22 | Surel

1.8K 181 4
                                    


                    Zavelix tahu bahwa tak seharusnya ia memacu mobilnya dengan kecepatan di atas delapan puluh di tengah kota seperti ini. Namun ia menemukan dirinya tak peduli. Saat itu satu-satunya hal yang ada di pikirannya adalah bagaimana ia bisa menemukan Jarkes secepat mungkin.

"Gue denger Jarkes bicara dengan Kaleya. Katanya, kalau Kaleya bisa bikin lo jatuh cinta padanya lalu mencampakan lo di malam tahun baru, Jarkes akan berlutut di kakinya dan meminta maaf kepada Fanera."

Zavelix memejamkan mata.

Kaleya memeluknya erat. "Aku bangga kamu bisa melaluinya, Zavelix."

Apakah itu semua hanya pura-pura?

Nggak mungkin.

"Lo nggak pernah percaya sama siapapun, Zavelix. Tapi kenapa sekarang lo bersikap denial? Wah, harusnya lo berhati-hati sama Kaleya. Cewek itu bener-bener manipulatif, ya."

Becca pasti bohong, adalah hal pertama yang muncul di pikiran Zavelix.

Tanpa mengucapkan selamat tinggal, ia pun langsung meninggalkan Becca di kamarnya.

Ia bergegas menuju mobilnya sambil mencoba menelepon Jarkes. Ia memang bisa saja langsung bertanya kebenarannya pada Kaleya, namun dia terlalu takut untuk melakukannya. Takut bila semua itu adalah benar dan dia gagal mengontrol emosinya hingga menyakiti gadis itu.

Satu-satunya orang lain yang tahu kebenarannya adalah Jarkes sendiri. Namun ponselnya sejak tadi mati, jadi Zavelix datang ke apartemennya. Hanya saja sesampainya di sana, ia tak bisa menemukan Jarkes.

Ia tak akan bisa tidur tenang malam itu apabila ia tak mengetahui kebenarannya.

Kemudian Zavelix menghubungi Fanera dan tanpa membuat gadis itu bertanya, dia sudah mengajukan pertanyaan apakah Jarkes ada bersamanya atau tidak. Lalu Fanera menjawab kalau Jarkes tidak bersamanya, dan bahwa gadis itu baru saja pulang dari toko bunga Kaleya.

Ia pun melajukan mobilnya tanpa arah sepanjang sisa malam tersebut dengan harapan akan menemukan mobil Jarkes terparkir di suatu tempat.

°•°•°

         Zavelix terbangun akibat suara gedoran di pintunya yang tak kunjung berhenti. Dari bunyi gedorannya saja ia sudah tahu siapa yang ada di luar pintunya tersebut. Para pelayan tak pernah ada yang berani mengetuk pintunya seperti itu, apalagi kalau mereka tahu Zavelix sedang tidur. Ketika Gavin sedang berada di rumah dan ia ada perlu dengan Zavelix, maka kakak laki-lakinya itu akan mengetuk pintunya dengan pelan dan teratur sambil sesekali memutar-mutar kenop pintunya. Jadi satu-satunya orang yang bisa dan mampu menganiaya pintu kamar Zavelix seperti itu hanyalah Lavera.

"Zavelix, buka pintunya! Buka pintunya sekarang juga!"

Sambil menyumpah-nyumpah, dan karena tahu Lavera tidak akan berhenti menggedor pintunya sampai pintu sialan itu terbuka, Zavelix pun dengan sekuat tenaga bangkit dan menyeret langkahnya ke seberang ruangan untuk membuka pintu. Dan benar saja, begitu si pintu terbuka, wajah garang Lavera langsung menyambutnya. Tanpa peduli ia langsung berbalik, berjalan kembali ke tempat tidurnya dan menghempaskan tubuhnya ke kasur.

"Bangun sekarang juga!" Langkah kaki Lavera menghentak-hentak di atas keramik marmer saat ia menyeberangi kamar Zavelix menuju jendelanya untuk membuka tirai agar sinar matahari bisa tanpa ampun menyinari wajah tidur adiknya. "Kamu ke mana semalaman?!Ayo bangun! Kalau aku nggak mendengar alasan yang bagus akan aku gunting lagi semua kartu kredit kamu!"

Guardian DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang