Lampu temaram menyinari kamar yang dihiasi nuansa warna merah dan biru itu. Bunga mawar merah menghiasi beberapa sudut kamar itu, membuat kamar itu tampak terlihat eksotis dari berbagai sisi. Aromanya yang semerbak dari bunga-bunga itu, menambah kesan eksotis serta romantis yang memikat. Kamar ini bukanlah kamar tidak bertuan, melainkan ada seseorang yang kini duduk di sebuah ranjang, dengan kelambu berwarna merah. Kamar ini bukan miliknya, ia sedang menanti sang tuan untuk masuk ke dalam.
Aivaren masih berada di sana, duduk dengan kedua tangan di pahanya, menunggu 'sang suami' untuk datang ke kamarnya. Tudung putih masih menutupi kepalanya dan Aivaren tidak diizinkan untuk membukanya, sebelum suaminya. Dia masih menunggu dengan jantung berdegup kencang. Dia tidak takut, tetapi jika ia bisa ia ingin lari sejauh mungkin sekarang ini.
Tiga hari berlalu dengan cepat dan tanpa sadar beberapa jam yang lalu, Aivaren telah melakukan pemberkatan dengan Avareth di Distrik Timur Laut. Sesuai perjanjiannya dengan Avareth, tidak ada satu pun yang hadir, selain keluarga Aivaren. Pemimpin Distrik Tanah Barat, Lady Rui tidak datang ke pemberkatan dan akan menunggu mereka pulang ke Distrik Tanah Barat. Setelah pemberkatan itu, Aivaren mengucapkan selamat tinggal pada kedua adiknya dan juga Saga. Itu sesuatu yang menyedihkan jika ia mengingatnya, tetapi ia tau ini adalah jalan yang harus dia tempuh.
Saga memeluk Aivaren paling terakhir saat itu. Wajahnya basah oleh air mata dan dia mengelus pipi keponakannya dengan lembut, sebelum berujar. "Maafkan aku, Nak. Aku tidak bisa menjagamu seperti apa yang kak Jia inginkan. Aku gagal, Nak."
"Tidak paman. Kau tidak gagal sama sekali. Aku berterima kasih padamu telah membesarkanku dengan baik. Sekarang giliranku untuk melindungi apa yang sudah Bunda jaga selama ini," kata Aivaren lembut kemudian melepaskan pelukannya. Sebelum akhirnya ia pergi bersama Avareth meninggalkan tempat pemberkatan, menuju rumah barunya Distrik Tanah Barat.
Itu adalah kejadian beberapa jam yang lalu, sebelum Aivaren terperangkap disini. Aivaren tidak takut, tetapi kalau bisa Aivaren ingin lari sejauh-jauhnya dari hal ini. Apa yang akan dilakukan setelah pernikahan bagi para pengantin baru? Tentu saja malam pertama. Bagi sebagian orang, itu adalah hal yang wajib dilakukan. Namun bagi Aivaren, ini tidak boleh sampai terjadi. Sekali lagi dia tidak takut, tetapi ia tidak ingin melakukan hal itu pada sosok yang tidak ia sukai. Diam-diam, Aivaren sudah menyembunyikan sebuah pisau di balik bantal di kasur itu.
Kriet!
Aivaren tersentak ketika ia mendengar pintu terbuka. Samar-samar ia melihat sosok Avareth memasuki ruangan. Jantung Aivaren berdegup kencang, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. Dia harus menunjukkan kalau dia tidak takut pada Avareth, karena jika ia takut maka Avareth akan sangat puas melihatnya ketakutan.
"Kamu sudah menunggu lama, hm?" tanya Avareth.
Aivaren tidak menjawab. Dia memilih bungkam.
Avareth hanya ber 'huh' pelan. Tangannya kemudian terjulur untuk menyentuh tudung yang Aivaren pakai. Dari balik tudung itu, Aivaren bisa melihat tangan Avareth mengangkat perlahan tudung miliknya. Tudung itu mulai terangkat dan menampilkan wajah manis dan rupawan milik Aivaren. Warna matanya yang berwarna hijau dan biru tampak cantik. Bibirnya diolesi pewarna bibir pink yang menambah kesan padanya. Sungguh, Avareth benar-benar tidak bisa berhenti menatap sosok di depannya.
"Cantik. Pantas saja aku tidak diizinkan untuk membuka tudungmu sebelumnya. Aku tidak rela kecantikan seperti ini dilihat orang lain selain aku," ujar Avareth.
Aivaren ingin sekali muntah mendengar pernyataan itu. Namun dia harus menahan dirinya atau semuanya tidak akan bagus baginya. Aivaren mengalihkan pandangannya dari Avareth dalam posisi masih menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANITUDE
De TodoConstallatres Aivaren Daniel terpaksa menggantikan sosok adiknya yang masih berusia tujuh tahun untuk dinikahkan dengan pewaris tunggal Distrik Barat, akibat dari tabiat buruk Sang Ayah yang berani berhutang pada Distrik yang dikabarkan kejam dalam...