13

171 34 1
                                    



" Sayang! Kamu sadar?!"

Sungjun mengeluh pelan saat di rasakan kepalanya berdenyut dan dunia seakan Jungkir balik di pandangannya saat ia tiba-tiba bangun dan tiba-tiba pula bangkit duduk.

" Sayang? Jun?"


Sungjun diam, menggigit bibirnya pelan untuk menghilangkan sensasi seakan sedang terjun bebas dari gedung puluhan lantai yang kini tengah di rasakannya.



" Pa- Hoek!" Dan begitulah, saat ia ingin meminta bantuan kepada sang papa yang sedari tadi di dengar suaranya itu pun, hanya satu kata yang terlontar, selebihnya hanya suara muntahannya yang menyambung.



Sean seketika terkejut melihat anaknya yang tiba-tiba saja muntah itu. Dengan gugup pria paruh baya itu segera memencet nurse bell .


" Sayang.. Astaga." Keluhnya sembari memijat tengkuk Sungjun dan sang anak pun segera memeluk lengannya. Itulah yang di harapkan Sungjun sedari tadi, pemuda itu butuh pegangan karna rasanya kini tubuhnya terombang ambing dengan kepala berdenyut seakan hendak pecah.



Cukup lama Sungjun muntah hingga tak ada lagi yang bisa pemuda itu muntahkan. Pemuda itu kembali terkulai di pelukan sang ayah. Kembali jatuh pingsan seiring datangnya beberapa orang petugas medis ke kamar rawatnya.



" Pak...."




Petugas medis itu kini hanya melongo melihat bangsal, sang pasien dan ayah sang pasien yang kini penuh dengan muntahan itu.



" Dokter. Tolong anak saya." Sean memohon, airmatanya merembes tanpa bisa di bendung.



Sang dokter dan beberapa perawat itu langsung memeriksa keadaan Sungjun setelah Sean kembali membaringkan sang anak. Seorang perawat yang bertugas mengecek tekanan darahnya pun terkejut.



" Dok. Tekanan darah pasien 70/80."


*
*
*



Pak Didi bergegas menemui Sean yang kini berjalan lunglai ke arahnya setelah keluar dari kamar rawat sang anak.



" Tuan..."



" Bisa cariin saya baju ganti dan peralatan mandi?"


Pak Didi langsung mengangguk. Tapi ia tak langsung pergi melaksanakan perintah dari tuannya itu.



" Tapi tuan. Tuan muda?"


" Tekanan darahnya masih rendah. Dia pingsan lagi. Gapapa, biar Sungjun istirahat lebih lama." Ujarnya terdengar lelah.



Pak Didi akhirnya mengangguk lalu kini beranjak pergi menjalankan perintah sang tuan tanpa bertanya lebih lanjut. Tuannya itu sudah cukup di buat syok saat mendengar kabar anaknya jatuh pingsan di kamar mandi rawat Gyehun. Beruntungnya pesawatnya sudah landing sehingga ia bisa langsung menemui sang anak setelah hampir mengamuk di antrian imigrasi karna beberapa orang terlihat protes ketika ia berusaha untuk menyerobot antrian.



Sesampainya di rumah sakit ia harus menyaksikan anak semata wayangnya yang sudah sepucat mayat terbaring di salah satu bangsal IGD. Dari penjelasan Pak Didi, Sean akhirnya tau jika anaknya selama 2minggu ini telah menyiksa dirinya dengan kurang makan dan kurang tidur sehingga membuat kondisinya mencapai titik terburuknya.



Setelah mengurus kepindahan Sungjun dari bangsal UGD ke ruang rawat inap, Sean menunggu hampir 24 jam hingga sang anak sadar dari pingsannya. Itu pun hanya sebentar, Sungjun kembali pingsan setelah terbangun selama 3 menit dan itu pun hanya untuk memuntahkan seluruh isi perutnya yang jarang sekali di singgahi makanan itu.



Sean merasa amat pedih menyaksikan penderitaan yang kini anaknya lalui.


*
*
*


" Jun?" Panggil Sean ketika mata Sungjun membuka untuk yang kedua kalinya.



" Sayang?" Sean kembali mengulang karna Sungjun belum merespon panggilannya.



Cukup lama waktu yang di butuhkan pemuda sepucat mayat itu untuk menoleh lalu merespon panggilan sang ayah dengan ringisan.



" Sakit banget ya?" Tanya Sean sembari mengelus lembut surai legam sang anak.


Sungjun kembali memejamkan matanya lalu menggeleng.



Pemuda itu kembali membuka matanya, menatap sang ayah yang kini menatapnya sedih.



" Gyehun pa?" Tanyanya susah payah karna mulutnya yang terasa teramat kering.



" Temen kamu itu baik-baik aja. Jangan terlalu menyalahkan diri, Jun. Papa nggak suka kamu menyiksa diri kamu secara berlebihan gini." Sean berusaha keras untuk tak terlihat mengomeli sang anak. Rasa khawatir yang berlebihan membuat ayah satu anak itu merasa amat marah sekarang.



" Keadaannya gimana pa?" Tanyanya lagi tersendat, sangat keras kepala. Persis seperti dirinya, gerutu Sean di dalam hati.




" Dia baik-baik aja. Tapi masih belum sadar." Jelas Sean sembari mengambilkan sebotol air mineral dan sedotan lalu membantu Sungjun untuk minum.



" Maaf karna papa selalu ga ada di saat kamu terpuruk kayak gini." Ujarnya lalu kembali duduk di kursinya semula dengan tangan masih menggenggam erat jemari Sungjun yang bebas dari infus.



" Papa tau kamu gamau denger omong kosong papa. Papa paham kok. Papa nggak akan bela diri papa karna udah bikin anak papa nggak bahagia. Tapi papa janji sayang. Papa bakalan berusaha biar kita punya lebih banyak waktu bersama. Tapi sekarang kamu harus sembuh dulu."



*
*
*


Hari kedua Sungjun di rawat.


" Ayo makan Jun. Liat- badan kamu bengkak karna di infus aja." Ujar Sean masih berusaha membujuk Sungjun untuk menyicip bubur rumah sakit yang kini tengah di angsurkan ke mulutnya itu.



" Pa. Bukannya gamau makan. Tapi lidah aku pait banget." Keluh Sungjun lirih.



" Pait karna kamu sakit. Ayo makan dulu, biar bisa minum obat." Desak Sean sembari lebih mendekatkan sendok bubur itu ke mulut sang anak yang mau tak mau harus di terima oleh Sungjun dengan berat hati.


" Pahit pa."



" Telen aja sayang." . Dan tanpa melewatkan kesempatan lagi, Sean kembali bergegas menyendokkan bubur itu ke mulut Sungjun.


" Pa sabar. Astaga." Keluh Sungjun yang masih bersusah payah menelan si bubur.



" Ngapain bubur di kunyah??" Balas Sean.


Sungjun hendak membalas, tapi suara ketukan pintu dan bergesernya pintu geser ruangan rawatnya itu menarik atensi dua anak beranak itu.



Pak Didi muncul.


" Tuan.."



Sean dan Sungjun menatap Pak Didi, meminta melanjutkan ucapannya dengan tatapan matanya.



" Nak Ge udah sadar..."



Sungjun terkejut dan Sean langsung bergumam kata syukur.




" Sekarang dia lagi di tangani sama dokter."



" Baguslah." Gumam Sungjun lirih. Sean menatap sang anak.



" Kamu mau kesana? Mau papa temenin?"


Namun gelengan yang ayah satu anak itu dapatkan.



" Gausah pa. Aku disini aja."


Tbc..

Njir kangen banget sama gyehun sungjun

Troublemaker | Gyehun x SungjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang