Alarm jam berbunyi, sudah menandakan ke arah pukul yang sudah disetting oleh Ferina tadi malam.
Ferina terbangun,
"Udah jam 4:30? Perasaan cepet amat. baru juga merem, udah pagi lagi aja."tapi sebelum Ia harus bergegas dari tempat tidurnya, seperti biasa. melakukan ritual dulu untuk mengumpulkan nyawanya biar menyatu semua.
Tapi Ia malah meletakan kepalanya di bantalnya kembali.
"5 menit lagi deh, baru turun."Ferina turun dari tangga, sudah dandan dan mengenakan seragam yang rapi. menuju ke tempat makan. Ferina melihat Ayahnya sudah bangun lebih awal dan sedang memasak di dapur.
Ferina menarik kursi untuk duduk di depan meja makan, lalu meminum seteguk susu UHT yang sudah tersedia di hadapannya.
Ayah meletakan makanan yang sudah selesai diolahnya, menjadi makanan yang langsung siap disantap.
"Makan tuh, Ayah sudah buatin sandwitch."
Kata Ayah Rufinus dengan nada kasar."Thank you Yah."
Jawab Ferina datar, lalu mengambil makanan itu dan dimasukan ke mulutnya."Kamu kenapa mukanya gak seneng begitu?! Kamu benci banget ya sama Ayah?!"
Tidak ada angin, tidak ada hujan, Tiba-tiba Ayahnya ngamuk sendiri.Ferina yang baru saja membuka mulutnya, belum sempat masuk makananan. Langsung merasa kenyang duluan sampai mau muntah rasanya karena sudah mencerna omelan dari Ayahnya dengan alasan yang gak relevan pula.
"Buang aja makanannya, gak usah di makan! Gua udah capek-capek ngurusin lu, tapi lu membalasnya dengan bicara gak hormat sama gua!"
Papa menarik makanan dari tangan Ferina, lalu membuangnya ke tong sampah.Ayah Ferina melontarkan caci maki kepada Ferina, dan keadaan Ferina saat itu..
Ya, gelombang ketakutan amat sangat memelilit erat hati, pikiran, dan perasaannya sampai sesak.
"Ayah?! Kenapa sih aku gak salah apa-apa, selalu marah-marah?! Ayah tuh yang gak sayang sama aku! Jadi orang tua kok suka cari keributan sama anaknya?!"
Kekecewaan Ferina sudah terlampau sampai ke ujung batas kesabarannya."Ayah kalo punya masalah, jangan melampiaskan emosinya ke aku. Bisa gak sih?! Setiap apapun yang berurusan dengan Ayah.
kita gak pernah akur sekalipun. Sehari aja, hal kecil saja gak usah diungkit jadi besar, jangan jadi orang tua yang pemarah, Yah?!"Bulir-bulir air yang menggenangi matanya, akhirnya jatuh juga ke seragamnya.
"Makin dewasa, kamu makin berani ngelawan Ayah ya, bagus.
Nyesel gua membesarkan lu, kalo tau begini kelakuannya.
Lu mau menghina Ayah juga seperti keluarga Ibu lu!?"
Bukannya mereda, amarahnya menjadi semakin berlipat ganda."Mama lu aja gak kuat ngurusin lu, buktinya dia sekarang kabur entah ke mana kan?! Gua masih baik nih, Gua masih mau kerja di toko kue dan masih mau ngasih makan anak yang masa depannya gak jelas dan madesu kayak lu."
Belum puas, Ayahnya masih lanjut judgemental untuk menyerang mindset dan psikis putri satu-satunya tersebut.Ferina mengangguk, respon dari perkataan tajam Ayahnya yang sudah Ia tangkap.
"Oke, jadi membesarkan anak itu berarti yang membiayai sekolah anaknya sejak lahir dan yang setiap hari memberikan uang jajan itu harus merepotkan bibinya ya bukan Ayah kandungnya.
Dia yang memutar balikan fakta dan realita, bahwa dia lah yang sedang diurus dan hanya menumpang hidup di keluarga kami
Tidak pernah bekerja sama sekali untuk mencukupi kebutuhan keluarga,
Jelas Ibuku pasti sengsara dan tersiksa perasaannya habis dihisap dan digerogoti sampai kering, selama berumah tangga dengannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Notes About Us (YOL00's SQUAD!) | TAMAT✔
Fiksi Remajaini adalah catatan buku harian saat sekolah menengah atas yang ditemukan ketika Reyhans sedang berkunjung ke rumah orang tuanya ketika liburan akhir tahun. Buku ini tersentuh kembali setelah di tulis sekitar 6 tahun yang lalu, saat Hans masih di du...