Prolog II

286 25 0
                                    

Seorang wanita dengan high heels hitam dan dress sleveless merah diatas lutut memasuki ruangan Privat di sebuah restoran mewah yang terletak di tengah kota. Malam itu tidak begitu dingin, Kota padat yang memang diselimuti oleh polusi udara membuat cuaca agak seikit pengap. Beberapa orang terlihat memakai masker bukan hanya untuk style atau fashion, namun memang kebutuhan untuk melindungi paru-paru dari udara kotor yang terhirup. Begitu pula dengan wanita ini, yang segera melepas maskernya lalu menyimpannya di dalam tas dan meletakan tasnya pada kursi di sebelahnya. satu dari 4 kursi yang masih kosong. rupanya ia orang pertama yang datang pada pertemuan tersembunyi itu.

Ia menoleh saat seorang pelayan membuka pintu ruangan privatnya sambil membawa teko bening berisi air. Pelayan itu dengan sopan membungkuk pada wanita dengan lipstik merah itu dan segera membalik gelas yang ada di hadapannya lalu menuangkan air dari teko. Sebelum pergi, ia menatap jaket bulu yang ada di pangkuan sang wanita lalu sebelum pelayan tersebut sempat berucap, wanita itu mengangkat tangannya menolak tawaran yang belum terucap. kemudian pelayan itu membungkuk kembali dan keluar dari ruangan.

Wanita dengan rambut coklat panjang bergelombang itu mengambil gelas yang ada di hadapannya lalu meminumnya dengan anggun. Matanya menatap ke luar jendela besar (anti peluru) yang menampilkan pemandangan seisi kota. Ia berada di ketinggian 87 meter dari permukaan tanah sehingga matanya dimanjakan oleh pemandangan padatnya lalu lintas kota.

Wanita itu membuka tasnya bersamaan dengan ponselnya yang berdering. Ia mengankat panggilan dari nama yang sudah ditunggunya.

"J, kau disana?" Suara seorang laki-laki langsung menyapa indra pendengarannya.

"Ya, 801 persis di kanan lift." Wanita itu mengalihkan pandangan ke arah pintu di belakangnya. Matanya tidak sengaja menangkap warna merah pada gelas yang baru saja ia pakai. Suasana hatinya berubah seketika.

"Aku tiba dalam 10 menit." Suara laki-laki itu tidak lagi dibalas oleh sang wanita. Ia menutup panggilan dan mematikan ponselnya untuk memastikan bahwa noda merah yang ada di gelasnya benar berasal dari bibirnya.

"Shitt." Umpatnya seraya berdiri mengambil tasnya dan tak lupa jaket bulu dalam genggamannya ia bawa juga. Ia keluar melewati dua pria berbadan besar yang berdiri di antara pintu ruangannya.

"Aku akan membenarkan riasanku." Ucap wanita itu singkat sambil berjalan menuju powder room di ujung lorong.

Segera setelah memasuki powder room dan menguncinya, ia meletakan tas dan jaket bulunya lalu mengambil lipstik merah dari dalam tasnya. Lipstik merah yang mengacaukan suasana hatinya. Tangannya bergerak hendak mengoleskan lipstik itu pada bibirnya lalu terhenti tepat di depan bibirnya.

"Lipstik ini mahal sekali." Wanita itu memandang nanar pada cermin.

"Lipstik ini, transferproof kan." itu bukan suara sang wanita.

Lalu dengan cepat, cepat sekali sampai wanita itu tidak lagi menyadarinya, warna merah dari lipstiknya bercampur dengan merah lain yang mengalir deras dari urat nadi yang baru saja terputus. Urat nadi lehernya sendiri yang membuatnya ambruk dipangkuan seseorang sehingga tidak ada bunyi berisik dari tubuhnya yang terjatuh.

Seseorang itu meletakan kepalanya di lantai powder room dengan perlahan. sambil memandangi mata wanita itu yang masih mengerjap sulit, ia mengeluarkan lipstik merah dari saku jaket hitamnya. Ia berdiri dan mengoleskan lipstik itu pada bibirnya dengan tenang. Kemudian ia melepaskan topi yang ia pakai dan membiarkan rambut coklat bergelombangnya terurai.

Wanita itu tak sanggup lagi, pada nafas terakhirnya, ia merasakan bajunya dilucuti. lalu ia terpejam, lalu kedipan terakhirnya menunjukan seseorang tersebut meninggalkan powder room sambil membawa tas dan

jaket bulunya.

ting

Pintu lift terbuka, Pria yang berada di dalam lift itu keluar bersama dua pengawalnya sambil mengamati wanita di hadapannya dengan wajah bingung. Wanita dengan dress merah dan sepatu hitam serta masker yang menutupi sebagian wajahnya. Juga jaket bulu yang menggantung di lengannya. Wanita itu kemudian mengacungkan kunci mobil di depan wajah pria tersebut.

"Lipstik ku tertinggal di mobil." Ia melangkah ke dalam lift bersama dua orang berbadan kekar yang selalu mengikutinya.

Pria itu terkekeh saat si wanita mengedipkan sebelah mata padanya sambil mengelus jaket bulunya sebelum pintu lift tertutup. Ia berjalan ke arah ruangan privat dengan nomor 801 dan menemukan tas si wanita pada salah satu kursi. Ia kemudian duduk di kursi lainnya. Menunggu si wanita kembali dan dua orang lagi yang akan memenuhi kursi-kursi yang ada.

Sedangkan di dalam lift, wanita itu menekan tombol dengan angka 23. Kemudian ia meraba leher di belakang telinganya. menyentuh satu titik di belakang telinganya dua kali.

"Clear." Ucap wanita itu lalu suara gaduh terdengar di telinganya. Tepuk tangan pria yang selalu heboh menanggapi pencapaiannya.

Jika membunuh bisa dikatakan sebagai pencapaian.

"Bravo J, you win! yeah you did and will always win."

J, Jennie Kim tersenyum sambil melangkah keluar lift yang terbuka menuju Heli yang sudah menunggunya.

Dangerous WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang