Malam kembali datang. Sang rembulan telah menunjukkan diri dengan ditemani oleh ribuan bintang yang menghiasi langit. Suasana markas terasa sangat sunyi dan sedikit mencekam, namun gerimis hujan yang turun tersebut masih membasahi kawasan itu.
Udara dingin makin menusuk kulit, tidak ada kehangatan sama sekali. Semuanya sudah terlelap dan tengah menjelajahi alam mimpinya masing-masing. Namun, ada satu manusia yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya.
Ia mengucek-ngucek matanya yang masih mengantuk, kemudian beranjak dari kasur. Laki-laki itu berjalan dengan kedua mata yang sedikit berat untuk dibuka, hendak pergi ke dapur.
Si pemilik mata tajam membuka pintu kamar, lalu lanjut melangkah ke tempat yang dituju. Saat melewati ruang tengah, ia mendengar suara lengkingan dari luar. Walaupun terdengar samar, namun Ni-ki yakin suara keras itu bukanlah suara manusia.
Karena penasaran, kakinya tergerak untuk pergi ke jendela ruang tengah guna menuntaskan rasa keponya.
"Kok perasaan gue gak enak, ya?" Batin Ni-ki yang tubuhnya diisi oleh rasa cemas dan was-was.
Matanya menatap langit malam yang tampak biasa saja pada awalnya, tidak ada yang janggal di sana. Tetapi, suara itu masih terdengar dan jauh lebih jelas daripada sebelumnya.
Sial! Bulu kuduknya berdiri saat lengkingan keras itu terus terdengar dan cukup memekakkan telinga.
Hingga pada suatu waktu, sesuatu yang terbang di langit malam di tengah gerimisnya hujan tersebut tertangkap oleh netra Ni-ki. Agak jauh dari pandangan, alhasil hanya wujud siluet yang terlihat oleh matanya.
"Apakah itu burung? Tetapi, bentukannya gak kayak burung," gumam pemuda Nishimura tersebut pelan.
Ia pun makin menajamkan mata. Dan, saat wujud hitam itu terbang pada ketinggian lebih rendah dan hendak bertengger di pagar besi, barulah terlihat rupa dari makhluk yang Ni-ki kira itu burung.
Deg!
Seonggok daging dengan sepasang sayap seperti kelelawar, bergigi tajam yang seakan siap mengoyak-ngoyak apa saja yang menjadi sasarannya, lidah panjang yang menjulur ke bawah, berkaki seperti burung dengan kuku-kuku hitam yang mencuat tajam, dan sama sekali tidak memiliki mata.
Lebih mengerikannya lagi, makhluk itu hampir setinggi pagar besi dorm.
Sontak, sepasang bola matanya melebar. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini, diam di tempat karena kakinya seolah-olah dibekukan agar tidak bisa pergi ke mana-mana. Napasnya tercekat, tangannya tremor akibat rasa takut yang mulai menggerayangi tubuh jangkungnya.
"Jangan sampe makhluk itu nyadar sama kehadiran gue!"
Ni-ki terus merapalkan doa agar makhluk mengerikan tersebut tidak menyadari kehadiran dirinya dan pergi sekarang juga.
Namun, Dewi Fortuna sepertinya sedang tidak berpihak pada pemuda Jepang tersebut. Kepala tanpa mata dan telinga itu menoleh ke arahnya, bersamaan dengan suara geraman yang terdengar menyeramkan di telinga Ni-ki.
Hawa di ruang tengah mendadak berubah menjadi berat, sedikit mencekik agar laki-laki itu makin tidak bisa bernapas dengan leluasa. Kedua mata Ni-ki bergetar saat makhluk mengerikan tersebut berada tepat di depannya sekarang.
Hanya kaca jendela saja yang menjadi pembatas antara keduanya. Si Mata Pisau itu menahan napas dengan sekuat tenaga karena makhluk yang ada di depannya ini benar-benar mengerikan. Saat ini, ia hanya mengikuti instingnya untuk tidak membuat suara sedikit pun jikalau ingin selamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] THE ZOMBIE PLAGUE 2 : REVENGE
Aksi[DIHARAPKAN UNTUK MEMBACA S1-NYA TERLEBIH DAHULU!] Tak ada lagi kekacauan, tak ada lagi ketidakadilan, tak ada lagi kekejaman, dan tak ada lagi mayat hidup yang berkeliaran. Semuanya akan kembali seperti sedia kala.