Part 28

270 47 0
                                    

[PART 27] VILLA IBU

Siang ini menjadi siang yang mencekam untuk dokyeom, setelah dokyeom dikirimi pesan lagi dan lagi oleh nomor yang tidak dikenal. Sudah ada sepuluh pesan singkat yang dikirim oleh nomor itu, sebetulnya ini alasan lain mengapa dokyeom termenung tadi pagi di ruang keluarga atas.

Saya akan buat kalian merasakan penderitaan saya selama ini.

Kalian itu sama saja seperti ibu kalian.

Kalian itu tidak punya hati.

Otak kalian yang cerdas itu, kalian pakai untuk menyakiti orang miskin seperti saya.

Saya harap kalian membayar apa yang sudah orang tua kalian lakukan terhadap keluarga saya.

Saya ingin kalian mati satu-persatu ditangan saya.

Akan saya gantung setiap kepala milik kalian.

Saya tidak akan pernah mengampuni dosa yang sudah orang tua kalian buat.

Apakah mereka membesarkan kalian seperti seorang monster juga?

Saya ingin nyawa kalian!

Setiap isi dari pesan itu, benar-benar membuat bulu kuduk dokyeom merinding. Dokyeom ketakutan. Dokyeom beringsut didalam selimutnya. Dengan keadaan yang tidak bisa dijelaskan. Dokyeom bingung, apakah dirinya harus bilang tentang pesan singkat itu kepada seungcheol atau tidak.

Kalau dokyeom ingin bercerita tentang pesan singkat itu, otomatis dokyeom juga harus menceritakan segal hal yang sudah dirasakannya akhir-akhir ini. Dan mau tidak mau, dokyeom harus melakukannya. Dan sudah pasti semua anggota keluarganya akan mengetahuinya.

Tapi dokyeom lupa akan dino. adik bungsunya itu bisa membaca pikiran setiap orang. Apalagi dengan orang-orang terdekatnya. Dokyeom lupa akan hal itu. Tapi dokyeom lebih memilih untuk tetap diam. Sampai akhirnya ada waktu yang benar-benar pas untuk dirinya menceritakan semuanya.

Pintu kamarnya diketuk. Dokyeom bangun untuk menyesuaikan dirinya. Agar seseorang yang ada diluar sana tidak curiga dengan apa yang dirasakannya saat ini. "nyom? Aa masuk, ya?". Itu jelas-jelas suara seungcheol. Dan dokyeom sebisa mungkin harus menutupi semuanya di hadapan kakak pertamanya itu. Dokyeom hanya tidak ingin menambah beban pikiran sang kakak pertamanya.

Saat pintu dibuka, seungcheol bisa melihat adiknya itu duduk diatas kasur sembari bermain ponsel. "nyom?" kata seungcheol, seraya memanggil adiknya itu. Yang dipanggil hanya mendongak dan tersenyum. Dokyeom ini ingin bersikap biasa saja. Tapi bukan seperti ini sikap biasa seorang dokyeom. Sikap seperti ini hanya malah memperlihatkan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

Tanpa ijin terlebih dahulu. Seungcheol duduk dipinggiran tempat tidur, mengahadap, dan menatap adiknya intens. Dokyeom kebingungan dengan sikap yang seungcheol perlihatkan kepadanya. Lalu, "aa kenapa? Ada yang mau diomongin? Sama dokyeom?" .

Seungcheol mengangguk. "nyom..." lirih seungcheol. "aa tau, kalau aa ini belum bisa jadi aa yang baik buat kamu sama adik-adik aa yang lain..." kata seungcheol, masih menatap dokyeom. "aa tau kalau aa ini masih banyak kurangnya.."

"aa—"

"—tapi aa pengen mencoba jadi aa yang bener-bener aa... aa pengen kalian percaya sama aa... aa pengen kalian tuh kayak dulu..."

"aa—"

"—aa pengen kalian tuh cerita hal apa aja, mulai dari hal yang kalian benci hari ini atau hal yang kalian suka kemarin...". Seungcheol menghela napas berat. "aa pengen jadi aa yang kayak dulu... dimana adik-adik aa terbuka sama aa..." ujar seungcheol.

Dokyeom paham, bahwa seungcheol ini sudah tahu perubahan yang ditunjukan dokyeom. Ternyata aa paham... dokyeom mendekati seungcheol. Mengelus punggung tangan kakak pertamanya itu. "a... kalau dokyeom cerita, aa bakal percaya sama dokyeom?". Seungcheol mengangguk. "tapi, aa janji? Kalau cerita dokyeom ini gak ada nambahin beban aa?". Seungcheol mengangguk lagi.

"cerita sama aa..." kini gantian seungcheol yang mengelus punggung tangan dokyeom. "aa akan percaya sama kamu, dan berusaha untuk tidak menjadikan cerita kamu ini sebuah beban..." ucap seungcheol tersenyum. Lalu menyisir rambut adiknya itu dengan jari-jari tangan.

Dokyeom menceritakan semua hal yang dirinya rasakan selama ini. ekspresi yang dilihatkan seungcheol bukan ekspresi kaget dan tak percaya lagi. ekspresi seungcheol sudah tidak bisa dijelaskan karena saking terkejutnya seungcheol.

Ada rasa kasihan yang seungcheol rasakan ketika mendengar semua penuturan kesembilannya itu. Seungcheol ini memang bukan kakak yang baik. Adiknya merasakan semua itu, dan seungcheol masih bisa diam saja. Seungcheol bahkan tidak pernah memaksa untuk menanyakan kepada sikap adiknya selama ini berubah. Seungcheol merasa lalai dari tugasnya sebagai kakak.

Seungcheol mengusap wajahnya berkali-kali. Sementara dokyeom hanya melihat dengan raut wajah khawatir. Dokyeom merasa bahwa ceritanya ini berhasil menambah beban di pundak sang kakak semakin berat. Dokyeom berpikir bahwa memang seharusnya dirinya tidak pernah menceritakan semuanya kepada sang kakak.

Seungcheol menurunkan telapak tangannya yang menutup area wajah. Seungcheol menatap dokyeom lekat. Sangat lekat. "kenapa kamu gak cerita semua ini dari awal?" kali ini nada suara seungcheol adalah nada suara yang sangat jarang seungcheol tunjukan. Biasanya nada suara ini akan keluar saat seungcheol sedang merasa benar-benar tidak tahu harus melakukan apa.

Dokyeom tidak berani menatap seungcheol. Tatapan dokyeom beradu dengan ibu jari yang menekan-nekan ujung jari tengahnya. Dokyeom takut melihat seungcheol seperti ini. "nyom jawab aa." seungcheol kembali membuka suara. Agar dokyeom mau memberitahunya, kenapa selama ini dokyeom hanya diam, dan tidak memberitahu seungcheol.

Dokyeom masih diam dan terpaku pada jari-jari tangannya. "nyom. Tolong jangan buat aa semakin merasa bersalah karena gak tau keadaan kamu saat ini." ujar seungcheol disertai dengan nada getiran. Dokyeom mendongak untuk melihat keadaan seungcheol. Wajah seungcheol semakin tidak bisa dijelaskan.

Dokyeom membuang napasnya perlahan, dan menjawab "dokyeom gak mau buat aa khawatir. Dokyeom gak mau nambahin beban pundak aa. dokyeom gak mau itu a..." jawab dokyeom selirih mungkin. tapi seungcheol masih bisa mendengar penuturan adiknya.

Seungcheol menggeleng tak percaya dengan apa yang ada dipikiran sang adik. "terus kamu pikir, dengan cara kamu nyembunyiin semuanya, kamu bisa jalanin itu sendirian? Seorang diri? Kamu mampu?" seungcheol dengan nada suara yang agak meninggi dan penuh penekanan. Dan kembali membuat dokyeom menunduk. "kalo kayak gini kesannya aa tuh bukan aa yang baik buat kamu." ucap seungcheol. "kamu tau kan? Kejadian joshua yang menyembunyikan semua kejadian yang dia rasakan, sampai akhirnya dia merasakan rasa sakit yang mungkin aja gak bisa dirasain sama beberapa orang?" seungcheol menggebu. "aa gak mau hal kayak gitu terulang lagi sama adik-adik aa." ujar seungcheol. "kalo gini caranya, mending aa aja yang ngerasain itu semua, kalian gak perlu ngerasain." Sambung seungcheol.

Lalu seungcheol terdiam. Mengacak-acak rambutnya frustasi. "a..." lirih dokyeom. Membuat seungcheol seketika langsung menatap adiknya itu. "maafin... onyom ya... onyom salah karena gak jujur sama aa..." dokyeom lagi.

Seungcheol menghela napasnya berat. "sini." Seungcheol memanggil dokyeom untuk mendekat kearahnya. Tanpa basa-basi. Dokyeom mendekat dan langsung memeluk seungcheol dengan erat. "lain kali, apapun yang terjadi, bilang sama aa, gak usah takut beban aa tambah banyak. Karena emang begitu harusnya. Aa itu harus jagain kalian. Harus." Seungcheol mengusap puncak kepala adiknya itu dengan lembut. 

VILLA IBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang