21

297 47 5
                                    

"Hinata, aku dan tenten akan menikah besok. Maaf mendadak sekali memberitahumu. Acaranya akan di gelar di rumah tenten. Setelah itu, tenten akan ikut aku keluar kota. Kami akan tinggal berdua disana. Maaf jika aku belum bisa jadi kakak yang baik untukmu. Aku dan tenten sangat mengharapkan kedatangan mu."

Begitulah isi pesan teks yang di kirim oleh neji. sementara itu, Hinata hanya bisa membacanya dengan hati yang sendu. Andai saja neji tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tentang pengorbanannya yang selama ini ia tutupi.

"Kakak..." Tanpa sadar matanya meneteskan air. Hinata membaca pesan tersebut bersamaan dengan kepalanya yang memutar semua memori masa lalunya bersama sang kakak.

Andai hinata bisa, ingin sekali ia memutar waktu dan kembali ke masa kecil di saat semua tak serumit saat ini. Masa dimana ayahnya masih hidup dan kasih sayang yang selalu ia dapatkan.

Di banding dengan sekarang. Semua terasa berbeda. Apalagi kini hubungannya dengan neji tak sedekat dahulu. Merenggang begitu saja sejak semua masalah ini bermula. Begitu pula dengan tenten. Hanya sesekali mengirim pesan teks untuk menanyakan bagaimana rumah tangganya bersama tobirama. Sekedar bertanya namun bukan untuk peduli.

Sungguh Ironi sekali. Tenten yang menggali lubangnya. Namun, hinata yang harus menutupinya. Jika saja yang ada dalam perutnya bukanlah anak dari neji. Hinata tak akan mau melakukan ini. Belum lagi dengan neji yang tak ingin menikahi tenten jika hinata sendiri belum menikah. Terdengar seperti keputusan egois tanpa dasar apapun.

Hinata memang kecewa. Namun, ia tetap bahagia mendengar sahabat dan kakaknya yang segera bersanding di pelaminan. Memulai kehidupan baru mereka yang mungkin jauh lebih indah di bandingkan dirinya dengan tobirama.

....

"Tobirama" Hinata memanggil suaminya yang kala itu keluar dari kamarnya. Sambil menenteng tas dan membetulkan dasinya, ia menoleh ke arah hinata yang saat itu memanggilnya dari arah ruang tengah.

"Emm?" Sahutnya tanpa sepatah kata

"Bisakah besok kita pergi bersama ke acara pernikahan kakakku?" Tanyanya dengan lembut.

"Cih! Kau bilang tak mau bicara lagi denganku. Sekarang malah pasang wajah memelas seperti itu. Apa kau tidak malu?" Balas tobirama.

"Apa kau bilang? Aku bukan memelas. Aku hanya bertanya dan kau tinggal menjawabnya. Tak perlu mengungkit-ungkit masalah yang lain" Ucap hinata yang mendekati suaminya dengan raut wajah kesalnya.

"Baiklah. Tapi, sayangnya aku tidak bisa. Besok aku ada pertemuan dengan calon manager baruku" Jawabnya santai.

"Manager baru? Ada apa dengan minato?" Tanya hinata lagi.

"Dia ku tugaskan untuk mengawasi perusahaan ku yang lain. Jadi, bagaimana? Apa rasa penasaran mu sudah puas?" Tobirama menanyai balik hinata.

Seketika wanita itu terdiam. Ternyata hinata tak lebih penting daripada urusan bisnisnya. Tobirama melanjutkan langkahnya namun seketika di hentikan lagi oleh sang istri.

"Tapi..." Ucap hinata hendak mengumbuhkan kalimat lagi.

"Tapi apa lagi?" Tanya tobirama kesal.

"Emm.. Tapi, Kakak pasti akan bertanya padaku jika kau tak datang bersamaku." Jelas hinata seakan memohon agar tobirama mau menurutinya.

Tapi sayang, tobirama tetap dalam pendiriannya. Ia hanya tersenyum miring lalu berkata "jawab saja kalau aku sedang berada di luar kota." Ucapnya sambil terus berlalu pergi. Ia sama sekali tak memperdulikan hinata yang masih berdiri mematung di ruang tamu.

Hinata hanya bisa menghela nafas besar. Meredam kekesalannya pada tobirama dan menutup mulutnya rapat-rapat. Akhirnya Ia membiarkan lelaki itu pergi begitu saja. Sadar karena Tak ada yang perlu ia bicarakan lagi dengannya. Jika ia terus mengimbangi mulut lelaki itu. Bukan jawaban yang ia dapatkan. Melainkan kalimat yang hanya akan melukai hatinya sendiri.

TOBIHINA - PERNIKAHAN, BALAS DENDAM DAN PENGORBANAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang