The Murderer

413 48 0
                                    

Music: Crush-Cigarette Ater Sex

Dalam posisi itu, Catherine menahan napas. Ia terkungkung tubuh tegap lelakinya. Aroma maskulin whiskey menguar membuat dirinya merasakan hal lain. Sesuatu yang sangat ingin ia lakukan ketika menatap bibir penuh itu. Ciuman yang menggairahkan.

Warga desa tidak ada yang keluar. Mereka seolah-olah bersembunyi dan hanya mengintip dari jendela-jendela kecil. Sementara segerombolan kaum gipsi masih berkeliling dan menarikan tarian-tarian aneh. Catherine mulai berpikir, bahwa tempat ini tak aman. Namun, dimana tempat yang aman? Bahkan di dalam kerajaan juga masih berpotensi terdampak kekacauan.

Perempuan itu mulai menyadari, bahwa dia tak akan bisa lari dari takdirnya. Dia akan tetap memiliki darah hutan dan penyihir adalah orang yang mengincar dirinya kapanpun dan dimanapun. Sejauh apa dia lari, dia akan tetap menemui masalah. Jadi poinnya adalah bukan melarikan diri dari masalah, melainkan ia harus bisa menyelesaikan masalah tersebut. Mungkin dengan beberapa bantuan.

"Apa yang mereka lakukan, " bisik gadis itu sambil menatap fokus bibir lelakinya.

"Kebiasaan mereka, kau tau mereka kaum pengembara, " ucap lelaki itu seolah ia sendiri sangat mengenal kaum gipsi.

Catherine hanya memandang sekilas dan memilih melepaskan diri untuk masuk rumah. Dia sebenarnya tak tertarik dengan itu. Mungkin salah satu perempuan gipsi itu adalah mantan kekasih suaminya. Melihat lelaki itu sangat fokus memperhatikan mereka.

"Nenek kemana?" ucap Catherine celingukan ketika dia masuk ke rumah.

Suaminya sedang mandi setelah pengamatan mereka di balik semak-semak menonton tarian kaum gipsi. Laki-laki itu belum keluar sampai sekarang. Nenek pun tak ada di rumah. Catherine merinding melihat obor yang berkedip-kedip di sudut ruangan. Rasanya ia ingin lari. Rumah ini ketika malam terasa sangat gelap, tidak ada sihir lampu seperti di kerajaan. Desa yang masih begitu jauh dari keramaian kota, seolah tidak ada kehidupan setelah malam tiba.

Buru-buru gadis itu masuk kamar. Ia duduk di tempat tidur dan mengeringkan rambutnya. Rasanya malam begitu sepi dan suasana begitu dingin. Apa yang sebenarnya Catherine cari dari kehidupan ini? Benarkan dia ingin usia yang lebih panjang. Namun, apa berartinya usia ketika kehidupan hanya kekosongan seperti ini.

Di kehidupan yang lalu, dia menjadi begitu takut pada apapun. Menutup diri dari dunia dan merasa aman hanya tiduran di kamar seharian. Ia jalani kehidupan seperti itu selama dua tahun. Namun, pada nyatanya kenyamanan dan keamanan itu hanyalah bayangan yang sengaja ia ciptakan.

Dunia luar masih kejam dan bodohnya saat itu dia memilih untuk tak mengerti apapun. Takut keluar dari situasi nyamannya, yang pada akhirnya ia tetap mati terbunuh. Bahkan lebih menyakitkan karena ia tak pernah tahu apa alasannya.

"Catherine, this is your end," bisik lelaki jangkung di depannya.

Tampak seorang perempuan dengan gaun putih polos dan rambut yang dibiarkan tergerai. Wajahnya begitu pucat tetapi itu tak mengurangi aura kemurnian alami gadis itu. Dia adalah Cathrine yang berusia 27 tahun. Bersimpuh di depan suaminya yang akan mengakhiri hidupnya di atas sebilah pedang.

Selama ini Catherine tak bisa melihat dengan jelas wajah lelaki itu. Namun malam ini ia bisa melihat dengan sangat jelas. Bagaimana sorot itu tampak begitu menakutkan. Sosok yang berwajah serupa suaminya itu menatapnya tajam, warna matanya berubah merah menyala. Muncul taring di bibirnya dan wajahnya terlihat terbakar mengerikan. Itu adalah penampilan sebelum semuanya menjadi gelap.

Crashh....

Suara pedang bergema..

"Akkk..." Catherine terbangun dan menemukan wajah suaminya tepat di depan wajahnya.

Ia merasa ketakutan dengan penampilan itu, mata perempuan itu melotot terkejut seolah-olah melihat iblis. Napasnya terengah-engah. Ia mundur panik.Kemudian lelaki itu memberinya minum dan memeluknya. Tidak bisa dipungkiri, tubuhnya masih bergetar karena takut.

Arkhan menemukan istrinya bermimpi dan memanggil namanya. Ia merasa istrinya menemukan sesuatu dalam mimpi tersebut. Ini tidak bisa di biarkan. Wajah lelaki itu mengeras meskipun tubuhnya mencoba memberikan ketenangan, tetapi nyatanya hatinya sendiri tak tenang.

"Sayang, apa yang kau lihat?" ucap lelaki itu sembari mengelus wajah mungil di depannya.

Catherine hanya diam. Apakah dia akan menceritakan kejadian ini pada lelaki yang membunuhnya sekali. Dia sebenarnya takut. Wajah itu tergambar jelas di matanya. Kulit yang terbakar seolah-olah dia dikirim dari neraka.

"Aku bermimpi buruk hiks, aku tak bisa menjelaskannya, itu sangat mengerikan,"

"Ya sudah, makan dulu," ucap lelaki itu lembut.

Entah mengapa Catherine merasa aneh dengan sikap suaminya. Apa ini hanya karena mimpi buruknya dan ketakutan-ketakutannya sendiri. Bukankah sangat tidak adil memperlakukan seseorang berdasarkan mimpi. Dia akan dikatai orang gila!

"Yang mulia, nenek kemana? Tadi siang aku melihatnya menanam bunga di halaman belakang. Tapi setelah aku mandi dia tidak ada," ucap Catherine sambil mengunyah semangkuk mie.

"Apa mie nya enak? Aku takut itu tak sesuai dengan seleramu," ucap lelaki itu.

"Suami! Nenek kemana?" ulang Catherine pelan.

Tidak ada jawaban...

"Kamu jangan mengalihkan pembicaraan."

"Aku juga tak tahu, kenapa bertanya padaku," balas lelaki itu datar.

Perempuan itu mengerenyitkan alisnya heran. Tak biasanya lelaki ini bersikap begini. Apa dia kelelahan karena menggendongnya seharian sampai sini. Yah memang jalanan tadi sangat mengerikan, kereta bahkan tak bisa melewati jalan itu. Namun, mereka pikir tempat ini aman dan jauh dari jangkauan Marcus.

"Sampai kapan kita di sini?" bisik wanita itu di samping suaminya.

"Sampai...entahlah," jawabnya ragu-ragu.

Kriet....

Suara pintu terbuka

"Itu nenek?" ucap Catherine.

"Tak mungkin," balas suaminya.

Tidak ada tanda-tanda seseorang akan masuk. Namun Catherine bisa melihat cahaya misterius menerobos melewatinya. Ini bukan hantu kan? Membayangkan wajah suaminya yang ada dalam mimpi saja sudah cukup membuat ia lari. Apa lagi sekarang?

Catherine menatap pintu yang terbuka. Di sana tidak menampilkan siapapun.

"Sayang, aku takut, " bisik wanita itu.

"Tak apa, ini hanya angin. Lihat, pintunya bahkan sudah rusak, " ucap Arkhan sambil menutup kembali pintu tersebut.

"Aku mau ke belakang, " ucap Catherine.

Arkhan mencoba mencegahnya, tetapi Catherine memaksa. ia sebenarnya hanya ingin mengecek dimana nenek berada. Ini sudah malam, apa dia tak tidur di rumah? Dia ingin membuka kamar mandi. Tapi takut.

Suara air...

"Tok.. Tok.. Nek? Nenek di dalam? "

Hanya terdengar air mengalir tanpa jawaban. Tiba-tiba aliran air keluar mengenai sandalnya. Sesuatu pekat, sial itu bukan air ketika Catherine mendekatkan obornya.

"Darah!! Arkhan... Sini cepat.... "

Arkhan mendekati istrinya. Kemudian pintu dibuka. Dan tampaklah sesosok nenek tua yang terbujur bersimbah darah. Setelah di cek, ternyata dia sudah mati.

Catherine diam. Ketika tubuh itu diangkut menuju tempat mereka melakukan ritual. Anehnya tiba-tiba muncul sosok lelaki yang membawa pisau persis dengan apa yang digunakan untuk menikam nenek. Seolah dia ada di sana untuk menujukan kejahatan nya pada semua orang.

Catherine tak percaya. Darahnya semakin dingin ketika melihat noda darah, meski hanya dua titik. Di baju sangat suami. Dia pikir tadi karena saus, tapi mereka tak punya saus.

Apa alasannya melakukan hal ini? Catherine harus mengerti.

Bersambung

Vote yuk❤

The King Lady (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang