Ch 28. Electric Singing Shock

69 3 0
                                    

Kegaduhan bising suara nyanyian dari seorang Halim yang berdiri di atas kursi di tengah-tengah kerumunan anak murid Akuntansi satu.
Proyektor kelas dinyalakan yang menampilkan tayangan lirik lagu, untuk karoke.

Halim menggunakan sapu sekolah seakan-akan adalah mic yang sedang Ia pegang.
"Namun apalah daya ini~
Bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta, dia~"
Halim melambaikan tangan bernyanyi dari atas kursi, mengajak para murid selaku audiens untuk ikut bernyanyi bersama.

Banyak diantara dari mereka jadi terbawa suasana dan bergalau ria masal, karena lagu yang dituju sangat sesuai dengan keadaan mereka, ada yang jadi teringat mantan, pacar, dan seseorang yang sudah lama mereka sukai tapi cintanya tidak pernah terbalas.
Mereka sangat meresapi lagu tersebut sambil ikut bernyanyi dan melambaikan tangan seperti penonton bayaran program musik dahsyat.

"Buset, kenapa nih kelas jadi ajang buat acara festival musik dadakan? Mana lagunya galau lagi, Abis putus cinta semua lu pada? Hahah"
Supri berkomentar.

"Di kelas kita mah rata-rata kebanyakan murid-muridnya cupu sih makanya pada krisis percintaan."
Leo menjawab.

Sebagian murid bersemangat menonton Halim dan sebagian dari mereka ikut melantunkan suara untuk bernyanyi bersama, sebagian bete karena kepengennya yang diputar lagu kepop
Dan ada juga yang terganggu karena ingin belajar untuk persiapan ujian semester.

Mudah sekali bagi Halim dengan suara yang khas dan uniknya, tidak perlu jeda waktu yang lama meraih oktaf ter tinggi sekaligus nada rendah secara signifikan.

"Halim! Halim! Babeh gue udah nagih mulu tuh, katanya lu suruh cepetan ngelamar guenya, biar dia bisa manggil lu mantu."
Clara berteriak melawak.

"Apa seh?! Nikah di bawah umur, lu kan anak dari petugas penjara, lu pengen nanti di borgol sama babeh lu?"
Maura menoyor tubuh Clara ke samping.

Halim melihat Reyhans yang baru saja masuk ke dalam kelas, Hans menisyaratkan Halim agar segera turun, karena ada hal yang ingin dibicarakan.
lalu Halim turun dari kursi dan mengibas-ngibaskan tangannya untuk menyapu debu sepatunya.

"Kenapa?"
Tanya Halim.

"Ajarin gue nyanyi."
Hans menjawab.

"Oh lu mau nyanyi? Guys, katanya Hans mau nyanyi. Yang setuju pengen Hans nyanyi, ayo Tepuk tangan dulu dong semuanya!"
Halim merangkul Hans lalu spontan mengajaknya ke tengah-tengah kelas, bak naik ke panggung.

Semuanya bertepuk tangan.

"Wooooo!!!!! Suaranya yang kenceng, Hans! Entar yang bisa ngedenger cuma semut sama nyamuk doang lagi."
Supri bersorak kegirangan.

"Widihhh Hans nyanyi, guys guys udah
Diem! Hans perdana nih mau nyanyi, yang masih berisik mulutnya nanti gue apus pake penghapus papan tulis ya."
Kata Clara.

"Ulululuh~
Hans YOl00's Squad sekarang makin berani tampil bergaya setelah viral di medsos, gue bangga dah!"
Jessie yang baru saja dari kantin dan masuk ke kelas dengan heboh.

"Woah! Halim lu anying banget, gue belum pernah nyanyi di depan orang!
kalo yang keluar kayak suara bayi burung onta baru netes gimana, njir?!"
Dalam hati Hans menjerit-jerit.

"Ayo badannya jangan dilemesin, semangat!
ngadep depan, grak!"
Halim merangkul kemudian menggeser bahunya Hans untuk menghadap penonton.

"Duh, gue izin mau buang wajah dulu ke WC."
Hans menutup mukanya yang peluhnya sudah mengalir deras.

"Gak, gak boleh~
Kan sekalian kita bersenang-senang, sekalian latihan. double enaknya double manfaatnya."
Halim bergodek-godek menolak Hans pergi.

"Lu bilang bersenang-senang?! Rasanya nyawa gue udah mau lepas landas ke akherat tau gak!?
gara-gara nahan malu sama gugup!
Udah ah, gue mau turun. "
Hans menepis rangkulan Halim.

Halim menarik tangan Hans, kembali ke tengah-tengah.
"Anggap aja sekarang lu sedang belajar mengikuti pra audisi, jadi nanti kalau udah tampil beneran di sana, lu gak kena
culture shock dan lebih rilex."

Hans terdiam, artinya Ia menyetujuinya.
Mau apapun hasilnya buruk atau bagus tidak masalah karena ini bukan di gedung audisi melainkan hanya untuk melatih mentalnya dan siapa tau bisa memacu agar bisa bernyanyi.

"Oke, mainkan!"
Teriak Halim menyuruh staff backstage alias Danu untuk memutar musik selanjutnya.

Intro lagu sudah mulai berputar.

"Lu dulu."
Hans menoel Halim.

"Capek, gue mau napas dulu."
Halim mengoper kembali ke Hans.
"Udah cepetan, musiknya udah mulai.
Entar lu mau di lempar sama kulit pisang dan sepatu sendal?"

"Hans lu ngapain sih di depan cuma plaga-plogo doang? Lu lagi ngajarin kita toturial akting pura-pura bisu waktu ditanya guru?"
Leo meremehkan Hans.

Halim menjentikkan jari.
"Five, six, seven, eight!"

Hans menyanyi,
"Ehem.
Coba tanya hatimu sekali lagi,
Sebelum engkau benar-benar pergi~"

Murid-murid yang menonton saling berpandang-pandangan, ada yang berbisik, ada yang tidak berkutik saking fokus memperhatikan.
Nyali Hans semakin mengempis.

Hans menutup matanya untuk melawan rasa takutnya, Ia mencoba membayangkan dirinya sedang berada di atas gunung tinggi dengan langit yang luas dan mencoba membebaskan diri dari rasa terkekang.

"Membuatmu tersenyum, walau tak pernah berbalas, bahagiamu juga bahagiaku~"
Halim melanjutkan melantun alunan musik tersebut.

Jimmy dan Jason yang tiba di kelas dari kantin, terkesima mendengar warna campuran vokal dari Hans dan Halim.

-----

Hari H sebelum audisi yang diadakan hari minggu,
Hans merasa sangat gugup sampai tidak bisa cukup beristirahat.
Belum lagi keesokannya pada hari senin Ia akan melaksanakan Ujian semester.
Walaupun persiapan untuk audisi membutuhkan persiapan yang matang pasti menyita waktu yang cukup banyak, tapi Hans tetap saja harus membagi sama rata banding waktunya digunakan untuk belajar.

Hans menutup bukunya, akhirnya buku terakhir selesai juga dipelajarinya.
"Abis ini, langsung latihan dance lagi.
Di sini gak ada kaca besar, berarti harus di ruang tamu."

Baru saja memegang gagang pintu kamar, Kakak Hans yang sedang di ruang tamu, terdengar berbincang dengan seseorang.

"Hans, keluar. Ada tamu nih, gak sopan banget ngerem di kamar mulu. Emangnya kamu ayam kaepci."
Kakak Hans yang menegurnya.

Hans keluar dari kamar, karena kakaknya memanggil.
"Ya, gak bisa cepet-cepet dong. Cara jalan aku kan bukan melata."

Sesudah menutup pintu, Hans menjelikan matanya sekali lagi, untuk meyakinkan kalau di sana
Terlihat Ferina melambaikan tangannya dari ruang tamu.

"Hai! Belajar bareng yuk."
Ajak Ferina ramah.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa vote!

Notes About Us (YOL00's SQUAD!) | TAMAT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang