63. Self aware

42.5K 5.8K 1.8K
                                    

Jangan lupa vote 😚

Wajib ramein komen, kalau perlu setiap paragraf komen biar author semangat update chapter selanjutnya 🔥

Super duper panjang > 3200 kata hampir kaya 3 chapter.


Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙

♾♾♾

Begitu membuka mata, Orlaith sudah berada di dalam kamarnya. Ada Alice yang kini mengamati pergerakannya. Orlaith sedang bersiap karena sebentar lagi ia akan pergi ke gedung Parlemen untuk memberikan berkas yang sudah di tanda tangani King Philips.

Orlaith melirik Alice dari pantulan cermin, sekarang dirinya sedang berias. "Memangnya apa dijanjikan Henry hingga kau mau bekerja sama dengannya?"

"Posisiku sebagai anggota Kerajaan." Alice menjawabnya.

"Jadi kau takut Yang Mulia akan mengusirmu setelah mengetahui kau bukan anak kandung beliau?" Orlaith berkesimpulan jika sebelumnya Alice sudah tahu kebenarannya sebelum hasil tes DNA itu keluar.

"Sejak aku kecil, Yang Mulia tidak pernah menganggapku. Beliau selalu membedakanku denganmu. Apalagi setelah mengetahui kenyataan aku ini bukan anaknya. Jelas aku terusir dari Istana ini." Alice terlihat menunduk, kedua tangannya saling bertautan.

"Itu hanya insting dan intuisi seorang ayah. Kenyataannya kalian tidak sedarah, bukan? Yang Mulia mencintai istrinya tapi ibumu tiba-tiba menjebak papaku kemudian mengaku hamil, membuat hubungan orang tuaku hancur! Sudah bagus Yang Mulia tidak membuangmu saat kau lahir." Orlaith menyemburkan kata-kata pedas untuk Alice.

"Kau selalu berpikir dirimu yang menjadi korban, Alice. Seharusnya kau menenggelamkan dirimu ke laut karena malu! Yang Mulia selama ini sudah menerimamu, mencukupi segala kebutuhanmu, mengangkat derajatmu dan memberikan gelar Putri untukmu. Tapi begini balasanmu? Kenapa kau melampiaskannya pada kami? Seharusnya kau marah pada ibumu yang membuatmu terjebak pada keadaan ini, atau mungkin menuntut keadilan dari ayah kandungmu yang selama ini tidak pernah mempedulikanmu." Sambung Orlaith.

"Aku selalu iri denganmu karena kau bukan anak haram, kau pewaris takhta, kau cerdas dan memiliki kesempurnaan lainnya, Yang Mulia selalu menyayangimu dan memperhatikanmu. Kau tidak pernah mengerti perasaanku." Alice masih menunduk, tidak berani menatap lawan bicaranya.

Orlaith menghela napas pelan, "Mungkin benar gelarmu sebagai Putri Kerajaan akan dicabut. Tapi tidak serta merta membuat Yang Mulia membuangmu begitu saja. Apa serendah itu Yang Mulia di matamu? Selama ini Yang Mulia selalu memperlakukanmu dengan baik, bukan? Tapi kau justru tidak tahu diri. Kau berkeinginan mengambil hakku, sebelumnya kau juga berniat buruk padaku, sekarang kau berada dipihak Henry. Dimana akal sehatmu? Apa hati nuranimu benar-benar sudah mati?"

Orlaith menambahkan perkataan, "Menjadi orang yang sadar diri jauh lebih baik daripada mencari-cari kesalahan orang lain. Boleh berkhayal atau bermimpi tapi harus sadar diri, karena menjaga apa yang sudah dimiliki jauh lebih penting dibanding mengejar yang tak pasti, Alice."

Alice merasakan tangannya berkeringat, semua perkataan Orlaith membuat hatinya tidak nyaman. Begitukah pikiran orang lain terhadapnya? Ia tidak sadar diri. Tiba-tiba dadanya berdenyut nyeri mengingat kebaikan King Philips selama ini padanya, juga mengingat kebersamaannya dengan King Philips dan Orlaith. Kenapa ia sangat serakah mengharapkan apa yang bukan haknya? Jika takdirnya harus buruk karena dirinya bukan anak kandung King Philips, kenapa ia harus memaksakan kehendak agar selalu menyandang gelar Putri?

The General's RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang