Sukma.

720 90 2
                                    

Mile tidak terlalu banyak berbicara, semua hal ia pendam di kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mile tidak terlalu banyak berbicara, semua hal ia pendam di kepala. Tidak pandai melebur dengan sekitar karena kawannya adalah fiksi. Ia sangat menyukai cerita dengan imajinasi tinggi sehingga terlarut di dalam sana adalah sukmanya. Sampai ia bertemu dengan seseorang yang menarik atensinya..

Pertemuan pertama mereka belum lama terjadi. Klise jika digambarkan.

Pemuda itu, Mile, seperti yang sudah-sudah, menghabiskan waktunya di perpustakaan kota. Menikmati sastra kegemarannya, mengambang dalam ekspektasinya sampai sebuah gerakan menginterupsi. Gerakannya kasar, terburu-buru, membuat Mile gelisah.

Siapa orang yang berani berisik di perpustakaan?

Mile melirik melalui ekor mata, seorang pemuda, umurnya mungkin tidak jauh beda. Dia mengambil duduk tidak jauh dari Mile, jaraknya kira-kira dua kursi. Penampilannya sembrono. Kutang putih dan celana jeans? Sungguh pilihan yang tidak biasa.

"Namaku Apo."

Mata Mile refleks melotot, terkejut. Dibalas senyum kecil oleh pemuda yang baru mengenalkan dirinya itu.

"Kamu melirikku sedari tadi, 'ku pikir ingin berkenalan."

Secepatnya Mile menunduk, ia mati langkah kala itu, salah tingkah.

Tanpa diduga, perpustakaan itu nyatanya telah menjadi saksi bisu dua anak Adam yang saling menggemari pada akhirnya.

Mile dan Apo dapat dikatakan tidak jauh berbeda. Keduanya menyukai fiksi. Percakapan di antara mereka sederhana. Berawal dari buku seperti apa yang telah mereka baca, berlanjut dengan berandai-andai bagaimana jika kisah yang mereka baca berjalan sebaliknya. Lebih menyenangkan lagi ketika Apo mengenalkan Mile dengan sesuatu yang asing, musik. Membuat kedua pemuda itu sering tenggelam dalam alunan klasik sambil salah satunya berbisik, "Aku suka yang ini."

Perbedaan mereka hanya satu, Apo banyak mengeluarkan isi kepalanya membuat Mile yang terbiasa sepi sedikit kelabakan menghadapinya.

Selama mengenalnya, Mile paham bila Apo berbicara dengan seluruh dirinya. Mengekspresikan perasaannya dengan segala yang ia punya. Netranya, ranumnya, mimiknya, dan bahkan jiwanya membuat Mile kalang kabut dibuatnya.

"Mile, kamu lebih senang siang atau malam hari?" tanyanya disuatu petang yang tenang saat mereka kembali bertemu kesekian kalinya di perpustakaan kota.

"Malam, kamu?"

Pemuda itu mengeluh kecil mendengar jawaban Mile, "Aku lebih suka siang."

Mile kemudian mengangguk kecil sebagai jawaban, walaupun sedikit kecewa sebetulnya. Ia kembali membaca buku dalam genggamannya sampai sebuah panggilan kembali terdengar. Mile menoleh ke arah Apo dengan pandangan bertanya. Apo membalasnya dengan senyum kecilnya, ia lalu berbisik, "Tidak apa berbeda, siang dan malam nyatanya dapat bertemu saat petang, 'kan?" Disusul dengan tawa kecil yang membuat sesuatu menggelitik Mile. Dadanya terasa sesak ketika melihat tawa dengan barisan gigi rapih dan mata menyipit itu.

Mile berusaha sekuat tenaga tetap diam, walau warasnya telah tercecar sembarangan.

Tawa Apo seindah sakura di musim semi, rasanya seperti mendapatkan hujan di tengah musim kemarau yang gersang.

Bulir-bulirnya terisi penuh, jiwanya merasa cukup.

Pada titik ini, Mile merunduk pada fakta, fiksi tidak lagi menjadi sukmanya, karena seorang pemuda telah menggantikannya dengan cara yang tidak ia duga.













|end|
KANGEN KINNPORSCHE HUWA GIMANA YAAAA :( aku galau berat abis nonton ep 14, bukannya tenang malah semakin ovt, kalian gimana gaisss?

Peace [Mile Apo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang