Tebu dan gibah

160 31 7
                                    

Setelah lima hari ditinggal berdua saja, kedua orang tua Haikal dan Jendra akhirnya pulang.

"Bunda bawa oleh-oleh apa tuh? Kok panjang banget?" tanya Haikal seraya mengendus-endus barang tersebut.

Ayah Yan yang melihatnya terkekeh pelan, imut sekali anaknya ini. "Itu tebu hitam, ayah minta sama paman kamu. Kebetulan disana tebu nya banyak banget, jadi ayah bawain buat kamu!"

Haikal membulatkan mulutnya hingga berbentuk huruf o. Lalu tangannya dengan cekatan membuka koran yang membungkus tebu tersebut.

Mata Haikal berbinar-binar seketika setelah melihat bentuk dan rupa tebu tersebut, bahkan mulutnya tak berhenti-henti berdecak.

Ayah dan bunda yang duduk di sofa hanya terkekeh pelan melihat wajah anaknya itu. Mana duduk nya ngelesot di lantai, tambah gemes lah.

"Ini boleh dimakan?" tanya Haikal sembari mengacungkan satu batang tebu yang ada ditangannya.

"Boleh. Kamu ambil golok, pisau sama talenan sana, biar ayah kupasin!" perintah ayah Yan kemudian mengambil tebu ditangan anaknya dan dibawa kebelakang rumah, bunda mengikut di belakang.

Haikal segera berlari kedapur, lalu tangannya dengan cepat mengambil satu buah pisau besar dan talenan. Setelah itu kembali berlari kebelakang rumah dimana kedua orang tua nya ada.

"Nih!" Haikal berjongkok sembari menyerahkan pisau dan talenan ditangannya. Bunda mengisyaratkan anaknya agar duduk dikursi disamping dirinya, nggak mungkin kalau anaknya di biarin jongkok gitu.

Ayah Yan dengan cekatan segera mengupas tebu ditangannya. Tentunya biar gampang dikupas, tebunya dia potong-potong dulu.

"Tangan nya nggak sakit?" tanya Haikal kepada bundanya. Menurut penglihatannya, tebu itu kasar plus agak gimana gitu kalau dipegang.

Bunda terkekeh pelan sembari mengusap lembut Haikal. "Enggak."

Setelah beberapa saat, tebu tersebut akhirnya selesai dikupas. Ayah menyerahkan tebu yang sudah terpotong kecil-kecil didalam baskom ke bunda. Bunda segera mencucinya di kran air samping kebun.

"Buka mulutnya, aaakkk!" ucap bunda kemudian mengambil satu potong tebu dan memasukkan nya kedalam mulut Haikal yang sudah terbuka lebar.

Ayah yang melihatnya hanya tertawa pelan, astaga. Bisa diabetes dia kalau kaya gini terus.

"Pelan-pelan ngunyah nya, takut gusi atau lidah kamu berdarah!" ingat ayah Yan lalu duduk disamping anaknya.

"Manis." Celetuk Haikal sembari mengeluarkan sisa tebu yang sudah tak mengeluarkan airnya.

"Ya manis lah, sejak kapan tebu nggak manis mbul?" ujar bunda diselingi tawa pelan.

🐻🐻🐻

Dirumah Jendra juga sama, mama dan papa nya pulang dengan membawa tebu seperti yang dibawa orang tua Haikal.

"Mau di bawa kemana?" tanya Jendra dengan mulut penuh tebu, tak lupa ditangannya ada baskom yang lumayan besar juga berisi potongan tebu.

Papa Tio berjalan ke halaman depan rumah dengan membawa cangkul, dua buah tebu, dan seember air. "Ini mau papa tanam, kaya nya kamu doyan tuh!"

Jendra yang mendengar nya mendengus pelan. Mama Ita ikut-ikutan keluar dan langsung mencomot tebu ditangan anaknya.

"Bukan doyan lagi pah, nggragas yang ada kalau Jendra mah." Ujar mama Ita sembari mengunyel-unyel pipi anaknya.

Papa Tio hanya terkekeh pelan melihat kelakuan istri dan anaknya. Kemudian memilih mengerjakan tugasnya sendirian, kalau minta bantuan Jendra bisa kacau ini mah.

Best Friend (01)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang