Dengan tangisan pertamaku didunia, aku menyambut ibu, dan aku menyambutmu...Ayah. Tetapi kamu tidak menggendongku, bahkan tidak menghapus air mataku, tetapi kamu malah melukai kehidupanku.
Ini aku, aku telah ada, tetapi kenapa kamu yang tak pernah ada? Haruskah aku membencimu? Tetapi aku tak ingin berdosa, Haruskah aku melupakan semua kenangan pahit tentangmu? Tetapi sungguh aku tak kuasa.
Apa salahku? Kenapa kamu buat ibu yang melahirkanku terluka dan membuat aku tersiksa? Tidakkah sedikitpun kamu bahagia karena aku telah ada? Aku sangat menyayangimu ayah, tetapi lagi dan lagi hati kecilku bertanya kenapa? Kenapa kamu menyakiti ibu dan aku? Sampai kini pertanyaan itu yang selalu menghalangiku untuk tidak membencimu Ayah.
Aku hanya seorang anak, membenci ayah pun sangat berdosa bagiku. Adakah kalimat yang terdengar lebih baik dari membenci untuk mengungkapkan kekecewaanku padamu? Beribu nasihat mendatangiku agar aku tidak membencimu. Tidak ayah, aku pun tidak ingin membencimu. Aku selalu mendoakanmu, aku selalu menyayangimu, meski ingatan buruk tentangmu masih selalu membayangi hidupku.
Bukankah karena cinta kamu menikahi wanita yang kusebut ibu? Menghiasi jarinya dengan cincin, mengikatnya dengan kalimat janjimu pada Tuhan, lalu bagaimana bisa kamu menghianatinya? Bukan hanya menghianati cintamu kepada ibu, tetapi mengingkari janjimu pada Tuhan.
Ayah seharusnya kamu tahu, ini bukan hanya tentang nafsu dan egomu, ini pertanggung jawabanmu kelak pada Tuhan tentang anak dan istrimu, apa yang kamu ucap kelak pada Tuhan? kamu telah menyakiti ibu, dan melukai anakmu.
Ibu mencintaimu sepenuhnya, ibu menerimamu apa adanya, tetapi kamu, kamu begitu kejam melukainya. Ini bukan lagi soal pacaran yang bisa putus begitu saja, ini tentang sebuah pernikahan, dan aku pun telah menjadi buah cinta kalian. Tetapi begitu mudahnya kamu hancurkan segalanya.
Bukan cuma perasaan ibu, tetapi kehidupanku, inikah arti anak bagimu? kehancuran cintamu pada ibu berakibat hancurnya juga kehidupan anakmu ayah, dan seharusnya kamu tahu itu. aku tidak pernah menyesal terlahir sebagai anak mu tapi aku hanya sedih saja kenpa aku tidak hidup bersama mu.
Bagiku sudah cukup hidup bersama ibu. Ibu adalah alasan kenapa aku harus tetap kuat. Tetapi hati kecilku tak pernah merasa cukup karena tidak ada ayah bersamaku.
Aku ingin tahu rasanya bermain bersamamu ayah, aku ingin tahu rasanya bercanda bersamamu, aku ingin tahu rasanya dilindungi ayah jika ada teman lelaki yang jahat padaku. Aku hanya ingin tahu rasanya jika hidup ini ada bersamamu.
"Walau hanya sebentar,aku ingin merasakan pelukan mu ayah"
Lagi dan lagi aku hanya bisa memendam keinginanku, menghela nafas kerinduanku. Rindu yang tak pernah menemui kerinduann keluarag utuh hanyalah sebuah bayangan bagi anak korban perpisahan.
Inikah yang harus anak terima? Perceraiian? Sejak kecil aku selalu bertanya pada ibu, apa yang terjadi, kenapa ayah pergi, tapi ibu tak pernah mau menjawab, ibu selalu bercerita semua yang baik tentang ayah, lihat ayah, betapa tidak tahunya ayah bahwa ayah telah meninggalkan malaikat seperti ibu.
Sampai kini aku beranjak dewasa, aku mulai menemukan semua jawaban pertanyaanku semasa kecil. Kenapa ayah pergi meninggalkan aku dan ibu, kenapa ayah tak tinggal dirumah bersama aku dan ibu, kenapa ayah tak seperti ayah yang lain yang selalu pergi bersama ibu dan anaknya
Kenapa aku tak seperti keluarga lainnya yang hidup bahagia dirumah mereka. Kenapa bu? Kenyataannya bahwa dibalik itu semua ada pengorbanan ibu yang dihadapkan pada dua pilihan, pertama dia terluka dan tak ada pilihan lain selain dia harus menyudahi pernikahan ini dengan sebuah perceraiian.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Merindukan Ayah
Genç Kurguselamat pagi,ayah.selamat siang dan malam juga untuk mu.aku sudah lupa Dengan kata sapaan itu karena semenjak aku lahir ke dunia ini aku tak pernah tau,sosok ayah di sekitar ku, hingga lidah ku begitu kaku untuk mengucapkan kata "ayah"bagaimana kaba...