28. SIDANG ( 1 )

120 33 18
                                    

*28.

( A/n. Sebagian isi part ini fiksi.
Tidak bermaksud menyinggung apapun, siapapun, maupun lembaga manapun).
.
.
Arkha Bamantara
.
.
"Hiaaatt ...!!"

Cara terampuh untuk membabat stress adalah olah raga. Dan saya sedang melakukannya bersama istri saya, Arini. Meski bela diri yang kami kuasai berbeda, tapi dasarnya tetaplah sama.

Saya melakukan bakkat makki, tangkisan bagian luar yang mengarah ke tengah untuk menghadang serangan Arini.

Melakukan are makki, tangkisan bawah untuk  menangkis tendangan Arini. Cadar hitamnya berkibaran di papas angin dengan hijab lebar dan seragam silat warna hitam membuat dia seperti pendekar wanita yang tangguh.

Sejak kecil kami di didik di sekolah yang sama. Yang menjadikan bela diri sebagai ekstra kurikuler wajib, kota tempat kami tinggal di masa kecil kami juga penuh dengan perguruan silat. Jadi tak heran jika tekun berlatih bisa menjadi seperti sepasang pendekar.

Sidang yang di tunda karena Arabella pingsan begitu masuk persidangan membuat saya lega. Tapi kenyataan Arini tidak mundur dari kasus ini membuat saya kesal.

Saya gunakan elgo makki, saat Arini menyerang kepala saya. Saya sangat ingin bisa membuka cadarnya.

Ganti saya yang menyerang, saya lakukan chigi, sabetan.Teknik dasar yang saya gunakan untuk menyerang kepalanya adalah dungjumeok eolgul up chigi.

Tapi mata indah di balik cadar itu cukup jeli dan melakukan hindaran runduk, dengan cara merundukkan kepala.

Dia bisa lakukan hindaran lompat dengan cara mengangkat kaki saat saya menyerang bagian kakinya.

Lagi, saya menyerang bagian kepala dan tubuh bagian atasnya, dengan manis istri saya bisa melakukan hindaran condongan. Mata indah dengan bulu lentik itu ternyata jeli membaca tiap serangan saya.

Saya serang lagi yang memaksa dia menjatuhkan diri, melakukan hindaran rebah. Karena jelas dia akan kesulitan untuk bangkit kembali.

Sreeett!!

Dunia seakan melambat, yang ada hanya Arini istri saya yang rebah dan saya sudah di atasnya, dan tangan saya bergerak melepas cadar ikatnya.

Cadar mesir yang menggunakan purdah, kain berbahan sifon silky dua lapis, halus dan tidak mudah kusut itu tersingkap.

Seraut wajah jelita berkulit putih itu penuh dengan keringat, sama seperti saya.

"Saya menang, berarti sehari ini kamu harus menuruti semua permintaan saya." ucap saya dengan senyum puas, titik-titik keringat saya berjatuhan di dadanya. Senyum nakal saya dia balas dengan tawa renyah. Mata kami beradu, saya suka iris mata coklat terangnya. Dadanya turun naik tidak teratur, masih berusaha menyesuaikan diri usai bertarung dengan saya.

Dengan tangannya dia mendorong dada saya, membuat saya rebah di sisinya. Di atas rumput hijau tebal.

Kami sama- sama rebah di atas rumput manila. Salah satu jenis rumput taman yang saya tanam sendiri di halaman belakang  sempit rumah Arini.

Saya sengaja memilih jenis rumput berkualitas tinggi, berwarna hijau pekat, memiliki kekuatan dan elastisitas yang tinggi dan tahan pijakan kaki. Biasanya untuk lapangan sepak bola. Tapi sengaja di sini kami pakai untuk latihan bela diri.

Langit di atas sana biru membentang, warna yang berasal dari sinar matahari yang mencapai atmosfir bumi dan tersebar ke segala arah oleh gas dan partikel di udara itu memukau mata.

"Minta apa, Sayang?"

Tiba-tiba Arini di atas kepala saya, tatap matanya yang menantang membuat jantung saya palpitasi tidak karuan. Mencintainya sejak kecil tak memupus rasa itu hingga kini. Bahkan bertambah besar. Semakin lama saya mengenalnya, sebanyak itulah rasa cinta saya padanya.

ⓂⒺⓃⒹⒶⓀⒾ ⓀⒶⓀⒾ ⓁⒶⓃⒼⒾⓉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang