Part 43

394 45 17
                                    

[PART 42] VILLA IBU

Rumah yang dulu pernah menjadi awal ketakutan bagi ketigabelas bersaudara kini kembali diingatkan. Rumah yang dulu sering dipijakan, kini enggan dilihat kembali. Rumah yang dulu menjadi masa kecil mereka bertiga belas, kini menjadi kenangan terburuk di sepanjang hidup mereka. Selalu dibilang berkali-kali tentang bagaimana seungcheol bisa memilih jalan hidup dan mengetahui bagaimana seungcheol hidup dimasa depan, seungcheol tidak akan pernah datang untuk menghibur ibu kala itu.

Kejam? Memang. Seungcheol pernah dan sering memikirkan bagaimana dirinya jika tidak bersama dengan ibu. Mulai dari kejadian dirumah ibu lima tahun silam. Dan sekarang kejadian dimana seungcheol tidak bisa melihat dan menghirup udara segar. Seungcheol kehilangan dua belas saudaranya hanya karena satu kesalahannya, yaitu egois. Seungcheol merasa bahwa dirinya ini adalah kakak yang sangat-sangat pengertian, tapi nyatanya tidak. Seungcheol tidak mengenal adik-adiknya dengan baik bahkan ketika ibu sudah tiada. Pekerjaan membuat seungcheol melupakan bagaimana dulu dirinya benar-benar melindungi kedua belas adiknya. Pekerjaan membuat seungcheol lupa bahwa adik-adiknya masih sangat butuh perhatiannya. Dan pekerjaan benar-benar membuat seungcheol tidak paham hal apa yang adik-adik seungcheol inginkan.

Tapi mungkin ini sudah menjadi takdir untuk seungcheol. Dimana dirinya menjadi anak sulung dari ibu dan ayah yang memiliki segudang misteri dikehidupan mereka. Sebelum atau bahkan sesudah seungcheol diangkat menjadi anak, rusi dan rudi.

Sangat. Sangat. Sangat ingin menyalahi keadaan tentang bagaimana seungcheol dan kedua belas adiknya merasakan hal menyeramkan selama ini. Tapi hal itu sudah tidak berlaku lagi. Mereka bahkan sudah tau seperti apa terpaan yang sudah menunggu mereka semua di depan sana.

Pagi ini dino berangkat ke kampus bersama dengan woojin. Sejak dari rumah, diperjalanan, bahkan sampai kampus, pun perasaan dino sangat-sangat tidak enak. Biasanya perasaan tidak enak apapun itu, dino dapat melihat dan merasakan disebelah mana hal yang tidak beres tersebut.

Turun dari mobil bersamaan dengan woojin yang juga ikutan turun. Mereka berdua sudah dihadapi oleh laki-laki tua dengan pakaian serba hitam dan tongkat serta cicin giok yang dipakai di jari manis laki-laki tua itu.

(Cincinnya, seperti cincin yang pernah hangyul ceritain tempo lalu.)

Tidak ada yang berbicara diantara mereka bertiga. Mereka saling membisu dan hanya menatap satu sama lain. Anehnya di lapangan parkir seluas ini hanya ada mereka bertiga disini. (bener-bener aneh).

"Apapun yang mau anda lakuin, tolong untuk jangan ganggu temen saya."

"Nak.."

Tapi laki-laki tua itu malah memanggil. Dan arah panggilan itu bukan menuju ke dino, tetapi pada woojin.

Woojin heran dan terkejut menjadi satu. Woojin diam. Karena tidak tahu apa yang sekarang sedang terjadi kepadanya dan juga sahabatnya itu.

"Nak.." lagi, laki-laki tua itu, lagi-lagi memanggil woojin.

Tapi woojin masih diam. Woojin tidak bisa bergerak bukan karena hal mistis yang membuat tubuhnya kelu atau tidak bisa bergerak. Tetapi, karena keraguan yang muncul di dalam dirinya.

(Ini kenapa si dino diem aja siii? Gua bingung ini, harus nyamperin apa kagak.)

"Nak" untuk ketiga kalinya laki-laki tua itu kembali memanggil.

Baru akan melangkahkan kakinya. Tangan woojin ditahan dino. "Jangan"

Woojin diam. Menatap kearah dino.

VILLA IBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang