk pertahanin kamu dan hubungan kita." Perkataan So Hee membuat Irene mengangkat kepalanya. Ia menatap sang kekasih yang memberikan senyuman manis padanya. Aneh. Irene tidak merasakan apapun saat melihat senyum terindah pertama yang kekasihnya itu pernah berikan untuknya.
Jantungnya tidak berdebar dan pipinya tidak merona. Tidak seperti saat Seulgi yang melakukannya
Irene menghela nafas pelan. Ia terlihat sangat bingung karena belum tahu harus memberikan jawaban apa untuk gadis itu.
Di saat ia sedang berperang batin, ponselnya pun berdering. Dia sangat berterima kasih pada siapapun yang sudah menghubunginya dan membuatnya lepas dari suasana tidak nyaman tersebut. Ia pun mengambil ponselnya yang ada di saku celana lalu segera menerima panggilan tersebut saat dilihat nama Wendy lah yang muncul di layarnya.
"Halo Wen, kenapa?" tanyanya langsung. Untuk kesekian kalinya mata cantik itu melebar karena mendengar sebuah berita mengejutkan yang tidak ia duga.
"Seulgi kecelakaan?! Sekarang dimana?" tanyanya panik. Ia memegangi handle pintu, takut kakinya tidak kuat menopang tubuhnya karena terlalu lemas.
"O..oke gue ke sana." Ia berkata dengan mata yang berkaca-kaca. Panggilan singkat itu ia akhiri dan Irene langsung masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil kunci mobil. Dirinya terlalu kalut dengan berita kecelakaan sang mantan hingga melupakan keberadaan sang kekasih yang masih menunggu jawaban atas permintaannya tadi.
Setelah menemukan kunci mobilnya, Irene kembali keluar rumah. Ia sudah tidak memikirkan So Hee, kepalanya kini penuh dengan Seulgi dan segala macam hal buruk yang bisa saja terjadi pada gadis itu.
"Rene..." So Hee meraih tangan sang kekasih saat gadis itu akan melewatinya. Ia menahan si cantik untuk berhenti dan menatap lekat padanya.
"Kalo kamu pergi, kita selesai sampai di sini." Ancamnya dan membuat Irene terdiam di tempat.
![](https://img.wattpad.com/cover/306066031-288-k519284.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SR - MANTAN ✔
Fanfic- Sequel of "SR - PACARAN" - Semi Socmed AU - Contain Harshwords - GxG