1. Berdamai dengan takdir-Nya

4.1K 160 0
                                    

Vote sebelum membaca sebagai bentuk support Author dalam menulis cerita!

🌱

Byur!

Seorang pria berusia hampir setengah abad menyiram seember air dingin ke arah remaja yang tengah tertidur lelap di dalam gudang yang gelap dan juga dingin.

"Astaghfirullah!" Remaja itu terbangun kaget dari tidur lelapnya. Ia terkejut saat siraman air dingin menimpa tubuhnya.

"Ay-yah ... " ucapnya saat melihat pria yang ada di dekatnya dengan mengigil karena saking dinginnya air tersebut.

"Bangun!" ucapnya dengan tegas dan dingin.

"Lakukan tugasmu seperti biasa! Sudah pukul 4 pagi!"

"Baik Ayah!" ucapnya dengan menunduk. Lalu pria tersebut keluar dari gudang meninggalkan anak bungsunya.

"Ya Allah, kapan Ayah berubah dan baik pada Devan?"

"Sepertinya Allah takkan mengabulkan doa Devan. Devan sudah membuat Bunda meninggal dan Allah marah pada Devan. Setiap Devan meminta Allah untuk membuat Ayah luluh, tak dikabulkan Allah." Kemudian menitikan air matanya. 

Devan meringis kesakitan dan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, "Ya Allah sakit sekali tubuh Devan. Sudah pasti lebam dan memar bermunculan. Apalagi Ayah semalam memukul tubuh Devan sampai gagang sapu ijuk patah menjadi dua bagian. Hidup Devan miris sekali Yaa Rabb."

"Hanya karena lupa tak mencuci baju dan piring semalam, Ayah langsung marah besar pada Devan. Kemudian memukul Devan tanpa ampun dan berakhir tidur di gudang." Devan sedikit terkekeh pelan dan meneteskan air matanya kembali.

"Devan mungkin sudah ditakdirnya tidak bahagia seumur hidup. Sampai malaikat izrail datang untuk mengambil nyawa Devan pun, kebahagiaan dan kasih sayang Ayah takkan ada untuk Devan. Seharusnya Devan ikut Bunda atau seharusnya Devan yang meregang nyawa bukan Bunda." Air matanya semakin deras menetes dari netranya saat ia mengingat kebencian ayahnya pada dirinya.

Begitulah kehidupan Devan Mumtaza Atthaya, remaja yang berusia 15 tahun. Devan adalah anak bungsu dari 3 saudara. Ibunya meninggal dunia setelah beberapa menit melahirkan Devan ke dunia. Nyawanya tak tertolong karena mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan Devan, anak bungsunya.

-Jangan Pukul Devan Ayah!-

Setelah selesai shalat subuh Devan memasak menu sarapan untuk ayah dan kakak kedua Devan. Menu sarapan hari ini adalah nasi goreng ayam mentega. Setelah selesai memasak menu sarapan untuk kakak kedua dan ayahnya, ia melanjutkan aktivitas masaknya, yaitu membuat sarapan untuk kakak sulungnya. Bubur nasi dengan rasa hambar dan membosankan bagi kakak sulungnya.

Kakak sulungnya bernama Khalil Ikhsan Atthaya. Sedari kecil Khalil menderita penyakit lemah imun dan tak sembarang makanan masuk ke tubuhnya. Makanan sehari-harinya diatur oleh resep makanan dari ahli gizi. Jika ia sembarangan memakan makanan diluar resep yang ahli gizi berikan, penyakit di tubuhnya akan memberontak dan Khalil akan sangat kesakitan karena penyakitnya itu.

"Kak Khalil, semoga lekas sembuh. Jangan sakit lagi. Dan jangan patah semangat untuk sembuh."

"Seandainya penyakit itu bersemayam di tubuh Devan bukan di tubuh Kak Khalil, pasti sudah lama Devan tiada. Ayah pasti sangat senang." Tanpa sadar, air matanya lolos begitu saja.

Setelah selesai memasak sarapan, Devan menata menu makanan di atas meja makan dengan rapi. Kemudian ia bersiap untuk pergi ke sekolah.

Jangan Pukul Devan, Ayah!  (END) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang