Red Flag ; 23 (END)

41.2K 2.3K 198
                                    

Anyway Enjoy!

•••

Katanya ini adalah hari kesepuluh semenjak aku tidak sadarkan diri. Sempat mengalami koma selama seminggu sebelum akhirnya kondisiku dikatakan normal. Awal membuka mata, badanku terasa lemas. Karena hanya dapat nutrisi dari infus. Kepalaku sedikit pusing, tapi tidak menghentikan tanganku untuk menyentuh suatu hal yang selalu membayangiku ketika mataku tertutup. Bayi yang dulu ku kandung tidak ada, perutku terasa lebih rata dari sebelumnya.

Rasanya sangat kecewa. Tawa kecilnya yang sangat ingin kudenger lenyap seketika. Impianku untuk bisa melihatnya hancur. Hatiku seperti tersayat. Perlahan. Semakin dalam dan semakin dalam. Sangat sangat menyakitkan.

"Mama bawain kamu bubur. Udah sedikit dingin tapi masih bisa dimakan." kata Mama yang sudah berdiri di sampingku. Tidak ada orang lain, selain Mama juga dokter yang tadi memeriksaku ketika bangun.

Tidak ada yang bisa kukatakan selain buliran air mata yang mulai turun membasahi pipiku. Anak itu benar-benar meninggalkanku. Sekali lagi, aku sendirian. Aku kalah.

Padahal karena dia aku berjuang. Tangan munggilnya yang dulu kubayangkan akan mengelusku ketika aku putus asa, hilang entah kemana. Tangisan atau tawanya yang akan membuatku sibuk seharian sekarang hanya tinggal kenangan.

Kenapa aku harus hidup?

Dari raut wajah Mama, aku sudah tau jika kabar buruk ada bersamaku. Mama lega karena melihatku terbangun tapi juga ada sesuatu yang berusaha dia sembunyikan dariku. Bukan disembunyikan lebih tepatnya, karena biar bagaimanapun aku pasti tau jika anak itu meninggal. Tapi bagi Mama, itu pasti adalah hal yang sangat berat untuk dikatakan.

Tidak ada orang lain lagi selain Mama dan beberapa buket bunga. Aku kenal beberapa orang itu, ada beberapa nama sahabat-sahabatku, memberikan sebuah kartu ucapan agar cepat sembuh.

"Mama minta maaf karena nggak bisa datang lebih awal, dan menjaga kamu dengan baik."

"Maaf Gi." lanjut Mama lagi.

Tangannya menyisir rambutku perlahan, lembut. Tapi entah kenapa semakin membuatku sakit hati. Sekarang harusnya tanganku juga bisa mengelus bayiku sendiri. Anak laki-laki kecil yang akan, aku urus dan besarkan.

Pikiranku tidak pernah lepas dari semua itu. Penyesalan besar menghantam besar dadaku. Sesak, sakit. Aku seperti tidak bisa berkata apapun. Ya, aku menangis, kencang. Di pelukan Mama yang juga menenangkanku.

Mengatakan segala hal yang mungkin bisa membuatku tenang, tapi bukannya semakin tenang, yang kurasakan malah sebaliknya.

"Dia tampan. Matanya mirip kamu. Di punggung tangannya juga ada tanda lahir seperti ini." tangan Mama menyentuh tanganku. Tepat pada bagian bercak cokelat yang merupakan tanda lahirku. Memang sedikit memudar tapi masih bisa dilihat dengan jelas.

"Mama hanya sempat melihat sebentar saat di ruangan khusus."

Bersamaan dengan perkataan Mama pintu ruangan terbuka. Disana Jeffrey berdiri, terlihat berantakan. Seperti orang yang sehabis berlari, sebagian pakaiannya bahkan basah karena keringat yang bercucuran di wajahnya.

Dia langsung berlari menghampiriku. Menggantikan Mama untuk memelukku. Tidak terlalu keras karena bagian kepalaku yang baru selesai operasi belum sepenuhnya sembuh. Tapi pelukan Jeffrey mampu membuatku menitihkan air mata. Lagi.

Red Flag || COMPLETE ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang