24. Last Chapter

3.3K 99 6
                                    

vote!

●●●●

Sahil melepaskan baju basah yang dikenakan oleh Devan. Kemudian membalut tubuh Devan dengan handuk kering dan menggendong tubuh Devan yang sudah tak bernyawa ke kamar Devan. Di sana, ia memakaikan Devan baju yang kering.

Setelah selesai mengganti pakaian Devan, Sahil mengeringkan rambut Devan dan setelah itu menutupi seluruh tubuh Devan dengan selimut putih.

"Astaghfirullah! Aku benar-benar membunuh darah dagingku sendiri." Sahil kembali menangis dan menyesali perbuatannya.

"Iblis apa yang merasuki hamba?"

"Devan bangun sayang! Maafkan Ayah hiks ...,"

"Ayrin, maafkan aku karena sudah membunuh anak bungsu kita hiks ...,"

"Aku kalap hiks ... kalap ..."

Sahil mengambil ponselnya dan kemudian menghubungi polisi.

"Halo Pak …?" ucapnya dengan gemetar.

"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?"

"Saya telah membunuh anak bungsu saya, Pak."

"Kenapa Anda membunuh anak Anda? Di mana alamat Anda?"

"Blok A12 nomor 84, Perumahan Taman Asri."

●●●●

"Jeff, kue matcha dan minuman choco mint milik Devan di mana?"

"Ada di goodie bag."

"Devan pasti senang kita belikan dia makanan dan minuman kesukaannya." Khalil menatap goodie bag berisi makanan dan minuman kesukaan Devan.

"Besok, kita ajak Devan ke PRJ Kak. Devan pasti senang."

"Sudah lama kita tak ke sana Jeff."

"Intinya kita seharian jalan-jalan bertiga dengan Devan, Jeff."

Sesampainya di rumah, mereka sedikit bingung karena ada mobil polisi dan ambulans di halaman rumah mereka.

"Kak, kenapa ada polisi dan mobil ambulans?" Mereka berdua panik dan Jeff memarkirkan mobilnya di pinggir jalan rumahnya.

"Om Agung …" panggil Jeffrey dengan lirih melihat pamannya berada di sana.

"Jeff, Khalil, kalian harus ikhlas."

"Apa yang sebenarnya terjadi, Om?" tanya Khalil.

"Devan!" ucap Khalil, dan kemudian mereka berdua pergi ke kamar Devan.

Tangis mereka pecah saat melihat adik mereka terbujur kaku di atas tempat tidurnya dan ditutup dengan selimut putih.

Beberapa pihak medis dan polisi menahan mereka untuk masuk karena masih dalam tahap investigasi.

"Devan bangun Dek! Hiks … kamu tak boleh pergi!" Khalil terus memanggil nama adik bungsunya, berharap adik bungsunya itu masih hidup.

"Kak … ini mimpi 'kan?" Jeff terduduk lemas berharap ini tak nyata.

"Devan bangun Dek!" Khalil terus-menerus memanggil Devan berharap ia terbangun dari tidurnya.

"Tadi sebelum Kakak dan Kak Khalil pergi, kamu masih tersenyum Dek. Bahkan minta dibelikan kue kesukaanmu. Kakak sudah pulang dan membawa makanan kesukaanmu, Dek."

Jangan Pukul Devan, Ayah!  (END) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang