8

1.8K 99 0
                                    

"Jaem?" Jeno terbingung teheran-heran karena tak kunjung menemukan Jaemin. Bahkan banyak baju di lemarinya yang hilang membuat diri Jeno semakin panik. Jeno juga sudah mengunjungi club tempat Jaemin bekerja, dan hasilnya nihil. Ia tak dapat menemukan sosok yang ia dambakan itu. Terbesit di pikirannya bahwa Jaehyun membawa Jaemin pergi, tetapi ia meyakinkan dirinya bahwa pamannya itu tak akan melakukan hal demikian. "Doyoung hyung, tau Jaemin pergi kemana ga?" Doyoung yang sedang membuat minuman hanya menatap Jeno datar. "Pergi dia. Udah ga kerja di sini lagi." Seakan dunianya runtuh, Jeno jalan tergontai keluar dari gedung club itu.



Sementara di lain tempat... "Hyung... Bangun... Aku udah siapin air anget, cepetan mandi sebelum telat kerja." Ucap Jaemin sembari menggoyangkan selimut yang menutupi seluruh tubuh Jaehyun. "Hmm?" Jaemin hanya bisa menghela napas melihat muka tidur Jaehyun. "Hyung, mau bangun ato aku pergi?" Seketika mata Jaehyun terbuka. Tanpa berusaha menyeimbangkan sinar yang masuk ke matanya Jaehyun menarik Jaemin ke dalam pelukannya. "Don't you dare, Na." Jaemin hanya tersenyum dan mengusap rambut Jaehyun yang berada di dadanya. "Yauda ayo bangun. Mandi." Jaehyun pun mengangguk.

"Jaemin-a, kau mau ikut hyung ke kantor?" Jaemin yang sedang menonton serial Putih Abu-abu pun menoleh dengan malas dan menggelengkan kepalanya. "Aku belom mandi. Hyung aja ke sana." Dan ia pun kembali menonton sinetron tersebut. Jaehyun tersenyum melihat Jaemin sudah nyaman berada di rumahnya. Setidaknya, biarlah ia menjadi rumah Jaemin untuk sementara. Ia pun segera memakai jasnya dan mengambil kunci mobil. "Hyung pergi duluan ya, Na. Kalo bosen bilang hyung. Kalo laper pesen makanan aja, ato minta dimasakin sama Bibi Han nanti. Kam-" "Hyung tenang aja~ Aku bakal baik-baik aja di sini." Jaehyun pun mengangguk dan mengecup kening Jaemin singkat, lalu ia berangkat ke kantor.

"Akhirnya... Gw harus selesaiin masalah sama Jeno dulu deh. Abis itu baru..." Jaemin sedang memikirkan apa saja yang perlu ia lakukan hari ini. Ia bukan tipe orang yang lari dari masalah. Ia masih ingin berteman baik dengan Jeno, walaupun sedikit trauma atas apa yang terjadi. Setelah membulatkan pikirannya, Jaemin pun menelpon Jeno dan mengajaknya bertemu di restoran terdekat.



"Jeno..." Jeno menoleh, melihat Jaemin memakai baju rumahnya dan kacamata bulat menghampiri dia. "Jaemin. Lu kemana aja sih?! Lu ga tau gw hampir gila gara-gara lu?!" Jaemin hanya menutup matanya, menerima semua bentakan yang diberikan Jeno kepadanya. Seluruh pengunjung pun ikut melihat apa yang sedang terjadi diantara mereka. "Udah? Sekarang dengerin gw." Jeno pun kembali menenangkan dirinya. "Inget kita itu fwb 'kan?" Jeno menghela napasnya dengan gusar. "Gw ga-" "Denger gw dulu Jeno. Lu pikir gw ga tau lu suka sama gw? Tapi sangat disayangkan gw ga bisa bales perasaan itu. Gw ga mau bergantung sama orang lain. Walaupun gw berusaha untuk nerima lu, gw ga bisa suka sama lu. Gw mau lepas dari hubungan kita sekarang. Kita masih bisa temenan, tapi gw ga mau punya toxic relationship lagi sama lu."

Jeno terdiam. Ia hanya bisa menunduk. "Gw tau lu masih belom bisa terima keputusan gw. Jadi gw bakal kasih lu waktu untuk membiasakan diri. Gw pergi." Jaemin langsung meninggalkan Jeno begitu saja. Tak ingin memperdulikan apa yang akan terjadi pada Jeno. "Huff... Sekarang saatnya ke tempat selanjutnya."



Tibalah Jaemin di tempat yang sangat ia benci, namun perlu ia datangi. "Ey, akhirnya dateng juga jalang satu ini. Udah berubah pikiran?" Dengan tangan yang mengepal Jaemin memberanikan dirinya untuk maju. "Berapa banyak hutang yang Papa punya?" Suara tawa pun terdengar. "Kamu mau bayar pake uang kotormu itu? HAHAHAHA! OK, total hutang dan bunga papa kamu 3 miliar." Jaemin membuka matanya lebar. '3 miliar?!' Batinnya. Untungnya Doyoung memberikan Jaemin uang, setidaknya ia bisa membayar setengah hutangnya terlebih dahulu. "Saya akan bayar setengahnya dulu." Jaemin memberikan kartu dan buku tabungan miliknya kepada orang tersebut. "Tapi tolong, berikan saya waktu untuk menyicil sisanya." Orang tersebut mengecek isi tabungan yang Jaemin punya dan berkata, "Fine, 1 minggu. Dalam 1 minggu uang itu udah harus ada. Kalo ngga, bunganya akan terus bertambah. Ato... jual aja diri lu ke kita. Kita bakal apus semua hutangnya." Jaemin memejamkan matanya, mengumpulkan segala kekuatannya untuk bisa menjawab orang edan itu. "1 minggu. Saya mengerti. Kalau begitu saya pergi sekarang."

Namun saat ingin pergi tangan Jaemin di tahan. "Eits... Jaminan?" Jaemin menghela napasnya, memberikan nomor telepon serta alamat dekat rumah Jaehyun. Ia tak mau mereka tiba-tiba menggerebek rumah Jaehyun, jadi ia berikan alamat tamannya saja. "Kalau kalian mau menagih atau apapun itu, bisa telpon saya dan datang ke alamat ini. Saya izin pergi dulu." Jaemin dengan cepat keluar dari gedung tanpa cat itu. Saat Jaemin melirik ponselnya, ia baru sadar dirinya sudah lama pergi dan belum makan sama sekali. Perutnya mulai terasa sakit, namun ia sudah biasa dengan hal tersebut dan membiarkannya.



"Hhhhh... Kalo gw jual semua tas gw baru dapet 500 juta. Gimana caranya dapet 1 miliar dalam 1 minggu?" Kepala Jaemin terasa pening. Dirinya hanya ingin hidup dengan tenang, namun mengapa ia selalu mendapatkan masalah? Sedari tadi Jaemin terus berjalan tanpa arah. Tak ada niatan untuk mengisi perutnya dengan makanan ataupun minuman. "Oh? Na Jaemin? Jalang club sebelah yang pernah gw tidurin 'kan?" Entah apalagi masalah yang akan Jaemin dapat.



Maap ya ges lama updatenya ehe..

The Way He Moves [2Jae]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang