13. MENGAPA TAK BAHAGIA?(Tentang mindset)

178 33 32
                                    

13.

         ❀𖤣𖥧𖡼⊱✿⊰𖡼𖥧𖤣❀

Arkha Bamantara

❤️

Saya ingin menuba indahnya kelopak matamu yang mampu membius

Bersamamu saya lupa apa itu ambisius. Bagimu senyum tulus adalah stimulus

Saya yang selama ini mabuk kepayang akan penghargaan
Luruh dan tunduk dalam kenyamanan akan indahnya rasa syukur

Tak terukur, meski tobat terulur
Tafakurmu yang membuat saya tergetar

Gentar tiba-tiba menjalar
Sadar seketika
Bahwa hidup hanyalah sebuah penggalan drama pendek
Yang belum tentu menang di akhir episode

❤️Untuk istri tercinta❤️

"Hayoo  -- bikin apa?" Arini tiba-tiba bertanya, seperti biasa dengan tangan langsung bergelayut manja di leher saya. Merengkuh saya dari belakang. Hingga pipi kami bersatu. Tanpa peduli saya yang gelagapan merinding ria dengan sikap romantisnya.

"Puisi ya?' celotehnya riang, memutar kursi saya dan langsung ...

Bugh!

Duduk di pangkuan saya. Tertawa manis melihat apa yang tertulis di kertas. Tanpa peduli saya yang menahan napas merasakan harumnya rambut ikal kecoklatannya yang tergerai. Aroma khas shampo produk Singapura dengan harga hampir seratus ribu untuk ukuran terkecil. Saya ingat perdebatan kecil kami tentang selera yang beda.

"Ya Ampun, Kak. Cinta produk Indonesia napa? Ngapain beli shampo segala?" omelnya dengan nasionalisme setinggi langit saat saya membelikan sesuatu yang saya anggap sederhana. Mumpung kami balik kampong. Masak tidak bawa apa-apa balik ke Indonesia?

"Kita beli yang butuh, Dek. Kemarin saya lihat rambut kamu rontok disisir."  tanggap saya kalem. Mungkin terlalu lama rambut Arini terbungkus hijab, mungkin tidak cocok shamponya. Arini sepertinya kurang peduli.

"Ya ampun, Kak. Rambut rontok perhari seratus lembar sekalipun wajar. Ntar juga tumbuh lagi." omel Arini. Saya saat itu memeluknya dari belakang, menciumi rambutnya.

"Gak boleh saya memanjakan istri saya? Saya ingin rambut istri saya indah dan hanya saya yang nikmati."

Rayu saya tanpa gombal. Arini tertawa manis. Sambil mengatakan saya gombal. Meraup wajah saya gemas. Mengamati botol shampo berwarna hijau dengan tutup gold itu.

"Emang kakak jadi berkurang cintanya kalau Arini jadi botak?" candanya konyol sambil ngakak, makin keras saat saya ikutan jawab konyol.

"Saya ikut botakin rambut biar jadi duo botak."

"Kayak upin ipin." tanggapnya dengan tawa riang. Saya ikut tertawa. Arini itu mudah sekali menghidupkan suasana. Beda dengan saya.

"Dapat sertifikat SGS dan HSA?"

Dia berguman. Saya mengiyakan. Apa pernah saya merekomendasikan sesuatu yang tidak bagus untuk istri saya? Sebisanya jelas ingin segalanya yang terbaik.

"Kandungannya jahe bentong, biji camelia, polygonum multiflorum." gumannya lagi, tetap nyaman di pangkuan saya dengan kursi yang dia goyang-goyangkan kala itu. Persis seperti saat ini. Saya tertawa saja. Melihat tingkah istri saya yang masih seperti adek kecil saya. Tapi selalu membuat saya palpitasi dengan hormon oktitosin yang meningkat tajam.

"Jahe itu bagus buat sirkulasi darah di kulit kepala ya, Kak? Jadi bisa cepet numbuhin rambut?" tanyanya saat itu tetap di pangkuan saya tanpa terusik walau saya memeluk perutnya. Tangan saya sudah melingkari perutnya.

ⓂⒺⓃⒹⒶⓀⒾ ⓀⒶⓀⒾ ⓁⒶⓃⒼⒾⓉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang