03🥀 Red Chrysanthemum

29 6 0
                                    

"Aku tertawa meski hal-hal yang terjadi tak selalu lucu. Hanya dengan itulah, aku pandai menyembunyikan rasa sakit"

_______________________________

HIS CHRYSANTHEMUM'S RED PETALS
______________________________

Song Playlist :
Human - Harris J

****

Merebahkan diri di atas kasur kecilku yang kusam, aku menatap langit-langit ruang, lalu merintih pelan kemudian.

Rasa sakit itu datang lagi.

"Ya Tuhan..." Erangku.

Tanganku meremat erat perut kiri bagian bawah. Di sanalah rasa sakit itu berada. Terkadang, sakitnya mencapai bagian punggung belakangku.

Yang kulakukan hanyalah merintih, berharap rasa sakit yang mendera segera reda, tapi tak kunjung menyurut, karena faktanya semakin nyeri, hingga kusadari aliran bening itu turun dari pelupuk mataku.

Sakit.

Aku terduduk di atas kasur, memegang sebelah perutku itu. Sungguh menyakitkan rasanya dan aku tidak bercanda.

"Felix?" Suara Ibu terdengar memanggil dari luar.

"Ya, Bu?" Ku sahut dengan sebisaku, menyembunyikan rintihan dari rasa nyeri yang merayapi.

"Ibu metik jambu. Kamu mau?"

"Nanti, Bu" sahutku dari dalam.

Lalu, terdengar suara ibu lagi, "Oke, ini mau ibu bawa untuk dirujak ke rumah Tante Ila, ada sisa beberapa biji ibu tinggal buat kamu. Ambil di meja makan nanti, ya?"

"Iya, Bu"

Setelahnya, tak terdengar lagi suara ibu. Mungkin sudah pergi ke rumah sebelah-- Tante Ila, bibiku.

Sesaat, kurasakan tak ada lagi sakit. Tapi gantinya, perutku bagian kiri terasa kembung Dan keras. Ya Tuhan, apalagi ini?

Memejamkan mata yang menyisakan jejak air mata yang tadinya mengering, kini muara itu turun lagi dan kian menjadi.

Katakanlah aku cengeng sebagai laki-laki. Tapi, aku benar-benar tidak bisa menahannya lagi. Detik ini aku menangis, hingga beberapa saat kemudian aku tertawa. Menertawai hidupku yang miris.

Tanganku merogoh meja kayu bekas belajar semasa ku sekolah dulu, di sana dua jenis obat yang ku beli  dari pasar segera kubuka degan tergesa, lalu meneguknya kasar tanpa air.

Memang ini bukan obat yang tepat, karena untuk spesifiknya aku tidak tahu penyakit apa yang ku derita. Bermodalkan pertanyaan "Mbak, ada jual obat sakit dan nyeri perut sebelah?", kudapatkan lah obat ini dengan harga murah.

Ayah dan ibu... Tidak tahu. Sama sekali tidak tahu. Aku takut, terlalu takut memberitahukannya. Disamping takut mengetahui sakit yang kualami ini bukanlah penyakit biasa, juga tentang biaya yang pastinya akan membebani kedua orang tuaku juga merupakan alasan utama.

Tinggal di rumah ini saja rasanya sudah menjadi beban untuk mereka, apalagi dengan biaya medis yang ku keluhkan nanti. Rasanya.... Aku benar-benar tidak berguna.

"Kak Felix," sebuah suara memanggil dari luar pintu, membuatku segera menghentikan tangisku.

"Kak, Ini Sandra" adik perempuanku itu masih mengetuk daun pintu. "Kakak di dalam?"

"Iya. Ada apa?" Aku berdiri. Segera membuang bungkus obat ke dalam bak sampah di samping tempat tidur dengan terburu.

"Aku mau ke rumah Tante Ila. Ibu juga udah di sana lagi pada nge-rujak. Kakak mau ikut?"

"Enggak. Kamu aja, tadi ibu udah nyisain jambu yang dipetik buat kakak di meja makan,"

"Oh ya udah. Kalo gitu Sandra pergi dulu kak,"

"Mm," sahutku dengan gumaman.

Suasana hening kembali. Masih di kamar kecilku yang reyot ini, ku tatap sekeliling ruang. Nampaknya hanya aku seorang di rumah ini sekarang. Ayah pergi bekerja, Ibu dan Sandra di rumah bibi, sedangkan aku menganggur seorang diri.

"Kenapa semua ombak ini terus menghantam ku tanpa henti?!" Aku marah, entah pada siapa.

Aku menyalahkan diriku sendiri yang lemah. Menyalahkan diriku yang mudah berpikir negatif. Menyalahkan diriku yang diam-diam menangis di tiap malam, menjambak rambutku sendiri karena frustasi akan keadaan. Menyalahkan diriku... Yang pengecut begini.

Sialan, sakit itu datang lagi. Ku remat erat perut sebelah kiri, sembari berjalan menuju meja kaca dekat jendela, dimana terletak bunga Krisan merah dalam vas dan sebuah silet di sampingnya.

Aku muak, aku lelah.

Hingga gelap mata, kuambil paksa bunga itu dari tempatnya, membuat vas yang menjadi wadahnya bernaung menggelinding ke lantai dan pecah, ku hempaskan kasar bunga itu ke udara, berikut kelopak merahnya yang ikut rontok berguguran, lalu menginjaknya kasar dengan kaki telanjangku.

"Bunga sialan!" Maki ku pada benda mati tersebut.

Lalu, dengan kasar lagi kutarik benda kecil yang semula berada di samping vas Krisan itu berada, menggenggamnya erat dengan sebelah tangan, menimbulkan aliran darah segar mengalir dan menetes dari kepalan tangan menuju lantai yang dingin. Dan aku, tertawa sinis karenanya.

"Felix..."

Aku terkejut, lalu berbalik cepat ke arah pintu, mendapati sosok yang berdiri dengan mata kuyu di sana, memandangku penuh guratan air muka yang tidak kutahu artinya.

"Ayah?!"

______________________

TO BE CONTINUE
_______________________

Lily M
as
Sandra Halim

Lily MasSandra Halim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak Felix itu... Baik, tapi kadang gelagatnya sungguh aneh. Dan aku, nggak pernah ngerti tentang berlusin-lusin pisau silet yang tersimpan di bawah ranjangnya. Memang sengaja diletakkan di sana, atau suatu kebetulan aja?"

HIS CHRYSANTHEMUM'S RED PETALS✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang