Hari itu begitu sepat bagi hinata. Meski cuaca begitu cerah di luar. Namun, wanita itu terlihat tak begitu bersemangat menjalani harinya.
Segelas kopi ia seruput dengan mukanya yang masam. Perempuan itu bersandar di pintu halaman belakang rumahnya. Terlihat secarik kertas kecil ia genggam di tangan kirinya.
Benar-benar kesal! Hinata tak menyangka jika akan di tinggal suaminya pergi keluar kota begitu saja tanpa pamit. Hanya meninggalkan sepucuk surat menyebalkan untuknya.
"Apa-apaan dia? Enak sekali pergi begitu saja tanpa aku? Sedangkan aku? Aku tak bisa keluar rumah tanpanya. Ini tidak adil!" Hinata menggerutu sendiri setelah merasakan seteguk kopi di tenggorokannya.
Wanita itu lalu masuk ke dalam rumah dan meninggalkan surat kecil itu begitu saja di atas granit mini barnya.
"Aku pergi dulu! Maaf jika tak mengabari mu sebelumnya. Aku pergi bersama kakak. Tenang saja, aku akan segera kembali" Tulis tobirama dalam surat itu.
Hinata lalu keluar dan berniat untuk menyirami bunga-bunga yang baru ia datangkan beberapa hari lalu untuk mengisi taman depan rumahnya. Namun, Saat ia memutar keran air. Tak sengaja ia mendengarkan pembicaraan para penjaga. Salah satu dari mereka rupanya sedang berbicara dengan tobirama.
"Baik pak! Akan kami pastikan beliau tidak akan meninggalkan rumah selama anda belum kembali." Jawab salah satu penjaga tersebut.
Hinata seketika mengernyitkan dahi. Ia paham jika yang dimaksud "beliau" Oleh sang penjaga itu adalah dirinya. Maknanya, hinata tak akan bisa meninggalkan rumah selama tobirama belum pulang.
"Cihhhh...." Hinata mendecih.
Ia mematikan kerannya dan kembali masuk ke dalam rumah. Bunga yang harusnya ia sirami saat itu juga. Kini harus kembali bersabar karena sang majikan sudah tak berselera lagi untuk menyiraminya.
*hinata menelepon suaminya.
"Kenapa harus melarangku pergi keluar rumah? Sedangkan kau bisa berkeliaran bebas di luar sana?" Tanya hinata kesal.
"Memangnya kau mau kemana? Kau bisa meminta mereka untuk pergi jika ada sesuatu yang kau inginkan. Itu jauh lebih baik untukmu" Jawab tobirama datar.
"Apa katamu? Lebih baik untukku? Kau pikir aku tak ingin jalan-jalan juga sepertimu, ha?" Tiba-tiba hinata keceplosan. Ia terdengar seperti anak kecil yang marah saat tak di ajak pergi oleh ayahnya.
"Lalu? Kau pikir aku sedang liburan? Aku ini bekerja. Baiklah, kalau kau jengkel padaku karena aku tak mengajakmu. Sepulang dari sini kita agendakan untuk pergi berdua." Timpa tobirama.
Hinata menganga, "ha? T-ta-tapi..." Hinata kehabisan kata-kata saat dirinya ketahuan merengek pada sang suami.
"Jaga dirimu baik-baik. Nanti ku telepon lagi" Tutup tobirama.
Tuuuuutttt.....
"Aduhhh.... Kenapa jadi begini?" Risau hinata yang merasa malu kala itu.
Ia tak ingin membuang-buang waktunya lagi. Wanita itu seketika mengais handuk mandinya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya meski sudah kesiangan.
Selang beberapa waktu. Setelah hinata selesai mandi dan mematikan gemericik air showernya. Ia lalu membuka lemari untuk memilih baju yang akan ia kenakan. Namun, tiba-tiba sebuah pin kecil jatuh menggelinding begitu saja ke kakinya.
Hinata merunduk untuk mengaisnya. Ia lalu mengamati benda tersebut. "ini... Terlihat seperti...." Hinata berpikir keras untuk mengingatnya.
"Astaga.... Ini pin yang ada di hoodie milik yahiko. Aku harus segera meminta maaf padanya. " Tiba-tiba hinata panik saat ingat bahwa ia telah membuang hoodie yahiko kemarin lusa.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOBIHINA - PERNIKAHAN, BALAS DENDAM DAN PENGORBANAN.
RomantiekKetika dua insan terjebak dalam sebuah pernikahan yang hanya di dasari oleh kepentingan masing-masing pihak. Hari-harinya selalu di penuhi dengan sandiwara dan perjuangan agar mampu membiasakan diri seatap dengan orang yang sama sekali tidak keduany...