16. Cukup jadi "Kita"

45 8 4
                                    

Halo! Apa kabar?
Semoga sehat selalu ya...
Jangan lupa vote dan komen, terima kasih sudah memberi apresiasi<3

Jangan lupa komen kalau ada typo, soalnya suka buru-buru.

Happy Reading 🤍

Rindu bisa mendengar semua yang Naufal katakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rindu bisa mendengar semua yang Naufal katakan. Ia bukan pingsan, tetapi hanya terlalu lemah melihat darah yang keluar di sudut bibir kedua laki-laki yang bertengkar hebat di depannya. Kini, Naufal sudah ke kelasnya, katanya sebentar, tetapi sampai sekarang laki-laki itu belum balik.

Rindu menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Ia mendongak, tidak membiarkan air bening itu lolos dari kelopak matanya. "Ternyata ujian hidup lebih mengerikan dari pada ujian matematika," ucap Rindu miris.

Kamu harus kuat, Rin. Ayah masih di rumah sakit. Bunda lagi berjuang, Abang juga. Masak iya kamu jadi lemah begini! teriak Rindu dalam hati.

Rindu menurunkan kedua kakinya dan beranjak ke depan UKS. Ia duduk di bangku panjang koridor dan memakai sepatunya.

"Eh! Ketemu sama jagoan, nih kita!"

Sebuah suara menginterupsi Rindu, membuatnya mendongak, dan melihat tiga perempuan berpakaian ketat serta memegang permen lollipop di sebelah tangan kanannya. Rindu menatap malas mereka, ia rasa ia tidak punya hubungan dengan mereka bertiga.

"Kok sombong banget, sih! Kita cuma mau bicara, loh!" ujar Ais. Gadis tomboi itu menyepak sebelah sepatu Rindu yang belum terpasang di kakinya.

Amarah Rindu yang belum padam ketika bersama Reza tadi, kembali terbakar. Ia melangkah lebih dekat pada perempuan yang berani mengusik ketenangannya. "Orang semenjijikkan lo, nggak pantas diramahin," ucap Rindu penuh penekanan. "Belajar etika, ya." Rindu menepuk pundak Ais dan pergi mengambil sepatunya.

Ais berdecak kesal. Berani-beraninya perempuan itu mengatakan hal yang membuatnya seketika menjadi rendah.

"Wah! Parah, Ai. Cewek miskin aja belagu," lontar Celsi sengaja memanasi.

Ais menatap Rindu yang menjauh, ingin sekali ia memberi pelajaran yang tidak akan Rindu lupakan karena telah berani mengusiknya. "Tunggu aja tanggal mainnya."

Nira yang terkenal sebagai gadis paling cantik dalam geng Cecaka itu hanya memutar bola matanya. "Ngapain sih, ngurusin begituan? Mending kita shoping bareng pulang sekolah ke Mall, yuk?" ajaknya.

"Gu-gue nggak bisa," jawab Ais. "Kata bokap gue, gue mau dibeliin mobil baru. Kan, nggak asik kalau nanti gue nggak ikutan."

Nira dan Celsi hanya mengangguk. Ais memang sering sibuk, jarang bisa ke Mall bareng mereka. Namun, Nira tidak mempermasalahkan itu. Wajar Ais sibuk, ia harus belajar mengelola bisnis karena ia adalah putri sulung keluarganya.

•••

Rindu sedang menyapu kala ponsel di kamarnya berbunyi nyaring. Kaki kecilnya melangkah lebar, memasuki kamar kecil yang ditata barang rapi. Ia mengambil ponselnya yang terletak di samping sekotak pita rambut yang biasa ia sematkan di rambut bagian atas telinganya.

TRISTEZA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang