10. Di Balik Drama

3.4K 407 7
                                    

Ini bukan rumah, melainkan panggung drama. Siapa pemeran utama yang bermain-main di dalam sini? Jawab aku!

---•••---

Aku kurang yakin Mas Dareen berada di luar menemaniku hingga terlelap, dan aku tak akan mencari tahu jawabannya meskipun aku mau.

Cukup lama bersandar di belakang ranjang, bahkan jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Aku, tak kunjung mengantuk dan enggan tertidur.

Semakin lama mengamati waktu. Semakin cepat bergulirnya siang, aku semakin takut menghadapi dunia.

Kutatap ponsel hitam yang tergeletak di atas nakas. Jika menelfon Bu Ira sekarang pasti akan mengganggu tidurnya. Tetapi, kegundahan ini semakin menyelimuti, aku merasa kian ketakutan.

Dikukung perasaan gundah, segala hal seolah berbisik membuatku sakit. Ponsel tadi segera kuambil, mencari nama Bu Ira untuk memanggilnya. Berdering, tak menunggu lama suara Bu Ira terdengar dibalik sambungan telefon.

"Assalamualaikum."

"Bu," satu kata yang keluar dari mulutku. Tenggorokan ini rasanya sangat sakit sekadar menjawab salam dari suara yang sangat aku rindukan. Peluk hangat, dan ciuman darinya tak lagi kurasakan sekarang, kusimpan semua luka ini tanpa Bu Ira.

"Fara. Ya Allah, kamu kah itu nak? Bagaimana kabarmu Fara, mereka memperlakukanmu dengan baik kan? Coba katakan, apa yang terjadi sehingga kamu menelfon Ibu larut malam begini?"

"Ibu," pertanyaan yang berbaur dengan kekhawatiran dari Bu Ira menumpahkan air bening yang tergenang sangat banyak di pelupuk mata. Meluruh tanpa henti, dan sulit kuseka.

"Fara_"

"Aku rindu. Aku merindukanmu Bu."

"Nak, ada apa? Fara kenapa?"

Cepat-cepat ku-usap lelehan yang jatuh. Tangisan tertahan ini rasanya sangat menyesakkan, sakit sekali.

"Maaf, Fara mengganggu Ibu."

"Tidak, kamu tak mengganggu Ibu."

"Fara baru di belikan ponsel oleh Mas Dareen."

"Alhamdulillah. Sekarang kamu bisa menelfon Ibu kapan saja. Apa Fara tak bisa tidur. Mau Ibu nyanyikan sesuatu." tawa kecil dari Bu Ira terdengar di sana. "Maaf, Ibu lupa tak bisa bernyanyi." tambahnya.

"Suara yang paling merdu yang pernah aku dengar. Itu suaramu Bu."

"Kamu bercanda Fara? Jangan membuat Ibu melayang. Ibu takut terbang terlalu tinggi nak."

Tak terasa aku tergelak mendengar celoteh Bu Ira, memang dia satu-satunya malaikat yang kupunya. Rumah yang selalu menampung tanpa kepalsuan didalamnya. Aku sudah tahu jalan kembali, jika nanti anak ini lahir, aku akan tinggal bersama Bu Ira dan menjaganya penuh kasih. Layaknya Ibu kandungku sendiri.

"Fara," panggilan Bu Ira terdengar begitu lirih. Ada sedikit kesenduan di balik suara itu.

"Iya Bu. Ada apa?"

"Rendy kembali. Putra Ibu sudah kembali kerumah. Dia pulang Fara."

---•••---

"Selamat pagi Fara."

Wanita itu tersenyum ke arahku, Seketika, kaki ini kelu untuk melangkah mendekat. Naina dengan sangat telaten menyediakan sarapan untuk suaminya, tak lupa ia juga telah mempersiapkan roti dan susu yang biasa ia sediakan untukku.

Noda Siapa? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang