Village

534 51 0
                                    

Song : Put Your Head on My Shoulder

Tidak seperti novel-novel yang sering dibacanya. Dimana pemeran utama laki-laki dan perempuan pernah bertemu di masa kecil dan mereka jatuh cinta. Catherine bahkan sama sekali tak mengingatnya. Seharusnya jika cerita itu benar, dirinya akan ingat kapan itu terjadi. Namun, seolah-olah ada sesuatu yang mengaburkan ingatan itu. Ia sama sekali tak mengenal lelaki ini di masa lalu. Sayangnya ia juga tak bisa melihat kebohongan di mata lelakinya.

"Sudah kubilang kau tak akan mengingatku, " bisiknya kecewa.

"Ouh.. Maafkan aku, " Catherine tak mengerti kenapa ia harus meminta maaf, tetapi ia merasa harus mengatakan hal ini

Arkhan sengaja menghentikan ceritanya. Ia ingin melihat respon gadis itu yang ternyata benar-benar tak mengingat. Kejadian yang terjadi selanjutnya, ia memilih diam. Mungkin memang lebih baik gadis ini tak mengingat nya.

"Kau sudah mengantuk, tidurlah.. " ucap Arkhan kemudian Catherine tenggelam dalam pelukannya.

Arkhan masih sulit menjaga detak jantungnya agar normal. Berada di samping gadis ini membuatnya gila. Apalagi jauh, dia pasti akan jauh lebih gila.

"Apa kita tak bisa melakukan itu? " ucap Arkhan sambil menahan geramannya.

"Tidak! Sampai aku menemukan kejelasan identitas ku! " Catherine berucap tegas.

Ia tak bisa memaksa gadis ini. Arkhan sangat menghormatinya. Apapun yang ia inginkan akan dituruti. Sudah bertahun-tahun ia menunggu gadis itu, jika hanya memberikan waktu beberapa bulan lagi tentu tak masalah kan. Daripada ia akan kehilangan kepercayaan gadis ini selamanya.

Malam itu, matanya tak bisa terpejam. Meskipun ia memaksakan dirinya. Gadis ini adalah godaan terbesar yang ia harus hadapi.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Esok harinya

Daerah penginapan ini cukup dekat dengan Edenburgh, kerajaan milik King Marcus. Mereka benar-benar berada di kandang musuh saat ini. Betapa lelaki itu masih bisa tenang sambil memainkan rambut gadis yang terlihat resah.

"Jadi kalian ke sini tanpa persiapan apapun, asal lari begitu saja. Uang? Emas atau apapun itu, kalian tak membawanya? Jadi perjalanan tiga hari itu hanya kalian bertiga apa kalian bahkan makan?" ucap Catherine tak habis pikir dengan pemikiran laki-laki itu.

"Eren sepertinya membawa uang," ucap Arkhan santai.

"Sudah habis yang mulia, kemarin anda memintanya untuk membayar penginapan. Dan baju-baju ini" Eren menegaskan.

"Sepertinya tentara Marcus sebentar lagi mengetahui keberadaan kita," ucap Keith sambil melihat jendela.

"Kita akan menyamar, karena masalahnya aku tak hafal mantra mengubah diri! Sekarang aku tak bisa berubah," ucap wanita itu murung.

"Yah, tinggal dirimu yang kelihatan sangat mencolok sayang. Kami sudah biasa menjadi orang biasa," bisik Arkhan.

Mereka mulai keluar dari penginapan.

"Pakai ini," ucap Arkhan sambil memberikan sebuah topi yang entah diambilnya dari mana.

"Kenapa? pakaian ini sudah sangat sederhana."

"Lihatlah wajah, kulit, dan rambutmu nyonya," ucap Eren.

"Kau sama sekali tak bisa tampak menjadi wanita biasa dengan kecantikan itu, pakai ini, setidaknya untuk menutupi aura kebangsawananmu, kita tetap tak akan pernah terlihat serasi sebagai pasangan aku tetap seperti pengawal rendahan di sisimu," sambil merapikan topi.

"Hah?" wanita itu menatap heran lelaki tegap di hadapannya. Bagaimanapun aura seorang Raja tetap menguar meski tubuhnya berlapis pakaian sederhana. Setidaknya itu di mata wanita ini. Lelakinya masih tampak tampan berpakaian apapun.

"Sayang, lihat dirimu juga. Kau masih sangat tampan bahkan dengan pakaian ini. Bagaimana bisa kau berucap seperti itu," ucap wanita itu sambil mengelus wajah suaminya. Catherine ingin meluluhkan hati pria ini.

Arkhan tak menyangka istrinya akan memujinya seperti ini. Jantungnya tiba-tiba makin bedebar sementara wajahnya tetap berusaha datar.

"Uhm, saya akan kembali bersama Keith untuk mengalihkan perhatian mereka, sementara anda berdua bisa sembunyi dulu ke desa ini. Nenek saya tinggal di sana, tunjukkan saja tulisan ini," ucap Eren.

"Saya mau mengawal yang mulia!" Keith menolak.

Sementara Arkhan dan Eren menatap lelaki itu tajam. Memberikan kode supaya diam. Tidak tahu saja dia bahwa ini adalah akal-akalan Arkhan untuk bisa berdua dengan Catherine. Wanita itu terlihat tak memahami bisik-bisik dan kode-kode mereka. Hanya bersikap santai sambil membetulkan topinya.

"Uhm, kalau begitu kami pergi dulu." ucap Eren sambil menyeret Keith.

Sementara Arkhan dan Catherine mulai berjalan-jalan di sepanjang desa. mereka terlihat seperti sepasang bangsawan yang menikmati liburan. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang saling mencintai.

"Umm, masalah Marcus bagaimana sayang?" ucap Catherine penasaran.

"Sudahlah jangan bahas lelaki lain saat kita berdua. Sekali lagi jangan sebut nama dia!" Arkhan terlihat dongkol.

"Tapi, bukannya kita di sini untuk menghindari Marcus?"

"Stop sayang, cup.." lelaki itu mengecup bibir kekasihnya pelan.

Mereka sampai di sebuah rumah tua dengan ornamen sederhana. Rumah bercat putih gading dengan halaman sempit itu akan menjadi tempat mereka tinggal.

'Sial, dia bilang rumahnya sangat bagus dan cocok untuk bangsawan! Eren akan ku bunuh kau setelah ini!' Arkhan mengumpat dalam hati.

"Apa kita langsung kembali saja? Aku tak mau kau harus terpaksa tinggal di sini!"

"Apanya yang terpaksa, kita sudah berjalan sejauh ini. Masuk lah ayo," wanita itu sudah menemui sang nenek yang tengah menyiram di halaman.

Sang nenek sangat baik bahkan meminta mereka tinggal lebih lama. Mereka dipersilahkan masuk dan ditunjukkan sebuah kamar.

"Siap untuk bersih-bersih!" ucap Catherine semangat.

"Sayang, kamu duduk saja ya. Biar aku," ucapan lelaki itu dipotong kecupan tepat di bibir.

"Ini kehidupan kita berdua. Jadi yang harus berkorban bukan hanya kamu suami," Catherine mulai membawa barang-barang yang tak terpakai keluar.

Beberapa jam kemudian....

"Akhirnya selesai!" Catherine mulai kelelahan dan bersandar di tubuh sang suami.

"Kamu mau mandi dulu? "

Hari sudah gelap dan kamar mandi terpisah dari rumah. Catherine merasa takut di kamar mandi yang terlihat mengerikan itu.

"Sayang aku takut. Mengapa tak mandi berdua saja?"

"Uhukk.." Arkhan terbatuk ketika mendengar ucapan istrinya.

Nyatanya ekspetasi tak seindah realita. Hal yang dibayangkan adalah mandi berdua dengan wanita ini. Nyatanya dia disuruh menunggui di luar karena kamar mandi yang sempit.

Catherine selesai dan keluar. Ia tidak menemukan lelaki itu di sana. Kemana suaminya pergi? Malam sudah tiba ketika suara jangkrik menegaskan semuanya. Di sini sangat gelap, hanya beberapa obor yang menyala.

Tidak ada satupun orang di luar. Catherine baru sadar, bahwa setiap rumah di tempat ini memiliki sesajian juga untaian bunga aneh. Seolah-olah mereka menganut sebuah kepercayaan kuno, pasti ada kisah di baliknya.

Tiba-tiba muncul segerombolan orang berpakaian mencolok. Mereka menabuh kendang dan menari. Menyanyikan lagu-lagu pujian aneh. Mereka semacam kaum gipsi yang sering ia baca di buku-buku.

Bukan hanya itu, di kehidupan sebelumnya. Kaum gipsy tiba-tiba datang ke kerajaan mereka. Entah perjanjian apa yang dibuatnya dengan sang raja. Catherine merasa tak beres.

Sesosok makhluk besar muncul di belakang nya.

"Argh! " Catherine hampir melompat.

"Sssttt... " bisik Arkhan lembut.

Mereka bertatapan seolah menemukan kesamaan. Diam diam mengawasi kaum gipsi dari dekat.

Bersambung....

Vote sayy

The King Lady (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang