31. Kamu Harus Mati

3.9K 343 16
                                    

Aku benci dengan matamu. Maka, butalah selamanya.

----•••---

Aku menutup lagi pintu itu dengan erat, kudekatkan telinga mendengar lebih banyak. Tadi, aku melihat Risa juga ada di sana, ia memegangi lengan suaminya yang tampak sangat marah, sedangkan Naina mengejar Mas Dareen dalam keadaan panik. Kenapa? Kenapa lelaki itu mencariku, ini sudah berjalan lebih dari satu tahun. Semua kembali terngiang enggan beranjak.

"Pelankan suaramu, sialan! Kita bicara di luar saja, jangan di sini? Satu lagi, siapa yang memberitahumu kalau Fara di sini, Ibumu?"

"Istrimu yang mengatakannya kepada Risa."

"Ikut aku-"

"Lepas bajingan. Aku hanya ingin bertemu dengan Fara, di mana kamu menyembunyikannya?"

"Kenapa tiba-tiba mencari Fara?" suara Naina terdengar.

"Risa bilang kalian mengambil bayinya."

Jantungku berdentum memekik. Apa maksud dari pembicaraan Rendy, kenapa Risa memberitahukan bayiku yang jelas-jelas tak ada urusannya sama mereka.

"Lalu kenapa memangnya? Apa urusannya sama kamu, lagian, Mas Dareen memang membawa Fara ke sini untuk bayi itu-"

"Dia bayiku! Sialan!"

Aku berbalik badan, menyandarkan punggung sambil menghirup udara yang sama sekali tak masuk. Aku tepuk dada ini yang bergemuruh sangat dahsyat, seolah disambar petir, hancur berserak.

Tidak... Pendengaranku tak rusak kali ini. Kenyataan apa lagi sekarang? Apa yang Rendy katakan. Kenapa mulut kurang hajarnya bisa berbicara seperti itu?

"Fara-"

"M-ma," dalam keadaan napas tersendak-sendak, tangisanku meluncur dengan sangat deras, kedua kakiku melemah hingga jatuh menghunjam tanah. "B-bayiku...i-itu. Aaaaakh," aku memekik tanpa suara, kelu lidah ini yang tak mampu mengatakan apa pun.

"Sayang, bangun. Ada apa nak? Kenapa?"

Aku mencoba membuang napas, menghapus habis jejak air mata lalu bangkit perlahan. Kugelengkan wajahku agar Mama tak ikut keluar.

Saat gagang pintu kuputar dan terbuka, aku berjalan pelan demi pelan, mencari bekas botol apa pun yang siap aku hempaskan kepada Rendy, lelaki itu harus mati di tanganku, kebencian ini harus terbalas.

Saat aku menemukan botol kaca di dapur, mendekat diri ini ke arah ruang depan, semakin kupertipis jarak dan melihat Mas Dareen mencengkram kerah baju Rendy.

"Dia bayiku juga, sialan!"

Langkahku seketika terhenti. Jantung ini berdegup sangat kencang.

Prang..

Kegaduhan semakin lengkap, botol yang jatuh merobek kakiku sehingga darah terasa menjalar dan juga sakit beradu. Aku terdiam membeku, bisu tanpa pergerakan. Terlebih saat mereka berempat memperhatikanku dari jauh. Ini, sama sekali tak kumengerti, apa maksud dari Mas Dareen. Apa maksud ucapannya.

"F-fara-"

"Kalian bilang apa?" kualihkan tatapan kepada Naina yang mencoba mundur, tampak tangisan jatuh di sana, kesakitan dari semua yang ia harap tak nyata, ternyata jauh lebih gila. Saat aku memandangi Risa, wanita itu terduduk beku di sofa, ia terdiam dan tatapannya sangat kosong.

"Coba ulangi? Apa yang aku dengarkan baru saja?" tanyaku dengan getaran di kedua jemariku, bahkan sakit mulai datang saat kakiku terluka.

"ULANGI SIALAN? APA YANG KALIAN BILANG. SIAPA AYAH DARI BAYI ITU. SIAPA?"

Noda Siapa? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang