Warn: 🔞
Setelah drama diantara mereka berdua beberapa menit lalu, kini Avareth sudah duduk di ranjang bersama Aivaren. Mereka berdua memegang gelas yang dibawakan Ghea ke kamar mereka. Sebelum pergi Ghea memberikan 'semangat' kepada Avareth. Avareth menduga bahwa Ghea sudah tau atau mungkin mendengar percakapan mereka berdua tadi. Kini Avareth masih menunggu Aivaren untuk menceritakan apa yang ingin ia ceritakan.
Sejujurnya Avareth tidak menyangka Aivaren akan langsung memberikan informasi tentang ayahnya. Jika informasi bahwa dia dan adiknya benar-benar mengalami penganiayaan, sudah dipastikan Lio akan mati ditangan Avareth, walaupun Aivaren melarangnya untuk membunuhnya.
"Kamu, pasti sudah tau ayahku, kan?" tanya Aivaren sambil menatap gelas kosong di tangannya. Air di dalam gelas itu, sudah ia minum sebelumnya.
"Iya kenapa?"
"Ada hal lain yang ditutupi oleh keluarga kami tentang Lio. Ini hanya obrolan antar aku, pamanku, dan adikku Reiver, sehingga seharusnya hal ini tidak pernah bocor ke publik. Sekalipun bocor, tidak ada yang memiliki buktinya selain aku, Reiver, dan paman," jelas Aivaren.
"Apa yang kamu maksud?" tanya Avareth.
Aivaren menoleh. "Kamu tunggu disini."
Aivaren beranjak dari ranjang, sembari meletakkan gelas kosong itu di meja. Ia berjalan ke arah kamar mandi, entah untuk apa. Avareth hanya menatapnya heran. Bukti apa yang ingin dia berikan sampai harus seperti ini. Avareth meminum air dalam gelasnya, sampai dia hampir tersedak airnya sendiri lantaran melihat Aivaren keluar. Bagaimana tidak? Aivaren keluar dari kamar mandi tanpa mengenakkan celana panjangnya lagi. Ia mengenakkan kemeja yang ia kenakan dan celana pendek diatas lutut berwarna hitam. Wajahnya tampak memerah pasca menangis. Ie mendekati Avareth yang terdiam membatu.
Sisi Ax Avareth menggila melihat bagaimana paha mulus milik Aivaren terpampang jelas di depan matanya. Namun dia mati-matian menahan nafsunya, karena ini adalah hal yang harus ia dapatkan untuk penyelidikannya.
"Kamu mau menunjukkan apa?" tanya Avareth. Aivaren tidak menjawab dan hanya membalikkan badannya. Avareth awalnya tidak mengerti, tetapi begitu melihat banyak sekali bekas luka sabetan serta sebuah luka yang disebabkan oleh borgol di pergelangan kaki Aivaren, membuat Avareth terdiam.
"Ini—"
"Dosa besar ayahku adalah menyiksa kedua anak tirinya, yaitu aku dan Reiver. Apa yang kamu lihat adalah apa yang dilakukan ayahku olehku." Avareth mulai bercerita sembari tangannya bergerak ke arah kancing kemejanya. "Tapi jika aku hanya memberikan ini, orang akan berkata bahwa, ini luka yang kudapatkan dari pelatihan bela diri. Namun, aku punya bukti lain."
Aivaren tiba-tiba menurunkan separuh dari kemejanya dan memperlihatkan punggungnya yang penuh dengan luka sabetan. Bahkan Avareth bisa melihat luka sabetan yang terlihat masih baru dan tidak seperti luka lainnya. Jumlah luka sabetan itu lebih dari 30 dan itu berarti Aivaren mengalami itu sudah sering. Avareth tanpa sadar berdiri dan mendekati Aivaren.
"Ini adalah bukti terbesarnya. Ketika ayahku marah karena kalah berjudi atau emosinya tidak stabil, dia selalu membawa aku dan adikku untuk disiksa. Aku sudah mengalaminya semenjak Bundaku meninggal dunia. Kadang kami—aku dan Reiver bergantian melayani emosi dari ayahku, agar emosi ayahku tidak sampai pada Naia," jelas Aivaren.
"Paman mu? Bukankah dia masih adik dari ibumu? Kenapa dia tidak bertindak?" tanya Avareth. Tangannya menyentuh punggung yang sudah penuh dengan luka itu perlahan. Sisi Ax nya merasa marah dan sedih.
"Jika pamanku ikut campur, dia bisa saja melukai Naia. Ancaman ayah terhadap kita adalah Naia, jadi kita tidak bisa lakukan apapun," jawab Aivaren.
Avareth terdiam. Dia bodoh sekali. Aivaren sudah mengalami banyak sekali trauma dalam hidupnya dan dia memberikan trauma lain padanya. Seharusnya jika ia benar-benar mencintainya, kenapa dia tidak datang untuk melamarnya saja waktu itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
CANITUDE
RandomConstallatres Aivaren Daniel terpaksa menggantikan sosok adiknya yang masih berusia tujuh tahun untuk dinikahkan dengan pewaris tunggal Distrik Barat, akibat dari tabiat buruk Sang Ayah yang berani berhutang pada Distrik yang dikabarkan kejam dalam...