Ini aku buat setelah nonton interview pas Apo nyeritain soal masa lalunya, dan muka Mile kayak nahan emosi bgt:(((((( HUWAA.
▪︎▪︎▪︎
more than fun, you're the sanctuary, 'cause what you want is what i want, sincerity.
▪︎▪︎▪︎
Aku melirik ke arah pembawa acara hari ini setelah ia mengajukan pertanyaan yang membuat mataku refleks melirik ke arah Apo, tidak banyak yang mungkin akan merasakannya, tapi aku tahu, sekecil apapun perubahan raut diwajahnya, aku memahaminya. Ia sedang berusaha menahan gejolak emosi yang membuatku ingin meremas punggung tangannya, sekadar untuk memberi tahunya bahwa ia tidak perlu khawatir, aku akan selalu disisinya.
Ia mulai mengeluarkan suaranya, terdengar gemetar dan hati-hati, perlahan namun pasti, kata demi kata, ia menceritakan secuil masa lalunya. Netraku berkali-kali menatap ke arahnya, memastikan bahwa ia baik-baik saja, karena sejauh yang 'ku tahu, Apo tidak pernah suka dengan bagian masa lalunya itu. Dan, tentu tidak hanya Apo, aku juga.
Ingatanku berkelana pada malam itu. Malam dimana Apo menceritakan kisahnya.
"Aku yang dulu tidak tahu hal ini, Phi," katanya sambil menerawang ke arah langit yang bertabur bintang. Kepalanya ia sandarkan pada bahuku. Mungkin ia terlalu kenyang setelah kami menghabiskan banyak sekali makanan.
Namun dari ekor mata, aku bisa melihat ia tersenyum pedih.
"Tidak tahu apa?" tanyaku sambil pelan-pelan memposisikan diriku agar Apo nyaman bertumpu disana.
"Bahwa aku akan diterima seperti ini."
Aku menoleh ke arahnya, sedikit kebingungan. Apo yang selama ini 'ku kenal tampak tidak memiliki beban. Ia tertawa lepas. Bercanda gurau. Tetapi, Apo yang malam itu berbaring di bahuku, sedikit berbeda. Ia tampak muram. Seolah sinar matanya yang menyala habis dimakan suram.
"Menjadi tidak sama dengan orang lain itu melelahkan, ya?"
Aku mengangguk pelan, sebagai jawaban.
"Apa menurutmu, Phi, aku seharusnya tidak memulai apapun di industri ini?" katanya yang membuatku refleks mendorong kepalanya pelan dari bahuku, kemudian menatap kedua manik coklat tua miliknya.
"Kamu tahu, sangat sulit untukku dulu berada disini. Aku tidak pernah bisa menerima apa adanya diriku sebelumnya. Setiap menatap cermin, dalam benakku hanyalah ketakutan, 'Apakah jika aku menjadi diriku sendiri, mereka bisa menerimaku?' Dan jawabannya tentu tidak... Maka aku merubah diriku, mengikuti standar yang mereka buat. Memaksakan diriku untuk melakukan hal-hal yang bukan aku. Namun, Phi, sekeras apapun aku mencoba, aku tidak pernah diterima dengan tangan terbuka," tuturnya.
Apo kemudian memejamkan kedua matanya pelan, bisa aku lihat gejolak emosi yang coba ia tekan mati-matian. Tangannya sedikit gemetar, membuat aku dengan pelan menarik punggung tangannya, membawanya ke pangkuanku, dengan hati-hati, aku memberi beberapa usapan pelan disana, berusaha membantunya meredam emosi itu, sekaligus meredam emosiku juga.
Aku tidak suka melihat Apo seperti ini.
"Katanya aku tidak menarik karena kulitku terlalu gelap," lanjutnya dengan kekehan sarkas.
Aku mengetatkan gigi-gigiku, menahan kesal yang mulai mengudara. Sejak kapan kulit gelap menjadi hambatan seseorang untuk berkarya? Dan lagi, Apo terlihat sangat menarik untukku dengan kulit gelap semanis madu itu.
"Aku pikir, hanya disana letaknya, letak mengapa aku tidak bisa diterima. Tetapi, Phi, lebih lucu lagi karena setelahnya, mereka mempertanyakan orientasiku berulang kali, seolah-olah menjadi berbeda adalah kesalahan."
Ketika mendengarnya, tanpa sadar aku meremas kuat tangan Apo yang berada dalam genggamanku. Rasanya aku ingin berada disisi Apo waktu itu. Aku ingin membantu melampiaskan emosinya dengan memukul semua orang yang berkata buruk tentangnya. Aku juga ingin membantunya dengan membagi kesedihannya, memberikannya setidaknya genggaman dan elusan pelan seperti yang 'ku lakukan malam itu.
"Tapi, aku sekarang baik-baik saja, Phi," akunya dengan wajah yang nampak secerah mentari lagi. "Saat ini, aku berani melihat cermin dengan senyuman yang lebar, Phi, karena aku tahu, pantulan yang ada di cermin itu aku, itu Apo yang selama ini aku inginkan." Ia lalu tersenyum manis, menampilkan rentetan giginya.
Aku berdehem singkat, emosiku yang tadi memuncak kini hilang entah kemana. Apo, bagaimana kamu bisa memengaruhiku hanya dengan senyuman itu?
"Aku tidak pernah berpikir ingin kembali lagi ke industri ini, Phi, sedikit banyak, aku sudah menikmati kehidupan di New York. Tapi, hei," ia terkekeh pelan, lalu melanjutkan, "Takdir itu unik sekali, ia mengembalikanku ke Thailand, ia mengembalikanku ke sini."
Apo menatap mataku dalam, membuat aku memberikan senyum kecil kepadanya, ia lalu memukul kecil dadaku, senyum lebarnya berubah menjadi wajah kemerahan dengan senyum malu-malu yang terlihat sangat menggemaskan.
"Bertemu lagi dengan seseorang yang sangat menghargaiku seperti kamu, Phi, aku rasa, aku tidak perlu meminta apapun lagi pada Tuhan, sungguh..
Terima kasih, P'Mile."
Aku tertegun.
Apo membuatku ingin menangis, tapi aku tentu saja tidak ingin ia meledekku nantinya, jadi yang 'ku lakukan hanyalah memberikan kekehan pelan, menarik kepalanya kembali bersandar pada bahuku, seperti sebelumnya sembari menekan perasaan haru yang hampir meyeruak.
Setelah hening menenangkan yang cukup lama, aku memulai pembicaraan lagi.
"Aku tidak tahu persis bagaimana rasanya, Po, tapi aku tahu itu pasti sangat menyulitkanmu," aku membalikkan punggung tangan Apo yang masih 'ku genggam, memainkan jemariku pada telapak tangannya, "Dan, aku tidak tahu mengapa orang-orang itu memperlakukanmu dengan buruk hanya karena kamu berbeda, karena ketika pertama kali melihatmu, yang 'ku tahu benakku hanya dipenuhi kekaguman."
Aku menghela napas pelan, memberi jeda pada Apo, juga pada diriku, karena aku tidak pernah mengutarakan perasaan dan pemikiranku selugas ini pada seseorang sebelumnya. Tetapi kali ini, aku memberanikan diri, untuk Apo.
"Awalnya aku hanya mengaggumi matamu, itu cantik, kau tahu," ujarku yang membuat Apo terkekeh. "Kemudian, setelah pertemuan kita lagi, aku tahu bahwa aku hanya tidak mengaggumi matamu, aku kagum pada semuanya, Po. Semuanya."
"Phi.." suara Apo terdengar serak, namun aku belum selesai dengan kalimatku karena mendadak, Apo memelukku.
Pelukan pertama kami.
Aku lalu membalas pelukannya, memeluknya sambil memberikan usapan pelan pada punggungnya yang bergetar. Aku lalu berbisik ke telinganya pelan,
"Untukku, kamu perbedaan yang indah, Po. Dan kamu tahu bahwa aku sangat menyukai sesuatu yang indah."
|end|
maaf banget post chap barunya lama banget karena akhir2 ini aku lagi sibuk ujian huhu:((
KAMU SEDANG MEMBACA
Peace [Mile Apo]
FanfictionKumpulan one-shot MileApo yang dibuat saat gabut menunggu KinnPorsche.