0.1 Addicted

199 26 0
                                    

Jennie berjalan dengan ringan dan cepat menyusuri gedung yang terlihat ramai di beberapa titik. Membalas sapaan orang-orang yang mengenalnya. Menunjuk ke arah gedung lain yang terlihat dari tempatnya berjalan saat ada orang yang menanyakan hendak kemana kakinya melangkah. Ia kembali membuka pesan dengan satu tangan di saat tangannya yang lain harus menumpu sebuah buku tebal. Bibirnya kembali melengkung saat ia memastikan bahwa orang yang mengiriminya pesan di sebrang sana telah sampai di tempat di mana mereka berjanji untuk bertemu.

Tepat saat kakinya berbelok, Jennie segera melambai ketika netranya menemukan sosok yang ada di benaknya. Pria tinggi dan tampan yang selalu melangkahkan kakinya mendekat kapanpun ia menemukan presensi Jennie. Pria itu segera melingkarkan tangannya di pinggang Jennie saat wanita itu sudah berada di jangkauannya, membuat Jennie terkejut seraya menyapukan pandangannya ke sekeliling mereka.

"Beruntung tidak ada seorangpun disini." Pria itu berucap sambil menunduk menyentuh pipi merah muda menggemaskan di depannya dengan hidung bangirnya. Bukan mereka sedang merahasiakan hubungan dari orang lain karena semua orang pun mungkin sudah tau kedua insan berparas menawan itu sudah tidak dapat diganggu. Namun, Jennie memang tidak terlalu suka bila kehidupan prbadinya menjadi tontonan orang lain.

"Kau mau jika pria lain membayangkan mereka lah yang menciumku seperti ini?" Ucapan singkat Jennie membuat pria itu menyetujui prinsip yang kekasihnya pegang. Kala itu sama seperti saat ini di depan lift, Jennie hendak mengoleskan lip balmnya. Lalu dengan cepat pria itu mengambil lip balm Jennie dan mengoleskannya pada bibirnya sendiri. Sedetik kemudian ia menempelkan bibirnya singkat pada bibir Jennie. Membuat semua orang yang melihat menjerit tertahan.

Jennie mengalungkan tangannya di lengan kekasihnya. Ia memperlihatkan buku dalam pelukan tangannya yang lain. "Aku baru ingat pernah meminjam buku ini untuk presentasi. Untung kau minta ditemani ke perpus hari ini."

"Apa masih ada waktu sampai seharusnya dikembalikan?" Pria itu mengambil alih buku di tangan kekasihnya.

"Masih, aku masih punya 3 hari lagi." Bersamaan dengan pintu lift yang terbuka, Jennie tersenyum lebar. Mereka segera melangkahkan kaki memasuki lift. Jennie segera membuka ponselnya dan menekan ikon kamera. Ia membalik tubuh kekasihnya untuk menghadap pada cermin yang ada di bagian belakang lift.

"Outfit check." Pria itu memiringkan kepalanya bersandar pada kepala kekasihnya sambil menautkan jemari mereka. Jennie menaikan tangannya agar wajah mereka terlihat pada kamera kali ini.

"Beruntung tidak ada seorangpun disini." Jennie mengulang ucapan kekasihnya sambil tersenyum menatap hasil mirror selfie mereka. Memasukan foto tersebut ke folder khusus dimana puluhan mirror selfie lain di tempat yang sama berada.

Pria itu tertawa kecil, menekan tombol lantai 1 dan kembali menggenggam tangan Jennie. Mereka berjalan menuju gedung lain di sebrang mereka sambil tetap menggenggam tangan satu sama lain. Sesekali tertawa dan saling menyenggol. Siang ini sepertinya suasana hati Jennie amat baik karena ia tak menghiraukan tatapan-tatapan iri maupun kagum dari orang-orang di sekitarnya.

"Kau tau, aku berhasil menamatkan buku ini dalam dua hari."

"Lalu kenapa kau ambil lagi buku ini?" Jennie mengambil buku tebal yang dibawa kekasihnya. Buku fiksi dengan diksi yang indah khas bacaan-bacaan favorit kekasihnya itu.

"Sengaja kubawakan untukmu, bukankah kau bilang sering kesulitan tidur belakangan ini? mengapa tidak coba untuk membaca buku?" Pria itu mengambil buku lain ketika kekasihnya mulai fokus membaca satu paragraf yang ada di bagian belakang cover buku di tangannya.

Dangerous WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang