MY WIFE | 7

1.6K 185 4
                                    

"Aaaa ... pesawat datang!"

"Am! Nyam nyam!"

"Akhirnya saya bisa makan makanan yang ada rasanya, bosen tau seminggu makan makanan hambar mulu!"

"Makanya, kak Hyunjin harus cepat sembuh biar bisa makan yang enak-enak!"

"Saya udah sembuh, kok, emang dokternya aja yang bucin, nggak bolehin saya pulang!"

"Ngasal kalo ngomong!"

"Halo anak dan menantu mama! Mama datang bawa banyak buah-buahan, nih!" Seperti biasa, dengan segala kehebohannya Nyonya Hwang datang menyapa dua sejoli yang sedang asik berduaan.

"Upsiee, mama ganggu, ya?" tanya Nyonya Hwang dengan ekspresi terkejut ala-ala saat melihat dua sejoli yang disapa itu sedikit terkejut.

"Mama kebiasaan, nggak heboh nggak afdol kayaknya!"

"Loh, kalo nggak gitu nggak rame, dong!"

Hyunjin merotasikan matanya. "Terserah mama aja, deh!"

"Oh iya, Jeongin. Mana mama sama ayah kamu? Katanya tadi kesini?"

"Orang tua Jeongin ada urusan mendadak, ma, jadi mereka cuma mampir sebentar kesini terus pergi."

"Oh, yaudah jangan diganggu."

"Hyunjin, mama ada berita bagus buat kamu!" kata Nyonya Hwang yang cukup mengundang rasa penasaran Hyunjin.

"Saham perusahaan kita naik 2,89%. Kemarin kita kedapatan 3 investor baru dan kemarin juga perusahaan kita resmi bekerja sama dengan perusahaan Tuan Jeon, kamu udah lama pengen kerja sama, kan? Mama berhasil wujudkan itu buat kamu!"

"Berita yang bagus, tapi jangan bahas bisnis dulu, ya, ma, kepalaku mendadak pusing."

"Oh, oke kalo gitu. Gimana keadaan kamu?"

"Dokter bilang kondisiku membaik sangat cepat, jadi kemungkinan beberapa hari lagi aku udah boleh pulang, nggak sampe seminggu kayaknya."

"Bagus, deh! Mama pengen kamu balik ke rumah lagi, sepi tau kalo nggak ada kamu dirumah!"

"Iya, ma, Hyunjin bakal berusaha biar cepet sembuh 100%, kok."

"Yaudah, lanjutin makannya!"

*

Jeongin sudah kembali berkuliah, Hyunjin juga sudah kembali ke kursi kebesarannya. Kembali memimpin perusahaan yang dibentuk oleh ayahnya dulu.

Hari ini Hyunjin tengah berada di salah satu toko perhiasan ternama bersama Karina, sekretarisnya. Karina sebagai wanita yang secara naluri paham betul tentang dunia perhiasan itu diberi perintah oleh Hyunjin untuk memilih cincin yang bagus.

Hyunjin ingin meminang Jeongin dengan serius sekarang. Ssttt! Jangan katakan pada Jeongin, ini surprise!

"Kayaknya ini bagus, pak."

"Yaudah bungkus aja," ujar Hyunjin tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.

"Ck, pak Hyunjin gimana, sih? Nanti kalo nggak sesuai katanya 'kamu itu, ini bukan selera saya!'." Karina menirukan nada bicara Hyunjin, hal itu langsung menarik perhatian Hyunjin tentu.

"Pandai, ya, kamu ngejek saya!"

"Ampun, pak. Nggak bermaksud begitu, tapi bapak sendiri ngeselin!"

Hyunjin segera menyimpan ponselnya pada saku jasnya dan mendekat ke Karina. Matanya mengarah pada sepasang cincin yang ada di tangan Karina, mencoba untuk menganalisis benda tersebut.

"Hm, boleh. Ini bagus, bawa ke kasir." Karina mengangguk dan memberikan cincin yang dipesan Hyunjin kepada penjaga untuk dimasukkan ke dalam kotak serta paper bag.

"Pak, bapak yakin mau lamar istri pura-pura bapak itu?"

"Kenapa saya harus nggak yakin?"

"Ya, kalo menurut saya dan menurut cerita bapak, itu cukup kurang ajar, sih, pak. Dan takutnya malah bikin— ya bukan mendoakan, cuma kan bapak sendiri yang bilang kalo setelah itu istri bapak marah-marah terus pergi gitu aja."

Langkah Hyunjin terhenti, pikirannya baru tersadar akan hal tersebut. "Menurut kamu gitu?"

Karina mengangguk kikuk. "Iya, menurut saya gitu, sih, pak. Tapi kalo bapak tetep optimis bagus, dong. Saya doakan semoga berhasil."

"Apa menurutmu perasaan saya dan niat saya bakal diterima sama Jeongin?" Dapat Karina lihat tatapan ragu dari mata Hyunjin. Karina mencoba untuk tak membuat bosnya itu semakin risau.

"Kalo itu, sih, kayaknya bakal diterima, deh. Secara, bapak tau sendiri, kan, kalo Nyonya nungguin bapak selama kritis sampe nggak pulang itu. Bahkan waktu bapak masih di ruang operasi, Nyonya sama sekali nggak mau makan atau minum apapun sebelum bapak keluar dari ruang operasi."

"Kamu serius?"

"Ya, iyalah, pak. Waktu bapak masih kritis itu saya sempet jenguk ke rumah sakit bentar sama ibunya bapak. Terus kalo yang operasi itu, saya diceritain sendiri sama ibunya bapak."

"Apa dengan begitu perasaan saya bisa diterima?" Karina mengangguk.

"Yaudah, ayo balik ke kantor." Hyunjin pun melanjutkan langkahnya untuk segera kembali ke kantor.

"Ta—" Karina menutup kembali mulutnya, ia ingin mangatakan sesuatu pada Hyunjin, tapi ia ragu. Sesuatu yang sudah beberapa minggu ini hinggap meneror pikirannya.

"Ah, mungkin bukan apa-apa." Karina melupakan apa yang ingin ia katakan dan memilih untuk mengekori Hyunjin lagi.

"Tunggu saya, pak!"

*

Sekarang semua sudah siap, mulai dari mental Hyunjin, cincin, makan malam romantis ala-ala, dan rangkaian kata-kata.

Malam ini, sekitar pukul 7 malam Hyunjin sedang menunggu Jeongin untuk datang. Tuan putri yang akan berganti status menjadi ratu itu sedang dalam perjalanan menaiki kereta kuda yang dikendarai oleh seorang kusir yang tak lain adalah Karina.

Jujur, jadi Karina itu melelahkan. Ribet dengan urusan kantor dan jadwal Hyunjin, belum lagi permintaan bosnya yang suka nggak jelas, belum lagi kalo bosnya itu tiba-tiba badmood dan marah-marah. Untung Karina orangnya sabar, jadi nggak bakal ditempeleng bos laknatnya itu.

Kembali pada acara Hyunjin, saat ini Jeongin sudah sampai. Karina menuntunnya ke tepi danau yang sudah di desain sedemikian rupa oleh orang sewaan Hyunjin.

Jeongin tidak terkejut, ia bisa menebak dari bagaimana Hyunjin menyuruhnya memakai pakaian yang sudah ditentukan, dan bagaimana Hyunjin menyuruh Karina untuk menjemput. Ya ... meskipun kesannya seperti ke-PD-an, tapi bodo amat kalau kata Jeongin.

"Saya permisi dulu," pamit Karina, dibalas anggukan oleh Jeongin.

Jeongin melangkah mendekati Hyunjin yang berdiri di tepi danau, sepertinya pria itu belum sadar kalau calon ratunya sudah sampai.

"Kak Hyunjin."

Yang dipanggil menoleh, tak lupa ia ukir sebuah senyum tampan di wajahnya. "Udah sampe, nggak kedengaran suaranya?"

"Ya masa saya harus teriak-teriak kayak Siamang biar kedengaran suaranya?"

"Hehe ... bercanda, Jeongin." Jeongin mengangguk paham.

"Kalo gitu, saya to the point aja, ya? Lagian udah kelihatan jelas juga."

Hyunjin menarik Jeongin untuk sedikit lebih dekat dengannya.

"Jadi gini, saya tau ini kedengaran brengsek banget dan nggak pantes buat diomongin, tapi saya cinta kamu. Sesaat setelah saya sama kamu— s-saya tau mungkin kamu bakal bilang itu cuma sensasi semata, bukan perasaan yang sebenarnya. Tapi saya serius, saya cinta sama kamu. Kalo kamu mikir ini terlalu cepat baiklah, itu terserah kamu mau tanggapi bagaimana. Saya cuma mau bilang, saya cinta sama kamu dan saya mau kamu jadi istri saya."

***
TBC.

-Jizah

MY WIFE || HyunJeong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang