Beberapa hari kemudian. Tak ada kabar dari itachi tentang pertunangannya. Begitupun juga hinata yang tak berusaha untuk mencari tahunya. Bahkan sejak malam itu, tenten selalu menemani hinata dengan menginap di rumah gadis bersurai indigo itu. Ia khawatir terjadi sesuatu pada hinata semenjak malam dimana itachi datang ke rumahnya beberapa waktu lalu.
"Tenten, kau sudah pulang? Tak seperti biasanya. Kau pulang satu jam lebih awal hari ini." Sapa hinata yang bertanya-tanya saat melihat sahabatnya itu sudah pulang dari kerjanya. "Emm, iya. Beberapa asisten mendapatkan potongan jam kerja untuk hari ini." Jawab tenten sambil berlalu masuk ke dalam kamar neji. "Emmm" Hinata hanya menggumam melihat tingkah sahabatnya yang seakan menyembunyikan sesuatu.
Setelah itu, hinata memasak makanan malam berupa mie ramen dan juga ayam teriyaki spesial untuknya dan tenten. Setelah semua sudah matang dan siap dihidangkan. Hinata tak lupa memanggil tenten yang sedari tadi belum keluar dari kamar neji bahkan untuk sekedar membersihkan badannya.
"Tenten, ayo kita makan. Apa kau tidak lapar? Aku sudah siapkan beberapa makanan kecil. Keluarlah!" Panggil hinata dengan suara lembutnya. "Iya, sebentar lagi aku keluar." Jawab tenten yang terdengar sangat pelan dari dalam kamar tersebut.
Tak lama kemudian tenten pun keluar dari kamar dan menghampiri hinata yang sudah menunggunya di kursi meja makan. "Astaga tenten. Kau kenapa? Wajahmu pucat sekali. Apa kau sedang sakit?" Hinata dengan spontan merangkul temannya yang terlihat kurang sehat saat itu.
"Tidak. Aku hanya lelah saja." Jawab tenten dengan suara lirih. Tubuhnya seakan tak bertenaga saat hinata membantunya duduk di kursi. "Kau makan lah. Aku akan memberitahu ibumu kalau kau sakit" Ucap hinata sambil mendekatkan beberapa mangkok makanan ke depan tenten.
"Jangan hinata! Jangan lakukan itu. Aku tak apa-apa. Sungguh. Setelah makan aku pasti akan membaik" Pinta tenten yang melarang hinata untuk tidak menelepon ibunya. "Emm... Baiklah kalau begitu. Kau makanlah yang banyak" Jawab hinata menuruti sahabatnya tersebut.
Akhirnya hinata pun kembali duduk di kursinya untuk menyantap ramennya. Namun, saat ia hendak memakan suapan pertamanya. Tiba-tiba tenten memutahkan makanannya.
"Huweeekkkk... Huwekkkk...." Gadis itu memegangi perutnya sambil berjalan sempoyongan ke arah wastafel di dekatnya. Ia memutahkan semua makanan yang ada di mulutnya. Hinata pun sontak membantu sahabatnya tersebut. Ia menghampiri tenten dan mengelus lembut punggung gadis tomboy itu. "Pelan-pelan tenten. Muntahkan saja kalau kau tak suka. Tak apa, muntahkan!" Katanya.
"Maafkan aku hinata. Aku tak bermaksud menghina makananmu. Tapi, perutku terasa mual sekali. Huweeekkkk..." Kata tenten yang tak enak hati pada sahabatnya itu. "Tak apa. Kau mungkin kelelahan atau mungkin masuk angin." Hinata tampak memaklumi kondisi tenten kala itu. Ia kemudian membantu tenten untuk berjalan menuju kamar neji.
"Duduklah. Akan aku ambilkan minuman hangat untukmu" Kata hinata sambil mendudukkan tenten di tepi ranjang empuk milik kakaknya itu. Tenten hanya diam mengangguk dan beberapa saat kemudian hinata datang membawa air hangat, roti dan juga obat.
"Ini. Makanlah sedikit sebelum kau meminum obatnya" Perintah hinata pada tenten. Gadis bercepol dua itu meraih rotinya dengan ragu-ragu. Ia merobek bungkusnya dan membuka mulut. Namun, siapa sangka. Rasa mual kembali datang sehingga membuatnya menjatuhkan roti itu.
"Huweeekkkkk... Huweekkkkk.."
"Astaga. Sepertinya kita harus ke dokter, tenten. Ada yang salah pada dirimu." Ucap hinata dengan wajah yang penuh dengan kekhawatiran. "M-maaf hinata. Sepertinya aku tak bisa menelannya. Perutku terasa aneh" Jawab tenten dengan wajahnya yang semakin pucat."Sudah-sudah. Ayo sekarang persiapkan dirimu. Kalau kau tak mau aku menelepon ibumu. Kau harus menurutiku untuk pergi ke dokter." Hinata yang mengkhawatirkan kondisi gadis di depannya itu tampak menggertaknya agar mau berobat ke dokter. Tenten pun tak kuasa melawan. Dari pada hinata menelepon ibunya. Lebih baik dia pergi ke dokter saja, batin tenten.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOBIHINA - PERNIKAHAN, BALAS DENDAM DAN PENGORBANAN.
RomanceKetika dua insan terjebak dalam sebuah pernikahan yang hanya di dasari oleh kepentingan masing-masing pihak. Hari-harinya selalu di penuhi dengan sandiwara dan perjuangan agar mampu membiasakan diri seatap dengan orang yang sama sekali tidak keduany...