Red Flag ; 18

24.2K 2K 108
                                    

Anyway Enjoy!

•••

Beberapa hari setelah aku menginap di rumah Oma. Kedua orangtuaku datang, begitu juga kakakku. Mungkin karena Mike sudah menjelaskan semuanya, papa tidak bertanya lebih dalam lagi padaku. Entahlah, apa mungkin dia pergi menemui Jeffrey tanpa sepengetahuanku atau bagaimana. Yang jelas hari ini, kami duduk di sofa keluarga. Ada semuanya, kecuali Mike yang sedang ke kantor pengadilan. Dimas masih menjadi pengacara Indonesiaku, meski awalnya ada sedikit perdebatan tentang saat Jeffrey hampir menghajarnya di Apartemenku.

Semuanya seolah ingin dipercepat, seiring dengan kehamilanku yang semakin besar, papa takut aku tidak bisa menaiki pesawat jika menunggu lebih lama lagi.

Aku sebenarnya tidak tau, apalagi yang ingin dibahas disini. Kekhawatiranku saat takut memberitahu Oma tentang alasanku menginap tidur selama berhari-hari akhirnya sudah terselesikan. Aku juga tidak tau siapa yang memberitahu Oma, entah Papa atau Mamaku.

Yang jelas, selang sehari sebelum kedatangan papaku. Oma memasuki kamarku, memelukku sambil menangis, menenangkanku seperti nenek pada umunya. Dia juga sesekali masih mengatakan tidak percaya kalau Jeffrey berselingkuh. Jika dijelaskan memang membingungkan. Jeffrey bukanlah lelaki yang nakal pada masa mudanya. Dia sangat berprinsip, dari masa kuliah aku mengenalnya, dia memang orang cerdas dan dewasa. Aku bahkan tidak menyangka saat pertama kali tau bahwa Jeffrey, kakak tingkatku di kampus merupakan kakaknya Melanie setelah kami berteman selama bertahun tahun.

Seteleh menyelesaikan masa perkuliahan, Jeffrey juga mampu mengurus pekerjaan dan kehidupan pribadinga dengan sangat baik. Langsung mengambil alih perusahaan keluarga yang dimiliki ayahnya. Kudengar juga jika tidak menikah denganku, pria itu mungkin akan melanjutkab S2nya di liar negeri. Mungkin itulah yang menyebabkan orang-orang tidak akan percaya pada masalah hubungan kami. Malah mungkin, aku yang lebih cocok dijadikan sebagai sang masalah disini.

Papaku meminum teh hangat yang baru dituang oleh perempuan paruh baya, art yang dipekerjakan Omaku. Suara cangkirnya yang diletakkan, mendenting keras. Membuat kami semua yang sedang duduk, mau tidak mau menoleh bersamaan.

Mama ada duduk di sebelahku, meremas jari-jariku. Tersenyum menenangkan. Melihat ini, aku tau kemana arah pembicaraan papa nanti.

Lalu pandangan kami bertemu, jelas aku yang akan menjadi topik pembicaraan saat ini. Memangnya siapa lagi? Satu-satunya permasalah yang ada memang padaku.

"Udah besar anak Papa." senyum Papaku juga tampak terbit. Tapi matanya tampak seperti menahan tangis. Meski tidak ada setetespun bayangan air yang terjatuh, aku tau papa bersedih.

"Sebentar lagi juga mau menjadi seorang Ibu." sahut Oma yang juga memperhatikan kami.

Aku mengelus perut besarku, setelah kemarin periksa rutin sebagaimana mestinya ibu hamil, memasuki pertengahan bulan kelima ini aku akan segera merasakan pergerakan anakku.

Mama ikut mengelus belakang punggungku. Membuat aku tersadar bahwa isi pikiranku yang melayang kesana kemari.

"Kamu yakin dengan perceraian ini Gi?" tanya Papaku. Ku yakini, papa sudah menyiapkan pertanyaan itu dari lama. Tapi dia hanya berat untuk mengatakannya padaku. "Bukannya Papa berusaha untuk membela Jeffrey, Papa juga ingin kamu bahagia. Tapi dengan kondisi seperti ini, Papa ragu memikirkan perpisahan kalian seperti yang sebelumnya."

Memang, awal mula sebelum kehamilanku diketahui semua orang. Aku sudah hampir bercerai. Tapi hanya diketahui oleh Jeffrey dan keluargaku. Hanya saja waktu itu emosi Papa sangat terpancing, tiba-tiba saja melihatku pulang dengan mata yang membengkak dan tangisan tanpa henti, orangtua mana yang tidak akan marah besar?

Keadaan dulu memang berbeda, mungkin saja jika aku tidak hamil pasti akan lebih mudah. Tapi tidak apa-apa, aku hanya mengeluh, ya, aku hanya mengeluh tapi tidak menyesal.

Sama sepertiku yang masih memikirkan anak. Aku yakin Papa juga memikirkan itu. Aku jadi teringat, dulu sekali kedua orang tuaku juga pernah mengalami hal yang sama. Pertengkaran dalam rumah tangga adalah hal yang menurutku memang tidak bisa dihindari sepasang orang yang menikah. Begitu juga orangtuaku dulu. Semakin besarpun aku mengerti bahwa mereka juga bertahan karena ada aku dan juga Mike. Karena anak, mereka bisa bertahan.

Apakah hal itu juga bisa terjadi padaku?

Tidak. Jawabannya jelas tidak. Masalah rumah tanggaku bukanlah pertengkaran, tapi perselingkuhan. Aku kembali pada Jeffrey? Walau dalam mimpi pun, aku tidak akan sudi. Penyesalanku akan Jeffrey besar sekali, dia telah menciptakan retakan besar di antara kami. Terus menambahnya hingga aku tidak bisa menutup mata lagi.

Dulu itu hanya masa kehamilanku, membuatku membutuhkannya.

"Papa udah ketemu Jeffrey. Besok dia bilang mau dateng." Papa menjeda. "Katanya dia juga udah ngubungin kamu tap-"

"Sengaja gak aku liat, Pa."

Pria itu memang menghubungiku. Tapi hanya kata-kata omong kosong yang menghiasi layar ponselku. Aku malas. Bosan dan muak. Biarkan saja. Toh juga kami akan bertemu besok. Daripada berbicara tidak jelas melalui ponsel lebih baik kami bertatap muka langsung.

"Itu Malik, kakakmu cepet emosi aja. Oma gregetan liat dia. Alisnya nekuk terus padahal Mama mu loh lemah lembut."

Oma tiba-tiba saja membicarakan Mike. Mungkin dibanding Papa, Mike lebih cocok menjadi orang tuaku. Dari awal, marahnya Mike melebihi marahnya Papa. Aku juga ingat saat menjelang pernikahan dia paling tidak suka dengan pernikahan hanya karena dijodohkan. Berkali-kali dia memperingatkanku soal pernikahan. Menyakinkanku untuk lebih mengenal Jeffrey sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan seumur hidup.

"Malik kemana?" sekarang gantian Opa yang bertanya.

Malik. Perbedaan aksen antara Indonesia dengan tempat kelahiranku yang berbeda membuat hampir seluruh keluarga Mama yang di Indonesia kesulitan memanggil namanya, pertanyaan itu belum sempat terjawab. Ketika seseorang memasuki ruang depan. Aku dapat melihat Mike berjalan menuju arah kami. Kukira hanya aku yang melihat keanehan pada Mike, tapi ternyata Bu Ias yang kebetulan juga berdiri paling dekat dengan tempat Mike berjalan menyerukan segala pemikiranku.

"Astaga Mas, wajahnya kenapa?"

Aku juga bertanya tanya, raut kebingungan juga nampak dari semua orang yang sedang duduk bersamaku, tidak membutuhkan waktu lama sampai kami berdiri dan mendekati Mike.

Di kemeja putih yang dikenakannya terdapat banyak darah, beberapa juga terkoyak seperti orang yang baru selesai berkelahi. Legam juga memenuhi wajah Mike. Aku juga melihat beberapa darah yang sudah mengering di dekat hidungnya, yang kuyakini sudah dibersihkan tetapi bekasnya tetap terlihat. Dadaku langsung berdetak kencang. Mama menangis, dia dan juga Bu Ias langsung bergegas menuju dapur, mengambilkan sebaskom air. Meski ada raut meringis, kekesalan masih terlihat betul di wajah Mike. Satu-satunya yang terlintas di benakku bahkan ketika melihat keadaan kakakku sendiri yang babak belur seperti ini adalah Jeffrey. Mike pasti berkelahi dengan Jeffrey. Gemuruh dadaku semakin tidak nyaman, satu-persatu air mataku juga keluar. Apa pria itu baik-baik saja?

•••
Wah lama ya 😂😂
Padahal kemarin sempat bilang kalo hari-hari libur bakalan update tapi ternyata gabisa wkwk, jujur di Bali padahal liburnya lagi menumpuk 😩

Tapi biar menumpuk tetep bikin sibuk, aku juga minggu kemarin ada tes beasiswa, doain semoga lolos ya... biar bisa lega dan ngetik panjang lebar 😘

Btw mau double update?
⚜️⚜️⚜️
Post : Sabtu, 18 Juni 2022

Red Flag || COMPLETE ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang