~ Happy Reading ~
"Enggak Jeff, bercanda" ucap Jenara saat melihat Jeffrey dengan muka kaget dan bingungnya, lelaki itu hanya terdiam.
Sementara Jenara tertawa canggung sambil memukul pelan lengan Jeffrey, "Bercanda ya ampun, serius amat-"
"Lain kali jangan gitu, Je" sela Jeffrey cepat dengan nada bicara yang dingin.
Lelaki itu tau, benar-benar tau, apa yang Jenara katakan tadi adalah serius. Ia hanya berpura-pura menganggap candaan Jenara itu benar. Ini yang Jeffrey takutkan sejak awal. Namun Mamanya itu terus memaksa ia untuk menyetujui perjodohan ini. Singkat cerita, Jeffrey juga sempat mengawasi Jenara beberapa hari sebelum makan malam waktu itu. Jenara adalah wanita yang baik, sesuai dengan apa yang di jelaskan oleh kedua orang tuanya.
Maka dari itulah Jeffrey setuju. Selain karena permintaan kedua orang tuanya, kepribadian Jenara juga salah satu alasannya. Wanita yang bekerja keras, Jeffrey suka. Namun entahlah, setelah lebih mengenal Jenara, Jeffrey jadi tidak suka jika wanita itu bekerja terlalu keras.
Jenara yang melihat wajah serius Jeffrey jadi sedikit ketakutan, "I-iya maaf" ucapnya gugup.
Tak mendapat jawaban, lelaki di hadapannya itu melanjutkan makan dengan serius. Tak ada pembicaraan yang tercipta lagi. Jenara juga sudah terlanjut takut dan merasa tidak enak dengan Jeffrey.
Sampai di apartemen Jenara pun, keduanya masih tetap terdiam. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya memandang keluar jendela mobil. Sedangkan Jeffrey dengan raut muka datarnya tengah fokus mengemudi. Jenara sampai bingung, ingin menawari untuk mampir seperti biasa atau tidak. Sungguh, ia takut untuk sekedar bersuara.
Jeffrey tak memandangnya sama sekali. Tak tahan, Jenara memberanikan diri untuk bicara terlebih dahulu, "Mau mampir dulu ga?"
"Enggak, saya ada kerjaan" jawab Jeffrey dingin masih tetap tanpa menoleh padanya.
Jenara mengerucukan bibirnya sebal, "Ya udah, makasih Jeff" setelah mengatakan itu, ia turun dari mobil Jeffrey.
Namun baru beberapa langkah, Jenara berlari kecil kembali mendekat. Ia mengetuk kaca mobil agar Jeffrey membukanya. Setelah terbuka Jenara segera membungkuk, "Kalo kerja jangan malem-malem, jangan minum kopi juga. Nanti lo malah ga ngantuk-ngantuk, kerja terus sampe pagi. Istirahat Jeff, lo butuh tenaga buat cari uang" memberikan senyuman manis di akhir kalimat, Jenara langsung berlari pergi dari sana.
Sedangkan Jeffrey masih terdiam disana. Seperti tak ada niat sama sekali untuk menjalankan mobilnya. Jenara begitu baik, Jeffrey bingung. Apakah benar jika harus melanjutkan perjodohan ini?
"Maaf, Je"
•••
Tidak kaget, Jenara sudah menduga akan dampak dari kejadian malam itu. Jeffrey tak menghubunginya sudah terhitung empat hari. Jujur, Jenara merasa seperti ada sesuatu yang hilang dari hidupnya. Lelaki itu juga tak lagi mengantar jemputnya seperti biasa. Tak ada lagi pesan-pesan yang menurut Jenara itu sangat bawel hanya karena mengingatkannya untuk tak lupa dengan makan.
Bahkan Jenara sudah lupa, selama empat hari ini ia makan berapa kali. Sepertinya lambung wanita itu hanya terisi dengan air putih dan beberapa gigit roti tawar. Bahkan Jenara menolak traktiran Haikal karena adiknya itu sudah dibelikan Aston Martin oleh sang Papa.
Meskipun hanya empat hari, seperti nya berat badan Jenara sudah menurun. Terlihat dari pipinya yang sudah mulai menirus. Jenara adalah tipe yang mudah kurus dan mudah gemuk. Karena itulah Jenara suka menunda makan, itu juga bisa membuatnya lupa akan rasa lapar. Tak jarang juga wanita itu melakukan diet, bahkan pernah sampai harus dirawat di rumah sakit. Jenara mengalami gejala maag akut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Substitute, but True Love
Roman d'amour"Aku ga akan pernah berusaha untuk jadi dia. Aku mau, kamu cinta aku murni karena itu aku, bukan karena aku mirip dia. Ini aku, dan tetap akan seperti ini" "Rasa nya lebih sakit waktu aku takut kehilangan kamu, daripada saat aku sudah kehilangan di...