4. Kehadiran Bukti

89 13 14
                                    

Halo! Adri kembali bersama dunia TRISTEZA. Jangan lupa vote dan komen. Terima kasih karena sudah tidak menjadi silent reader<3.
Happy reading❤️

     Rindu mendumal kesal karena ia harus jalan kaki di belakang motor ninja Farez yang laki-laki itu di tolak saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Rindu mendumal kesal karena ia harus jalan kaki di belakang motor ninja Farez yang laki-laki itu di tolak saat ini. Keputusannya untuk menghemat biaya dan mempersingkat waktu adalah salah besar. Nyatanya mereka harus berhenti pada bengkel motor untuk memperbaiki ban motor Farez yang bocor.

     “Duduk, dulu, Rin,” suruh Farez seraya menepuk tempat duduk di sampingnya.

     Rindu terpaksa duduk dan menompang kepalanya. “Kalau tau gini, gue nggak bakalan ikut sama Lo!” sinis Rindu.

     “Ya, mungkin kalau Lo nggak ikut, ban motor gue nggak bocor, Rin.”

     “Lo nyalahin gue? Lo pikir gue mau pergi sama Lo? Siapa juga yang ngajak, itu semua karena Bunda yang suruh, kalau nggak gue nggak mau ikut sama Lo,” serang Rindu.

     Farez tertawa kecil, lagi-lagi tawanya menusuk telinga Rindu. “Maksudnya, kalau ban gue nggak bocor, kita nggak bakalan bicara banyak.”

     Rindu hanya diam mencerna setiap perkataan Farez. Ia merogoh ponselnya dalam saku rok dan mengetik sebuah pesan kepada Elen. “El, gue di bengkel motor, ban motornya bocor,” tulis Rindu. Ia menoleh pada Farez yang sedari tadi menatapnya. “Jadi, Lo mau bicara tentang apa?” Rindu menaikkan sebelah alisnya.

     “Tentang aku, kamu, dan rasa kita,” jawab Farez.

     Selanjutnya, kesunyian sempat mengisi kekosongan jawaban Farez. Sebelum akhirnya Farez tertawa kencang seolah-olah sangat menggelitik sampai ia mengadu sakit perut. “Kok muka lo gitu? Gue becanda kali!” Tawanya kembali terdengar.

     Rindu menghela napas yang sempat tersumbat dan memutuskan untuk merekam Farez sebagai sosok jahil dan menyebalkan di dalam memorinya.

     “Udah siap, Bang,” ucap tukang bengkel yang lebih terlihat sebagai siswa SMP.

     “Kamu-“ Rindu memotong ucapannya sendiri, ia sebenarnya ingin bertanya, kenapa di umur yang masih muda dan harus sekolah, laki-laki kecil itu justru bekerja.

     Rindu melihat Farez yang sudah menaiki motornya dan ia ikut naik di boncengan. Sepanjang perjalanan Rindu hanya terdiam seraya memikirkan anak laki-laki tadi.

      Sampai di depan sekolah, Rindu turun dengan bahu yang ikut merosot. Ia tidak memedulikan Farez dan berlari kecil menuju pagar yang menjulang tinggi. Ia melihat ke arah pos dan Pak Mamat yang biasa membantunya tidak ada di sana. Ketika ia melihat sekitar, seorang laki-laki yang akhir-akhir ini terus bersamanya lewat dengan sebuah buku di tangannya. “Naufal!” teriak Rindu sambil melambaikan tangan yang sudah masuk melalui celah pagar.

TRISTEZA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang