~Pikiran yang berkecamuk; Permasalahan Panjang~
Layar hologram berkedip berkali-kali, menampilkan notifikasi yang muncul di terminal. Beberapa pesan dan email masuk berkali-kali serta menimbulkan bunyi 'ting' yang cukup menganggu. Namun sepertinya suara itu sama sekali tidak mengusik Aivaren yang sedang diam termenung dengan tatapan kosong. Jemarinya bergerak perlahan di beberapa berkas yang ada di meja kerjanya.
Pikiran serta memori Aivaren hanyut ke beberapa hari lalu setelah hari lelang. Dia masih memikirkan pembicaraan sangat pewaris Distrik Tanah Barat soal bayaran untuk kalung mendiang bundanya yang dimenangkan olehnya. Itu mungkin adalah sebuah kalimat untuk merendahkan seseorang dan Aivaren tau itu. Sosok pewaris Distrik Tanah Barat yang mengatakan itu padanya, tidak bisa lepas dari pikirannya. Entah apa yang membuatnya begitu, yang jelas Aivaren tau dia telah menghinanya.
Aivaren belum pernah bertemu dengan sosok pewaris Distrik Tanah Barat sebelumnya. Ia hanya pernah mendengar tentang dia, tetapi ia bahkan tidak tau namanya. Mungkin kalau kemarin seseorang (Aivaren menduga ia adalah kaki tangannya) tidak mengatakan kalau sosok lelaki bermata emas itu adalah pewaris Distrik Tanah Barat, maka Aivaren juga tidak akan tau.
"Pewaris Distrik Tanah Barat." Aivaren menggumam.
Ia mengabaikan semua notifikasi di layar hologram itu, kemudian membuka sebuah situs pencarian, kemudian mengetikkan kalimat 'Pewaris Distrik Tanah Barat'. Setelah mengetikkan itu, muncul sebuah informasi yang berisi tentang si pewaris Distrik Tanah Barat itu. Aivaren kemudian membaca informasi yang dia dapat.
"Zaner Avareth Nandara, umur 27 tahun, lahir 24 Mei 2XXX. Anak tunggal dari pemimpin Distrik Tanah Barat. Tinggi 175 cm dengan status Ax." Aivaren terdiam sejenak ketika mendapati statusnya adalah Ax, sebelum melanjutkan. "Sangat berbakat dalam menembak dan masih single."
Setelah membaca, Aivaren kemudian melihat foto yang ada. Sepertinya ini adalah foto yang diambil di press confress. Di foto itu, Avareth mengenakan jas hitam elegan. Warna matanya yang emas sangat serasi dengan ekspresinya yang cerah di foto itu. Sebagai seorang Ex, Aivaren mengakui dia memang cukup menawan. Namun setelahnya, ia menepis pemikiran itu dari kepalanya.
"Jadi dia pewaris Distrik Tanah Barat," ujar Aivaren. "Bagaimana orang sepertinya bisa membunuh secara brutal?" Namun Aivaren sudah tau jawabannya, setelah melihat langsung bakat Avareth dalam menembak.
Aivaren mendengar berita itu ketika tiba di pasar lelang beberapa hari lalu. Tuan Gumo adalah salah satu kolega ayah tirinya yang ditemukan tewas di hutan, dimakan serigala. Rumor mengatakan bahwa Tuan Gumo memiliki hutang pada Distrik Tanah Barat. Dia dibunuh karena terlambat mengembalikan uangnya. Itu benar-benar kejam.
Lagi-lagi Aivaren terdiam. Dia memikirkan Avareth yang bersikukuh melawannya di lelang hanya untuk sebuah kalung. Untuk apa seseorang sepertinya menginginkan kalung yang bahkan untuknya, kalung seperti itu bisa ia dapatkan dengan mudah. Aivaren memijat pelipisnya, dia pening memikirkan ini. Saat sedang berpikir, sebuah suara mengagetkan nya.
"Kakak!" sebuah suara khas anak kecil menyambut dari balik pintu yang terbuka.
Terlihat dibalik pintu, seorang gadis kecil berusia tujuh tahun dengan gaun pink dan rambut pirang bergelombang memasuki ruangannya. Matanya yang berwarna batu ruby, tampak berkilat-kilat indah. Pipinya yang gembul tampak merona merah. Di tangannya menenteng sebuah boneka kelinci kecil usang berpita merah. Gadis itu tidak sendirian, dibelakangnya tampak seorang maid menemaninya.
"Naia!" Aivaren langsung mendekati adik bungsunya itu. Ia mengelus rambut bergelombangnya. "Hay, kenapa kau kemari?"
"Kakak! Hari ini Naia dapat nilai bagus disekolah! Naia dapat lima bintang!" ujar Naia dengan bangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANITUDE
RandomConstallatres Aivaren Daniel terpaksa menggantikan sosok adiknya yang masih berusia tujuh tahun untuk dinikahkan dengan pewaris tunggal Distrik Barat, akibat dari tabiat buruk Sang Ayah yang berani berhutang pada Distrik yang dikabarkan kejam dalam...