Kini, anak bersurai pirang itu sudah berada di depan gerbang sekolah barunya. Sang ayah sudah pergi dari sana karena harus segera berangkat kerja, jadi ia berjalan masuk ke dalam sekolah barunya yang begitu besar dan bagus.
Awalnya Jasmie sedikit dilanda kegelisahan karena tidak kunjung menemukan ruang kelasnya, namun kebetulan ia bertemu dengan salah satu guru yang mengajar di situ. Seorang wanita dengan rambut cokelat gelap yang tergerai begitu saja itu menghampiri anak perempuan yang tampak asing di matanya.
"Nak, apa kamu murid baru di sini?" Tanya Jina, yaitu guru sekaligus wali kelas dari kelas empat.
Dengan sedikit gugup, Jasmie membuka suara. "I-iya, aku murid baru di sini, Bu Guru."
Bibir Jina sedikit melengkung ke atas, merekahkan sebuah senyuman ramah. "Saya Yoon Jina. Panggil saja Bu Jina. Omong-omong, kamu berada di kelas mana?" Tanyanya dengan nada yang terdengar sangat bersahabat.
Si pemilik mata abu-abu tersebut menggaruk pelipisnya dengan penuh rasa gugup. Namun, ia tetap menjawab, "aku ... kelas empat. Dan, maaf sebelumnya, saya ingin bertanya kepada Anda. Kira-kira ruang kelas empat di mana, ya, Bu Jina?"
Oke. Kesan pertama yang didapatkan oleh Jina ketika melihat Jasmie adalah anak itu mudah gugup, namun sopan. Logatnya terdengar agak aneh, tetapi untungnya cukup mudah dipahami.
"Oooh. Kebetulan, saya wali kelasnya. Mau saya antarkan ke sana...."
"Maaf, namaku Jasmie Lynelle, Bu Jina. Anda bisa memanggilku Jasmie."
Jina pun tersenyum tipis. "Mau saya antarkan ke sana, Nak Jasmie?" Tanyanya sekali lagi.
Anggukan kecil sebagai respons. Kemudian, keduanya pun berjalan berdampingan ke ruang yang dituju.
"Terima kasih, Bu Jina."
"Tidak masalah."
Beberapa menit berlalu begitu cepat, kini keduanya sudah sampai di dalam ruang kelas empat yang bernuansa krem. Saat mereka masuk, semua mata yang berada di dalam ruangan itu langsung tertuju ke arah Jasmie.
Anak perempuan itu berusaha menetralkan rasa gugupnya dengan mengembuskan napas pelan. Namun, tetap saja jantungnya berdebar tidak karuan dan kakinya sedikit gemetaran. Matanya berpendar takut, namun ia tetap berusaha untuk tetap tenang.
"Hai, semuanya. Namaku Jasmie Lynelle. Kalian bisa memanggilku Jasmie. Aku adalah murid pindahan dari Amerika dan aku pindah ke sekolah ini karena pekerjaan ayahku. Senang bertemu dengan kalian semua!"
Setelah memperkenalkan diri, banyak suara bisikan yang masuk ke gendang telinganya. Melihat itu, Jasmie makin takut dan segera menatap Jina.
Seakan mengerti dengan ketakutan anak murid barunya itu, wanita tersebut berkata, "murid-muridku, kalian harus bersikap baik kepada Jasmie. Buat dia nyaman di kelas kita, jangan ada yang saling mengejek dan bersikap kasar. Mengerti, semuanya?" Tuturnya dengan nada lembut, namun menyiratkan ketegasan di dalamnya.
"Mengerti, Bu Jina!"
Di antara anak-anak itu, ada salah satu anak murid laki-laki yang terus menatapnya dengan pandangan mata yang sulit diartikan. Namun, Jasmie tidak menyadarinya.
Saat anak perempuan itu berjalan dan duduk di sebelahnya, ia masih menatapnya sampai suara Jina yang memulai menerangkan pelajaran pun memutus tatapannya.
Saat membuka buku pelajaran, tiba-tiba Jasmie memanggilnya. Anak laki-laki itu menoleh. "Apa?" Sahutnya.
"Bolehkah aku melihat bukumu dulu? Aku belum punya bukunya," ucapnya dengan nada ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] THE ZOMBIE PLAGUE 2 : REVENGE
Aksi[DIHARAPKAN UNTUK MEMBACA S1-NYA TERLEBIH DAHULU!] Tak ada lagi kekacauan, tak ada lagi ketidakadilan, tak ada lagi kekejaman, dan tak ada lagi mayat hidup yang berkeliaran. Semuanya akan kembali seperti sedia kala.