4. Anemia aplastik

1.9K 91 2
                                    

Vote sebelum membaca! Untuk support karya tulis Author!

🌱

Devan tengah duduk di ujung jendela sambil memandangi kendaraan berlalu-lalang di depan jalan gedung rumah sakit tempat dirinya dirawat.

"Kalau Devan loncat dari atas sini, semuanya langsung berakhir."

Ucap batinnya sekilas ketika melihat ketinggian gedung rumah sakit dari jendela kamar rawatnya yang terletak di lantai 5.

Ia terus melamun membayangkan jika dirinya meloncat dari jendela kamar rawatnya.

"Ayo buka jendelanya! Dan meloncatlah!" Sebuah bisikan ilusi masuk ke dalam indera pendengarannya. Devan seperti digerakan oleh suara ilusi tersebut. Ia kemudian membuka kunci dan membuka dengan lebar jendela kamar rawatnya. Memang jendela kamar rawat Devan tak ada tralis untuk pengaman.

"Devan?" Lamunan Devan seketika buyar saat Jeffrey memanggilnya.

"Ada apa Kak?" tanya Devan

"Apa yang sedang kamu lakukan Dek?" Devan menggeleng. Jeffrey menghampiri Devan kemudian ia melihat jendela yang sudah terbuka lebar.

"Mau apa kamu membuka jendela dengan lebar Dek? Jika masih kegerahan, kamu bisa menurunkan suhu AC-nya." Jeffrey menutup kembali jendela kamar rawat.

"Sudah makan?" Devan menggeleng. "Kakak suapi kamu makan." Devan membalas dengan anggukan kepala.

- Jangan Pukul Devan Ayah!-

Di rumah sakit yang berbeda, Khalil merasa jenuh dan bosan saat berada sendirian di kamar rawatnya. Jeffrey masih berada di rumah sakit tempat Devan dirawat. Sedangkan Sahih, ia masih berada di kantornya. Mungkin sore nanti ia ke rumah sakit menemani Khalil.

"Khalil jenuh. Sudah seminggu lebih Khalil berada di sini."

Khalil merasa sangat jenuh. Tak ada yang menemani dan menjaganya di rumah sakit di pagi dan siang hari selain perawat dan dokter yang datang untuk memeriksanya.

"Kapan pulang?"

"Khalil rindu rumah dan rindu Devan juga. Kalau Khalil tak sakit, mungkin Khalil sudah bergantian menunggu Devan di rumah sakit bersama Jeff."

Khalil menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia tahu Devan masuk rumah sakit dari Jeffrey setelah dua hari pasca operasi saluran pencernaan.

Tes ...

Satu tetes darah jatuh dari hidungnya dan jauh di atas selimutnya. Khalil mengalami mimisan. Ia mengambil beberapa lembar tissue untuk menyeka darah yang menetes dari hidungnya.

Khalil menangis tanpa suara. Ia tahu penyakitnya pasti kembali berulah.

"Sudah cukup! Hiks ..." kesalnya

"Kapan penyakit ini pergi?!!! Hiks ..."

"Ayah ... Khalil benci diri Khalil yang penyakitan dan selalu menyusahkan!"  kesalnya pada dirinya sendiri.

Suara pintu kamar rawat terbuka terdengar oleh Khalil. Pintu terbuka dan kemudian Khalil melemparkan tissue yang terdapat bercak darah ke dalam tempat sampah.

Seorang perawat laki-laki datang untuk memeriksa kondisi Khalil dengan membawa beberapa peralatan medis. Perawat laki-laki tersebut memeriksa keadaan Khalil. Mulai dari denyut nadi dan tensi darah.

Jangan Pukul Devan, Ayah!  (END) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang