Jeno...
Terimakasih telah membuatkua mengerti rasanya dicintai, selanjutnya giliranku untuk membalas semua cinta yang kau beri.
Tapi, apakah bisa aku melakukannya sebaik kamu?
Tapi percayalah, perasaanku ini ada nyatanya. Hanya saja aku masih mencari caraku dalam mencintaimu.
.
.
Di dalam ruangan rumah sakit yang berisi enam pasien rawat inap, Sungchan merengek pada Minjeong untuk diantar pulang. Lelaki ini sekarang terlihat seperti bayi berumur satu tahun, yang sedang merengek pada mamanya minta di berikan susu asi. Meskipun terlihat gemas tapi bagi Minjeong hal ini menyebalkan, juga membingungkan.Disatu sisi dirinya ingin menepati permintaan Jeno, setelah Minjeong sadar bahwa kekasihnya itu lelaki terbaik yang akan jadi tambatan terakhirnya. Namun melihat Sungchan yang tengah pincang dengan kaki kiri itu tentu membuat iba, layaknya sebagai manusia pada umumnya apalagi dia juga sahabatnya.
Akhirnya Minjeong menuruti Sungchan, daripada mengulur waktu hingga larut Minjeong memutuskan untuk mengalah. Bersama gelapnya malam, Minjeong mengantar Sungchan di rumah yang lelaki sewa, sebab rumah keluarganya cukup jauh dari kampus. Sehingga diapun dibiarkan tinggal sendiri, disebuah ruangan yang hanya memiliki satu kamar, satu kamar mandi, satu ruang kosong, dan langsung berhadapan dengan dapur. Bisa dibilang tempat ini lumayan bagus untuk anak rantau seperti Sungchan, tapi jika dilihat dari sudut pandang keluarganya yang lumayan berada ruangan ini mungkin hanya cukup menjadi walking closetnya.
"Jangan pulang dulu! Aku mau bicara sama kamu" pinta Sungchan setibanya mereka dikediaman lelaki itu.
Suasana tampak sepi disana, saking sepinya sampai terdengar suara dedaunan jatuh bersama angin dan dinginnya malam yang menusuk. Sampai detik ini Minjeong belum memberitahu Jeno tentang keberadaannya, padahal ia dapat merasakan juga getaran ponselnya yang bisa jad itu datang dari kekasihnya.
Sungchan mengajak Minjeong duduk di atas lantai yang diselimuti karpet bermotif catur itu, begitu duduk dinginnya malam pun hilang berganti dengan rasa hangat setelah telapak tangan Sungchan memegang lengan Minjeong dengan tenaga yang cukup lembut.
"Aku masih suka sama kamu" kata Sungchan sambil memberikan tatapan yang penuh arti kepada Minjeong, perempuan yang duduk di depannya itu.
Mendengar itu dahi Minjeong langsung mengerut, "Tapi aku semakin suka Jeno" balasnya dengan tegas. Tak nampak sedikit keraguan meski setitik di ujung bibirnya, karena memang itu yang ia rasakan setelah matanya benar-benar terbuka dengan semua perilaku baik Jeno.
"Yakin?" Tanya Sungchan penuh penekanan diikuti matanya dengan kepala sedikit menunduk.
Minjeong menghela napas sambil kemudian menyingkirkan tangan Sungchan yang masih memegang lengannya, "ya, dia terbaik. Aku belum pernah bertemu dengan laki-laki yang sabar dan penyayang seperti Jeno"
"Tapi aku juga begitu. Aku juga sabar dan penyayang. Selama kita pacaran, apa pernah aku marah sama kamu? Cemburu saja aku nggak pernah bilang. Dan Jeno malah sepertinya sering marah sama kamu perkara cemburu" Sungchan jelas merasa tidak terima.
"Tapi kamu itu labil, kamu itu abu-abu. Tiap aku dekat kamu rasanya nggak pasti" sahut Minjeong yang kemudian berdiri dari duduknya. Namun Sungchan segera meraih tangan Minjeong untuk mencegah perempuan itu pergi.
![](https://img.wattpad.com/cover/310955921-288-k935650.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi Tanpa Latte [JENO × WINTER] End💨
Fiksi PenggemarTANPAMU AKU SEPERTI KOPI TANPA LATTE... TETAP BAIK-BAIK SAJA TAPI PENUH RASA PAHIT YANG MENCEKIK Start:11 Juni 2022