Ch 27. Being Mess in the Oval Desk

65 3 0
                                    

Pertemuan Konferensi meja lonjong yang diselenggarakan di Cafe midnite, telah di sepakati pihak-pihak yang ikut serta untuk datang menghadirinya guna membahas hal yang telah tertunda, mengenai persekutuan antara teman mereka yang bersangkutan untuk merapatkan kedaulatan.
Jimmy merupakan selaku pelaksanaan Pertemuan tersebut.

Jimmy, Jason, Halim adalah orang-orang yang terlibat tersebut. Mereka bertiga sedang berdiskusi bersama di meja Cafe.

"Oke, jadi siapa yang mau ngomong duluan?"
Tanya Jimmy sambil melipat telapak tangannya menjadi tempat tumpuan dagunya.

"Gue."
Halim mengangkat tangan.

"Ok, silahkan bicara tuan Halim Budiman."
Jimmy memberi silahkan pada Halim.

"Budiman? Khe khe,
Bukannya namanya Halim Adijaya?"
Tanya Jason.

"Halim Wijaya!"
Darah Halim mendidih dan berteriak marah.
"Halim Wijaya! Bukan Halim Adijaya!"

Kata-kata Jason memecah suasana tensi yang sedang tinggi, keseriusan Jimmy seketika sirna.

"Oh Halim Jijay?"
Tanya Jimmy menggoda.

"Eh diem ya, jangan sampe nih mangkok sama sup asparagusnya gue letakin terbalik dikepala lu berdua. "
Halim sudah tidak kuat lagi melawan mereka berdua.

"Ya udah sst.
Halim silahkan bicara."
Jimmy mempersilahkan Halim.

"Bentar, minum dulu, aus."
Halim menyeruput ice Americano tersebut.

"Ah lama lu!"
Jimmy memukul meja.
"Gak usah nervous gitu kali, kita bukan mau speech buat mewakili pas menerima penghargaan award."

"Ehem! Gue cuma mau menyampaikan kesimpulan yang menurut gue ini fakta dari berbagai hal yang menimbulkan tanda tanya, terutama mengenai Hans dan Ferina.
Jadi Hans itu suka sama Ferina, Hans cuekin Ferina karena dia cemburu, karena mungkin tanpa di sadari Ferina udah nyakitin perasaannya.
dan Ferina gak suka sama Hans, tapi suka sama cowok lain, dan gue tau cowok itu siapa."
Halim sangat yakin seratus persen, pada
Pendapatnya yang bulat.

"Siapa?"
Jason bertanya seperti menantang.

"Sama gue? Tapi gak tau juga deh, jujur aja ini sih gue ngerasa bener aja begitu."
Halim menunjuk dirinya.
"Tapi sebabnya masa karena gue suka usil sih sama dia? Gue juga sering usilin Hans juga kali.
Keknya ada alasan yang lain deh."

"Ah moso? Lu yang kegeeran doang kali Jangan-jangan lu emang ngarep pengennya kalo Ferina suka sama lu?"
Jimmy memberikan pertanyaan menuduh.
"Cieeeee~ iya kan? Udah ngaku aja."

Halim salting.
"Gak gue-"

Jimmy meledek nya tanpa ampun.
"Ciiieeeee~ pipinya merah tuh, kalo ibaratnya buah tomat mah, udah mateng siap panen."

"Gak, serius dengerin dulu..ini-"

"A?! Apa apa?! Cieeee~
apa? lu bilang juga suka sama Ferina."

Halim menyerah dan menutup wajahnya, tidak bisa menyembunyikan rasa salting nya yang terus-terusan di sudutkan padanya.
"Ck! Temen gue kenapa selalu berbuat Sialaaannn."

"Tapi emang bener kok."
Kata Jason lanjut bercerita.
"Waktu itu gue denger si Ferina ngomong ke Hana kalo dia suka sama Halim."

"Lu boong."
Halim tidak tertarik.

"Suer, gue denger mereka ngomong di kandang kelinci, waktu gue mau ke toilet pas istirahat."
Jason memberikan bukti nalar sambil berpose dua jari.

"What? W-why why?
Kenapa mesti cowok yang bertampang punya simpenan janda banyak kayak lu?"
Jimmy terheran-heran sangat.

(Seperti inilah gambarannya waktu Jimmy bertanya-tanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Seperti inilah gambarannya waktu Jimmy bertanya-tanya.)

"Asu raimu, juancok."
Halim dalam hatinya menggertak,
Lalu ia bicara dengan wajah bete.
"Ada noh. Gue punya banyak simpenan di rumah,
Es kiko."

"Katanya senyumnya Halim manis."
Jason menyaut.

Halim diam-diam bangga, dia menyembunyikan wajah tengil songongnya dan menggaruk-garuk hidungnya yang tidak gatal.

"What?! Masa sih? Coba lu senyum, gue mau liat."
Jimmy menggeser dagu Halim, untuk dilihatnya.

Halim tersenyum paksa sampai gigi atas bawahnya kelihatan semua.

"Lebih tepatnya kayak orang kena kencing manis, Hm.."
Jimmy mengangguk menyetujuinya.

"Ok, ok.
Gue bakal tobat dah ya,
Kayaknya dikehidupan lalu gue pernah jadi Sekutu yang gak suka perang tapi lebih suka membully warganya.
sampe gue mesti menebus kesalahan itu dengan punya temen brekele kayak lu."
Jika benar, Halim sungguh menyesali akan takdirnya.

"Apa lu jauhin Ferina aja sekarang?"
Tanya Jason.

"Duh, maunya sih gitu.
Gue orangnya gak tegaan lagi.
Kesian gue kalo sampe ikut-ikutan Michelle sama Hans nge diemin dia."
Halim sesudah itu menyeruput kuah sup.

"Michelle kenapa lagi cuy? Udah marah sama lu terus sekarang sama Ferina."
Tanya Jimmy.

"Gatau.
Btw, si Hans gimana perkembangannya?"
Halim mengalihkan topik pembicaraan, karena menurutnya sudah membosankan.

"Dia punya basic dance, ya walaupun gak selentur kita sih, namanya juga baru memulai. Tinggal beberapa hari lagi, moga aja dia dipilih juri."
Ujar Jimmy.

"Amin!"
Halim mengusapkan tangannya ke wajahnya.

Jason masih berdiam, karena masih ada seluk beluk yang jadi pertanyaannya sampai detik ini.
"Kalo perasaan lu ke Ferina gimana?"

Jimmy dan Halim menoleh ke arah Jason
Dengan tanda seru.
Lalu Halim yang sekarang ditatap Jason dan Jimmy, untuk menunggu jawabannya.

"Gak ada perasaan apa-apa, biasa aja."
Jawab Halim pembawaannya yang santuy.
"Kalo dia suka sama gue, gue juga bakal biasa aja. gue gak mau bikin anak orang makin baper."

"Keknya gak mungkin.
Baru ditatap sama lu aja pasti rasanya dia udah kayak terbang sampe ke Bima sakti."
Jimmy berekspresi julid menye-nya menatap jejeran makanan di meja.

-----

Menjelang ujian semester murid-murid mulai ketar-ketir mempersiapankan diri, banyak dari mereka mulai memenuhi ruangan perpustakaan untuk belajar, berlomba-lomba mendapatkan peringkat teratas dari semua satu angkatan.

Hans sedang serius membaca materi demi materi, agar bisa dicerna otaknya dengan baik.

Hans menutup buku tersebut.
"Duh, gak bisa konsen karena deg-degan banget bentar lagi audisi.
Ke taman aja kali ya sambil minum yogurt sebentar biar stress-nya ilang?"

Sebelum ke taman, Hans sedang memilih-milih playlist yang ingin diputar
Untuk menemaninya dalam perjalanan.
"Kalo misalnya nanti gue disuruh nyanyi juga sama jurinya, gimana ya? Gue nyanyi apaan nanti?"

Hans sangat teratur dan terorganisir jika melakukan sesuatu, semuanya harus terencana dengan siap.

Hans mengetik.
"Kayaknya gue tau orang yang bisa diandalkan dalam hal ini, gue harus nge-chat orang itu."

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa vote!

Notes About Us (YOL00's SQUAD!) | TAMAT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang