08 Tingkat D - Semi Final

46 34 6
                                    

Aku telah berada di sisi kanan arena. Sorakan orang lebih ramai dari sebelumnya, tapi tetap saja hal itu kurang membuatku senang karena yang mereka pikir sedang soraki adalah Arthur Alvecna, bukan Nala. Tapi aku akan merubah itu hari ini.

"Dari sisi kiri, sang petarung terbaik (katanya) dari kota Hargrove. The Bully!"

Seorang lelaki telanjang dada muncul dari sisi kiri. Dia tidak terlihat membawa senjata apapun, tapi kain yang mengingat kedua tangannya tersebut menandakan jelas jika dia jenis petarung tangan kosong. Wajahnya lebih menjengkelkan dari Hawkin, penuh percaya diri tapi juga merendahkan. Sangat seusai dengan namanya.

"Jadi kau mengalahkan Hawkin? Heh.. Kuberitahu satu hal. Kau hanya beruntung. Kau menyerangnya tepat saat pertandingan dimulai, membuatnya terkejut dan menjadi lengah. Tapi itu tidak berlaku bagiku. Sebesar apapun senjatamu, kedua tangan ini akan menghajar wajah mirip perempuanmu itu."

Banyak omong.

"Kedua petarung bersiap." Aku mengeluarkan pedang raksasaku. Dan The Bully menunjukkan posisi yang siap untuk menerjang.

"Bersiap.."

"Mu-"

The Bully langsung menerjang ke arahku sebelum seruan mulai selesai. Melihat dari sikapnya, aku sama sekali tidak terkejut dia akan berlaku curang. Kecepetan malah. Sayangnya..

"Uwagh!"

Aku lebih cepat. Seketika dia berada dalam jarak pedangku, aku melemparnya dengan punggung pedangku ke udara. Pertandingan selesai.

"S-Selesai!! Luar biasa! Bahkan saat The Bully melakukan kecurangan, sang Elang Emas tetap bisa-"

Aku mengangkat tanganku dan membuat sang komentator berhenti.

"Maaf jika aku menyela. Tapi ada yang ingin kuumumkan. Mulai sekarang aku bukanlah Arthur Alvecna sang Elang Emas, tapi sekarang adalah, Nala Arthuria Alvecna, The Golden Lion."

Orang-orang bersorak hebat. Sorakan yang kuinginkan. Sorakan yang memang ditujukan untukku. Dan rasanya.. Luar biasa.

Kembali ke dalam bar. Aku mendapati Lamia telah berada di sana bersama Kronii dan Pufu. Mengingat pembicaraan semalam, aku jadi merasa khawatir bicara dengannya.

"Selamat kembali atas kemenanganmu, Singa Emas," sambut sang penyihir.

"Jujur saja, aku lebih suka Ratu Singa Nala."

"Tapi itu bukan sesuatu yang akan dikatakan Arthur."

"Aku tau. Akan kugunakan nama itu lain waktu."

"Ngomong-ngomong. Nona Lamia ingin kembali mengajakmu bicara." Lamia menunjukkan senyum yang tidak mengenakkan. Aku tahu berurusan dengannya bukanlah hal yang baik.

"Bisa nanti saja? Aku ingin bersiap untuk pertandingan final-"

"Tenang saja," Kronii, dengan bantuan Pufu kembali menggunakan telepatinya untuk bicara denganku. "Dia sudah tahu siapa kita sebenarnya dan dia juga berada di pihak kita. Aku tahu kau khawatir, tapi membangun hubungan dengan manusia yang mau menjadi sekutu merupakan keuntungan besar buat kita kan?"

Itu tidak membuatku lebih baik. Jika boleh, aku ingin menghindari orang seperti Lamia. Tapi Kronii mempercayainya. Sang penyihir memang sering membuatku jengkel, tapi tidak elak jika semua yang dilakukannya itu adalah untukku.

"Baiklah.. Kurasa bicara sebentar tidaklah masalah."

Aku-pun berjalan mengikuti Lamia. Pufu sempat ingin ikut, tapi aku menolaknya. Setidaknya jika sesuatu yang buruk terjadi, aku tidak perlu mengkhawatirkannya. Kami berjalan cukup jauh hingga memasuki gang-gang kecil. Lalu kami tiba di sebuah toko boneka. Tapi belum berhenti disitu.

Di dalam toko tersebut, terdapat sebuah jalan rahasia menuju sebuah tempat yang semakin dalam aku merasukinya, hawa tidak enak semakin terasa kuat.

Dia berhenti di sebuah ruangan gelap. Aku masih bisa melihat semuanya, tapi aku tidak yakin dengan apa yang kulihat itu. Terlihat banyak boneka berukuran manusia. Lalu dia meraih tombol untuk menyalakan lampu.

"Mari kita ulang perkenalan kita. Namaku Lamia Martina, pemimpin serikat hitam."

Saat lampu dinyalakan, apa yang kupikir kulihat tadi ternyata lebih buruk. Semua itu bukan boneka, tapi manusia sungguhan.

"Serikat hitam? Maksudmu melakukan hal-hal ilegal? Jadi mereka ini adalah budak?"

"Hmhm, seperti yang nona Kronii katakan, kau benar-benar cerdas."

Aku sangat ingin mengamuk dan membunuh gadis di depanku ini. Tapi aku sadar posisiku dimana. Aku terlahir di sisi gelap, dimana moralitas tidak akan menguntungkanku. Jadi seburuk apapun orang ini, dia tetaplah sekutuku.

"Sejak kapan kau tahu kami bukan manusia?"

"Eleven," Lamia menyebutkan sebuah nama dan seorang gadis dengan pakaian serba hitam yang menutupi semua bagian tubuhnya terkecuali mata muncul. "Boneka terbaikku," lanjutnya.

"Kau tahu jika aku adalah tunangan Arthur kan? Tapi sebenarnya, aku tidak menyukainya. Dia berjanji akan menikahiku setelah pertarungan melawan Hawkin, dan aku tidak suka itu. Jadi setelah kemenangannya menuju tiket melawan Hawkin, aku mengirim Eleven untuk membunuhnya, sayangnya Kronii sudah terlebih dahulu memangsanya."

"Lalu apa yang kau inginkan dariku?"

"Membantumu, tentu saja! Kronii sudah memberitahu tujuan kalian. Buku Kebangkitan kan? Sebenarnya aku tidak terlalu peduli tentang buku tersebut, tapi jika itu bisa membuat para monster bertahan. Akan senang hati kubantu."

"Kenapa kau ingin membantu monster? Terlepas dari kegiatanmu, monster tetaplah makhluk berbahaya buatmu kan?"

"Memang, tapi bukan aku yang harus mengkhawatirkan hal tersebut. Itu adalah tugas para ksatria. Kau tahu, jika rencana Grand Order berhasil dan monster dilenyapkan, maka serikat terselubung seperti kami pasti akan menjadi incaran selanjutnya."

"Tapi jika monster terus bertahan. Perhatian para ksatria akan teralihkan. Begitu?" Singkatku dan Lamia tersenyum.

"Alicia Creel. Itu adalah lawan terakhirmu. Kakaknya merupakan seorang pemimpin di tingkat dua. Dan dia sendiri memiliki potensi besar untuk itu. Walaupun usianya masih sangat muda, banyak orang percaya jika dia adalah yang terkuat di tingkat empat. Kalau kau mau, aku bisa membuatmu menang tanpa harus melawannya."

"Tidak perlu. Akan kukatakan padamu. Pertama, aku membencimu. Kedua, aku tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak perlu. Ketiga, kau terlalu meremehkanku. Jika melawan tingkat empat saja aku perlu bantuan, maka melawan satu kerajaan hanyalah mimpi belaka." Wow, tidak kusangka aku akan mengucapkan sesuatu yang keren. Tapi itulah kata hatiku, aku tidak akan menariknya.

Lamia tertawa, sebuah tawa tulus yang membuatku sempat lupa jika dia adalah seorang psikopat. Dia lantas melaju ke arahku dan mendekatkan mukanya. Kupikir dia akan berbisik sesuatu lagi, tapi ternyata tidak. Dia hanya berada beberapa senti di depan mukaku.

"Kau benar-benar sangat menarik, Nala. Monster atau bukan, kau telah membuatku jatuh cinta. Aku berjanji akan terus membantu dan memperhatikanmu!"

Kumohon jangan, itu mengerikan.

-------

Lustesia's Fourth Story
Chapter 08 Tingkat D - Semi Final
974 kata

27-06-2022 (My Birthday Btw 😆)
31-08-2022 (Revisi)

Dead Queen Nala (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang