Home.

878 119 5
                                    

Biu menatap ke arah sahabatnya yang datang dengan keadaan kacau. Basah kuyup, dengan mata sembab yang telah coba ia sembunyikan dengan senyum itu. Biu kebingungan, sahabatnya, Apo, biasanya akan memberitahu terlebih dahulu jika ingin berkunjung.

"Siapa yang datang, Biu?" suara Bible terdengar dari dalam membuat Apo menatap tidak enak. "Apa aku mengganggu kalian? Maaf, aku datang tanpa memberitahu," sesalnya.

Biu menggeleng. Ia tahu lelaki dihadapannya ini tidak baik-baik saja. Maka ia tersenyum manis, mempersilahkan Apo untuk masuk ke rumah mereka. Biu lantas menyuruh Apo untuk membersihkan dirinya, mengganti pakaian agar ia tidak sakit keesokan harinya.

Apo menurut. Sambil tersenyum meminta pengertian dari Bible yang mungkin sedikit kesal karena waktunya dan Biu harus terganggu karena kedatangannya. Lelaki itu mengambil handuk dan juga pakaian yang telah disiapkan Biu untuknya, lalu melangkahkan kaki jenjangnya ke kamar mandi.

"Dia tidak baik-baik saja," Bible berkata sambil menatap ke arah Biu, kekasihnya.

Biu mengangguk, "Aku tahu."

Bible dan Biu menatap ke arah pintu kamar mandi, menghela napas perlahan. Masalahnya apa kali ini? Karena Apo tidak pernah dalam keadaan sekacau ini sebelumnya.

Beberapa saat setelahnya, Apo keluar. Dengan rambut yang masih basah, mengenakan baju Biu yang ukurannya sedikit lebih kecil dari ukuran bajunya. Ia berjalan pelan, mengambil posisi duduk di antara Bible dan Biu.

"Maaf, aku menganggu waktu kalian," kalimat pertama yang dikatakan Apo sesaat setelah ia mendaratkan tubuhnya di sofa empuk berwarna biru muda.

Biu menggeleng, "Kau tahu rumah kami selalu terbuka untukmu," lanjutnya membuat Apo ingin menangis lagi, terharu. Bible pun ikut mengangguk, menyetujui perkataan kekasihnya.

"Ingin bercerita sekarang atau besok pagi?" tanya Biu pelan. Apo terkekeh, ia selalu suka memiliki sahabat seperti Biu, lelaki itu tidak pernah memaksakan kehendaknya, ia selalu menunggu sampai Apo siap untuk berbagi. Walaupun Apo tahu, rasa penasaran pasti telah menggerogoti pikirannya.

"Aku merasa tidak pantas," kalimat Apo yang membuat Bible dan Biu menatapnya bingung.

"Atau mungkin aku memang tidak akan pernah pantas berdiri disebelahnya?" suaranya terdengar jauh lebih miris dibanding sebelumnya.

Biu memberikan tepukan pelan pada bahu Apo, sambil memberi kode pada Bible melalui ekor mata untuk mengambil tisu yang ada di lemari. Bible mengangguk pelan, ia lalu sesegera mungkin mengambil tisu, meletakkannya tepat dihadapan Apo.

"Ini soal, P'Mile?" tanya Biu, hati-hati.

Apo menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk pelan. "Kamu tahu dunianya terlalu terang, Biu. Terlalu gemerlap. Dan aku terlalu padam untuk berada disana."

Biu mengerti. Mencintai seseorang seperti Mile mungkin akan sangat menyusahkan sahabatnya.

Mile Phakphum Romsaithong, lelaki berkulit putih cerah dengan senyum memikat itu menurut cerita Apo pada Biu, membuat ia jatuh sangat dalam. Kepribadiannya hangat dan menggemaskan disaat bersamaan. Tawanya secerah mentari dan wajahnya berkilau dibawah rembulan. Membuat perasaan Apo tidak berdaya dihadapannya. Namun, bersamaan dengan perasaan yang sangat dalam itu, Apo juga dirundung perasaan tidak layak. Ia selalu merasa tidak pantas berdiri disebelah lelaki yang berasal dari kalangan old money itu, dirinya hanyalah bartender club kecil di sudut kota. Tidak berpendidikan. Tidak cakap berbahasa asing seperti teman-teman Mile yang ia temui sebelumnya. Tidak semenggemaskan barisan mantan kekasih Mile yang ia ketahui melalui internet.

Peace [Mile Apo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang